“Nah,” berkata Kanjeng Sunan
Kemudian, “Apakah kalian sudah siap?”
Hampir bersamaan ketiga
perempuan itu pun mengangguk.
Sejenak kemudian Kanjeng
Sunan pun segera berdiri dari tempat duduknya dan melangkah menuju ke pintu
sanggar. Sementara ketiga perempuan itu hanya
mengikuti saja dari belakang dengan jantung yang berdebaran.
Dalam pada itu di rumah
keluarga Ki Sadewa yang telah dijadikan barak prajurit Mataram yang
berkedudukan di Jati Anom, tampak sedang terjadi sebuah kesibukan yang luar
biasa.
“Berapa prajurit yang sudah
siap?” bertanya seorang lurah prajurit yang bertahi lalat di pipi kiri.
“Baru sepuluh orang Ki
Lurah,” jawab salah seorang prajurit yang sedang berkumpul di halaman itu.
“Sudah cukup,” berkata Ki
lurah itu kemudian, “Selebihnya nanti akan berangkat kemudian. Barak prajurit ini
tidak boleh dikosongkan. Paling tidak, kita hanya mampu mengirimkan bala
bantuan sebesar sepertiga dari kekuatan kita,” Lurah itu berhenti sejenak. Lanjutnya
kemudian, “Aku akan melaporkan kesiapan ini kepada Ki Rangga Dipayana.”
Namun baru saja lurah
prajurit itu berjalan selangkah, terdengar pintu pringitan berderit dan
terbuka. Tampak seseorang yang bertubuh tinggi besar dengan kumis melintang
muncul dari balik pintu.
“Ki Rangga Dipayana,” hampir
bersamaan para prajurit itu berdesis.
Orang yang keluar dari pintu
pringitan itu memang Ki Rangga Dipayana, perwira tertua yang diserahi tugas
oleh Ki Tumenggung Untaradira selama ditinggal melawat ke Panaraga.
“Ada apa Ki Lurah
Tunjungtirta?” bertanya Ki Rangga Dipayana kemudian sambil melangkah keluar
pringitan.
“Maaf Ki Rangga. Aku tidak
berani mengganggu istirahat Ki Rangga sebelum semuanya siap,” jawab Ki Lurah Tunjungtirta kemudian, “Para prajurit
yang sedang nganglang telah mengirimkan isyarat untuk meminta bantuan. Untuk
sementara kami telah menyiapkan sepuluh prajurit untuk di berangkatkan. Selebihnya
akan menyusul kemudian.”
Sejenak wajah Ki Rangga memerah.
Sambil menggeretakkan gigi dia berkata setengah membentak, “Semua prajurit di
Jati Anom sekarang ini di bawah perintahku. Jangan memutuskan sendiri setiap
persoalan yang timbul. Selama Ki Tumenggung Untaradira bertugas di Panaraga,
aku lah yang mempunyai wewenang untuk memimpin kalian. Tidak ada kegiatan
prajurit tanpa ada perintahku!”
Seleret warna merah
menghiasi wajah Ki Lurah Tunjungtirta. Betapapun juga dia merasa tidak bersalah.
Maka katanya kemudian, “Maafkan aku Ki Rangga. Aku mendapat laporan tentang
isyarat itu dari prajurit yang sedang bertugas jaga. Sudah menjadi kewajibanku
untuk menyiapkan pasukan sebelum melaporkan kepada Ki Rangga.”
“Itu salah.!” Sahut Ki Rangga
Dipayana cepat. “Seharusnya Ki Lurah lapor dulu, baru akulah yang akan menentukan,
mengirinkan bala bantuan atau tidak,” Ki Rangga berhenti sejenak. Perintahnya kemudian,
“Beri isyarat kepada para prajurit yang sedang nganglang supaya mereka segera
kembali ke barak!”
Terkejut Ki Lurah
Tunjungtirta mendengar perintah atasannya. Tanpa sadar sebuah pertanyaan
meluncur begitu saja dari mulutnya, “Tapi..Ki Rangga..?”
“Ki Lurah Tunjungtirta!”
keras terdengar suara Ki Rangga Dipayana, “Laksanakan perintahku!”
“Siap Ki Rangga..!” jawab Ki
Lurah Tunjungtirta dengan sikap sempurna dan dada tengadah.
Sepeninggal Ki Rangga yang kembali
memasuki pringgitan, Ki Lurah Tunjungtirta pun kemudian segera memerintahkan
seorang prajurit untuk melontarkan isyarat.
“Perintahkan para prajurit
yang sedang nganglang untuk kembali ke barak!” perintah Ki Lurah.
Demikianlah akhirnya, sejenak
kemudian udara malam menjelang dini hari itu pun telah kembali digetarkan oleh
suara panah sendaren dua kali berturut-turut.
Dalam pada itu, ketiga
prajurit yang sedang berada di bulak panjang menunggu bala bantuan dari Jati
Anom menjadi terkejut bukan alang-kepalang. Mereka mengharap mendengar derap
kaki-kaki kuda yang datang, namun yang mereka dengar kemudian justru suara
panah sendaren yang dilempar ke udara dua kali berturut-turut.
“He?” seru prajurit muda
yang rencananya akan segera kawin bulan depan itu, “Apa maksud panah sendaren
itu?”
“Bukankah kita semua sudah
tahu arti dari panah sendaren dua kali berturut-turut?” kawan di sebelahnya
justru ganti bertanya.
“Bukan begitu maksudku,” prajurit
muda itu membela diri, “Mengapa kita justru diperintahkan kembali? Bagaimana dengan
kuda-kuda itu?”
Prajurit yang tertua di
antara mereka itu sejenak merenung. Akhirnya jawabnya kemudian, “Kita kembali ke
barak. Bawa salah satu dari kuda-kuda itu sebagai bukti kepada pimpinan kita.”
“Baik kakang,” jawab prajurit muda itu kemudian.
Beberapa saat kemudian ketiga
prajurit itu pun telah berderap kembali di atas punggung kuda masing-masing
menuju ke Jati Anom sambil membawa salah seekor kuda yang mereka temukan di bulak panjang itu.
Matur nuwun Mbah_Man, kok tambah ruwet ya, tapi tetap luar biasa dan ..... tetap semangat !
BalasHapusMatur nuwun Mbah_Man... tambah bundet tambah penasaran. Nambah malih Mbah
BalasHapusMatur nuwun mbah man.
BalasHapus😐😐😐
Matur nuwun mbah man.
BalasHapus😐😐😐
matur nuwun mbah Man,atas rontalnya.
BalasHapusRangga Dipayana ..... keturunane ki Gede Banyubiru....Aji Lebur Saketi bakal berkibar maneh
BalasHapusMaturnuwun sanget mbah man.
BalasHapus�
Matur nuwun ngih mbah
BalasHapusMbah Man ... cerita perjalanan hidup Ki RAS itu melewati masa pemerintahan 3 orang Raja ... Sultan Hadiwijaya, Panembahan Senopati dan Panembahan Hanyakrawati... kok rasanya masih awet muda ....
BalasHapusmudah2an saya salah kira ...
Ngapunten lho Mbah Man....
betul Ki Bhre Kahuripan
Hapusbahkan ada yang lebih awet muda lagi, yaitu Ki Juru Mertani atau Ki Patih Mandaraka. Jaman Demak lama beliau sudah ada karena seangkatan dengan Mas Karebet. Ki Patih Mandaraka bahkan sempat mendampingi Sultan Agung sampai beberapa tahun sebelum akhirnya meninggal karen usia tua. Ki RAS agaknya juga demikian
Matur nuwun sanget Mbah Man untuk rontal 416-10-11 dan 12 merapel....
HapusKagem Ki Bhre Kahiripan bukan Ki RAS saja yang melampui masa 3 raja bahkan ada yang kebih tua dari Ki RAS para tokoh yang kita kensl masih berperan seperti
Ki Patih Mandaraka dan
1. KI Gede Manoreh dan adiknya
2. Ki Waskita
3. KI Jayaraga
4. Ki Widura
5. Tumenggung Untaradira
6. Ki Bango Lamatan
7. Bahkan Mungkin Kyai Gringsing masih hidup karena kematiannya dirahasiakan dan Ki RAS sebagai murud terkasihpun tidak tahu dan ada pencinta ADBM yang masih berani menceritakan kembalinya Kyai Gringsing dengan perintah kanjeng sunan dengan memberikan ramuan 3 jenis obat yang membuat KG sehat kembali.....
Sang maestro Ki SH Mintarja sudah juga menggambarkan ilmu melawan ujud umur yang dimiliki oleh Ki Lurah Wira Sembada yang pernah bertempur melawan AS dan memiliki ilmu sama dengan AS yang mana AS bisa lebih unggul dan diujung krmatiannya Ki Lurah Wira Sembada memberikan atau mengalirkan ilmunya kepada AS....
Hapussetuju Ki Adiwa
Hapusbahkan Kiai grinsing mungkin pemecah rekor soal umur yang panjang. Kiai Gringsing hidup di jaman akhir Majapahit (masa kecil. kemudian pada jaman Raden Patah, dia sudah dewasa (berani menentang para penghuni goa susuhing angin) pada saat suksesi R Patah ke Trenggono. bersahabat dengan salah satu murid perguruan pengging. Kemudian jaman muncul dalam perebutan kekuasaan antara pajang dan jipang. sampai pemerintahan Mataram. pada saat Mataram menyerang Madiun Kiai Gringsing mulai sakit2an dan akhirnya meninggal di tempat yang dirahasiakan.
Luar biasa..
👍👍👍🙏🙏🙏🙏
HapusLah nek Agung Sedayu di OFF kan ...... tamat sdh critone.
HapusNdak papa mas aryo...sudah saya siapkan petugas siaga ON nya setiap saat....Jangan khawatir RAS OFF....semoga sesuai rencana sampai di jilid 499,99.....he...he...he
HapusSalam.
Jilid 499,99 menyisakan halaman akhir 0,01 diperuntukan untuk pecinta ADMM untuk meneruskan sendiri sesuai keinginan masing2.....hehe
HapusMenurut imajinasi saya AS si agul agul Mataram akan diangkat untuk menggantikan Ki Juru Mertani sebagai Patih karena jasanya dan prestasinya sudah diakui oleh DPR dan sudah tidak asing lompat pangkat dari bintang dua ke empat mungkin juga sebelum jilid 499,99 atau di jilid 444,44 ....karena sudah ada pembelot di markas prajurit Jati Anom yaitu Ki Rangga Dipayana yang sedikit miring2 ke arah makar..?
"Menurut analisa saya" KG sudah diberi peran penting oleh Mbah_Man pada episode episode pada 8 jilid terakhir ???
HapusMohon maaf Mbah...kangen KG....
Bisa jadi menurut imajinasi dan faktanya KG tidak wafat tapi menghindar dari pengkultusan orang2 yang katanya KG bisa menyembuhkan dan menghidupkan orang yang sudah mati, dan AS sewaktu berjalan bersama dengan Ki Singawana untuk membayangi Ki Singa sempat melihat kain gringsing yang bergambar cakra dan satu giginya sedikit cacat yang dititipkan kepada Ki Buyut dari seseorang Mbah Man sepertinya sudah mempersiapkan kehadiran KG itu menurut piling orang yang sedang sakit gigi yang kebetulan pipi kena ditempiling....😆
HapusMatur nuwun mbah_man....isuk isuk moco rontal....
BalasHapusmatur nuwun mbah man..
BalasHapus