Dengan langkah lebar namun terlihat ringan, orang tinggi besar itu segera
meloncati parit dan kemudian menyusuri
pematang. Batang-batang padi memang belum ditanam karena hujan memang baru
turun sore tadi. Namun para petani telah menyiapkan tanah garapan mereka dengan
sebaik-baiknya.
Beberapa saat kemudian, orang itu telah mencapai pematang yang paling
ujung dari tanah pesawahan yang luas itu. Kini di hadapannya terbentang tebing
sebuah sungai yang tidak begitu curam. Dengan sangat cekatan dan terampil orang
itu pun kemudian mulai menuruni tebing.
Sesampainya di tepian
sungai, ternyata seseorang sedang menunggunya sambil duduk di atas sebuah batu.
“Engkau berhasil Ki Bango
Lamatan?” bertanya orang itu sambil bangkit dari duduknya.
“Ya, Ki Gede,” jawab orang
itu yang ternyata adalah Ki Bango Lamatan, “Orang ini akan sangat berbahaya
jika sampai melaporkan kedatangan kami kepada orang yang menyebut dirinya Trah
Sekar Seda Lepen itu.”
“Engkau benar Ki,” sahut Ki
Gede memandang sesosok tubuh yang menggelantung di pundak Ki Bango Lamatan. Kemudian sambil melangkah mendekat, Ki Gede melanjutkan, “Marilah kita
bawa orang ini ke Padukuhan induk Perdikan Matesih. Biarlah dia di tempatkan di
salah satu bilik yang ada di gandhok kanan rumahku. Para pengawal akan
menjaganya siang dan malam.”
Ki Bango Lamatan
mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun beberapa saat kemudian kening Ki Bango
Lamatan tampak berkerut merut. Bertanya Ki Bango lamatan kemudian, “Ki Gede,
apakah para perangkat tanah Perdikan Matesih masih bisa dipercaya?”
Ki Gede menggeleng. Jawabnya
kemudian, “Tidak semuanya bisa dipercaya. Untunglah keluargaku belum
terpengaruh oleh rayuan Raden Mas Harya Surengpati. Namun untuk saat ini yang
menjadi beban pikiranku justru Ratri, anak perempuanku satu-satunya.”
Ki Bango lamatan menarik
nafas dalam-dalam. Beberapa saat tadi ketika Ki Gede telah bertemu dengan Ki
Rangga dan kawan-kawan di banjar padukuhan Klangon, Ki Gede telah menyebut
permasalahan yang sedang dialaminya itu. Salah satunya adalah hubungan yang
sedang terjalin antara Ratri dengan Raden Mas Harya Surengpati itu.
“Dunia anak muda memang
menggairahkan, apalagi kalau sudah menyangkut masalah asmara,” berkata Ki Bango
Lamatan dalam hati. Walaupun Ki Bango Lamatan sendiri semasa mudanya tidak
begitu tertarik dengan perempuan, namun di usianya yang sudah mendekati senja, hati
Ki Bango Lamatan justru telah tertarik kepada seorang perempuan muda yang sangat
cantik.
“Rara Anjani,” desah Ki
Bango Lamatan dalam hati menyebut sebuah nama sambil menengadahkan wajahnya.
Sekilas dipandanginya angan gelap yang masih bergelantungan di langit. Terbayang
di rongga matanya seraut wajah perempuan muda cantik jelita yang kini telah dipersunting
oleh Pangeran Pati.
“Aku memang harus tahu
diri,” berkata Ki Bango Lamatan kembali dalam hati, “Tidak sepantasnya aku
memendam keinginan gila ini di dalam hatiku. Apa yang diajarkan oleh Ki Ajar
Mintaraga beberapa saat yang lalu seharusnya telah mengendapkan hatiku ini dari
segala keinginan duniawi.”
Ki Bango Lamatan menarik
nafas panjang, panjang sekali. Kemudian dihembuskannya kuat-kuat melalui kedua lobang
hidungnya. Seolah-olah ingin dibuangnya segala keinginan yang ngayawara itu bersama dengan hembusan
nafasnya.
“Buwenging
bawana gung mung kacekan lepasing wardaya,” gumam Ki Bango Lamatan dalam hati sambil
mengangguk-anggukkan kepalanya. Memang wejangan Ki Ajar Mintaraga itu sangat membekas
di hatinya. Luasnya dunia ini sesungguhnya masih lebih luas dari hati sanubari yang tak bertepi.
Sejenak kemudian mereka
berdua telah menyusuri tepian sungai yang tidak begitu lebar. Keduanya berjalan
sambil berdiam diri. Masing-masing sedang asyik tenggelam dalam dunia
angan-angan.
Sambil mengayunkan
langkahnya, beberapa kali Ki Gede menarik nafas dalam-dalam. Ingatannya kembali
ke beberapa saat yang lalu ketika waktu sudah memasuki sirep uwong. Dengan berbekal
keyakinan akan pesan singkat yang diterimanya dari orang bertopeng itu, Ki Gede
pun tanpa ragu-ragu melangkahkan kakinya memasuki pringgitan.
“Silahkan Ki Gede,” sambut
Ki Jagabaya pada saat itu sambil tersenyum dan bangkit berdiri. Orang-orang
yang berada di ruangan itu pun ikut berdiri.
Sejenak kemudian,
satu-persatu secara bergantian orang-orang yang hadir di ruangan itu menyalami
Ki Gede. Sambutan yang ramah itu terasa menyejukkan hati Ki Gede yang pada
awalnya sempat dihinggapi sepercik keragu-raguan.
“Ki Gede,” berkata Ki
Jagabaya kemudian setelah semuanya kembali duduk melingkar di atas tikar pandan
yang putih bersih, “Sebelumnya aku akan memperkenalkan para sahabat kita dari
Prambanan ini.”
Mendengar Ki Jagabaya
menyebut Prambanan, tampak kening Ki Gede berkerut merut. Namun segera saja
sebuah senyum menghiasi bibirnya begitu Ki Jagabaya meneruskan kata-katanya,
“Setidaknya itulah pengakuan mereka, para perantau yang berasal dari daerah
sekitar Prambanan.”
Ki Gede mengangguk-anggukkan
kepalanya. Sementara Ki Rangga dan kawan-kawannya hanya dapat saling
berpandangan sambil menahan nafas.
“Ki Gede,” berkata Ki
Jagabaya selanjutnya, “Di sebelah kanan Ki Gede adalah Ki Waskita, kemudian Ki
Sedayu, Ki Jayaraga, dan yang termuda diantara mereka bernama Glagah Putih. Sedangkan
yang terakhir adalah Ki Bango Lamatan.”
Matur-nuwun mBah-Man, atas rontalipun.
BalasHapusMatur nuwun mbah man wedarannya ditunggu doublelannya
BalasHapusmatur suwun...kirang 2 rontal lagi mBah....sumbangsih aksi 212
BalasHapusSumbangsih aksi 212 dan telah dihadirkan STSD 212 klop...hehehe
HapusAhh...ternyata Ki Bango Lamatan orang yang besar dan mempunyai langkah lebar namun terlihat ringan rupanya...tapi...tapi..Ki Bango Lamatan sepertinya sudah sangat akrab dengan Ki Gede....tapi lagi.. diujung halaman diperkenalkan kembali oleh Ki Jagabaya.....ah sudalah hujanpun sudah berhenti pula.....
BalasHapusMatur nuwun sanget Mbah Man....
"Rara Anjani" desah Ki Bango Lamatan...engkaulah guru yang mengajarkan aku pada sosok wanita, dan engkau pulalah yang telah membuka pliridan hatiku untuk mengenal cinta ...
Hapussepertinya dibuat scene terbalik....berawal dari akhir
HapusJadi baca dari bawah keatas dan cara baca dari kanan kekiri....ujung ujungnya Ki Bango Lamatan yang dibisiki oleh Ki Lurah..."Tidurlah Ki Bango Lamatan dan bermimpilah bertemu Rara Anyani sebelum jadi putriman Ki RAS....tepatnya Ki Rangga Adiwa Swarna....hehehe...pasti ono sing jebreti lawang sangking nesune ..gayamu!!! ...mblayuuu
HapusMatur nuwun sanget mbah man wedaranipun .... banjir di rumah tp ada wedaran jadi buat temen bans ... mudah mudahan banjir wedaran juga
BalasHapusmatur nuwun mbah Man
BalasHapusMatur nuwun Mbah Man ..... “Buwenging bawana gung mung kacekan lepasing wardaya,” ..... tetap semangat !
BalasHapusAlhamdulillah, buka pintu pringgitan....eh, ada rontal siap saji. Matur nuwuuun.... Mbah_Man.
BalasHapusTernyata Bango Lamatan dg aji panglimunannya.
BalasHapusTernyata Bango Lamatan dg aji panglimunannya.
BalasHapusTernyata Bango Lamatan dg aji panglimunannya.
BalasHapusTombo nenggo surute banjir di bekasi
BalasHapusIkut prihatin semoga cepat surut nggih....
HapusMungkin kalau nyoblos nomor loro " Ditanggung tidak banjir" sesuai slogan kampanyene....hehehe
perasaan kok wes suwi ora krungu suarane MENTRIK neng padepokan iki.... opo podho wedi didadhekke putri triman....
BalasHapuskalau memang iya... kulo pesen setunggal hehehe.....
Aktif nyimak selalu ki BK..sugeng ndalu kagem para kadang
Hapussugeng enjang jeng Rien ...
HapusMantab,,ditenggo lajenganipun,,matur suwun Mbah Man,
BalasHapusMasih di STSD 0212 situasi damai dan kondusif. Matur nuwun Mbah_Man, situasi Mataram spt ini tidak lepas dari peran sampean.🙏🙏🙏
BalasHapusMatur nuwun mbah_man, manteep...
BalasHapusMatur nuwun Mbah Man atas wedarannya
BalasHapuscoba 1 rontal/hari ..koyone gayeng tenan
BalasHapusSTSD 212 tayang tgl 21 Februari 2017
HapusSTSD 213 akan tayang tgl 21 Maret 2017
STSD 214 akan tayang tgl 21 April 2017
Dst...
Jadi pas 1 rontal/hari..hehehe
“Dunia anak muda memang menggairahkan, apalagi kalau sudah menyangkut masalah asmara,” berkata Ki Bango Lamatan dalam hati. Walaupun Ki Bango Lamatan sendiri semasa mudanya tidak begitu tertarik dengan perempuan, namun di usianya yang sudah mendekati senja, hati Ki Bango Lamatan justru telah tertarik kepada seorang perempuan muda yang sangat cantik.
BalasHapus“Raisa Andriana,” desah Ki Bango Lamatan dalam hati menyebut sebuah nama sambil menengadahkan wajahnya. Sekilas dipandanginya awan gelap yang masih bergelantungan di langit. Terbayang di rongga matanya seraut wajah perempuan muda cantik jelita bersuara merdu yang kini sedang manggung di festival Jazz Candi Pari Jenggala-Kahuripan.
ngapunten Mbah....
mblayu....🏃🏃🏃🏃
Oh Raisa aku raiso menggapaimu karena Hamish sudah ada disampingmu....hanya Pak Triman lah yang baik dan rela memberi putrinya padaku sebagai putri triman...
HapusHadir 222, ini baru angka pilihan. Tetap semangat, juga tetap bersabar.
BalasHapusTerima Kasih Mbah Man
BalasHapus