Ki Gede mengangguk-anggukkan
kepalanya sambil memandangi satu persatu orang-orang yang disebut Ki Jagabaya.
Dalam hati Ki Gede mulai menduga-duga. Mungkinkah orang bertopeng yang
menemuinya sore tadi itu adalah salah satu dari mereka?
Namun pertanyaan itu masih
disimpannya saja di dalam hati. Suatu saat nanti jika waktunya telah tiba,
segala sesuatunya pasti akan terungkap.
Ketika pandangan mata Ki
Gede menatap wajah Ki Rangga Agung Sedayu, sejenak Pemimpin tertinggi Tanah
Perdikan Matesih itu mengerutkan keningnya. Ada sebuah kesan tersendiri begitu
ki Gede Menatap mata Ki Rangga, sepasang mata yang terlihat sangat meyakinkan,
penuh percaya diri namun tidak tersirat sedikit pun sifat adigang, adigung, adiguna.
Sedangkan Ki Rangga yang
menyadari dirinya sedang di perhatikan menjadi berdebar-debar. Apakah Ki Gede
mencurigainya? Ki Rangga memang sengaja memperkenalkan dirinya sebagai Ki
Sedayu, nama dirinya yang sebenarnya tanpa menyertakan pangkat keprajuritannya.
“Ki Gede,” berkata Ki
Jagabaya kemudian membuyarkan lamunan Ki Gede, “Para sahabat kita ini bersedia
untuk membantu Ki Gede dalam mengatasi permasalahan yang sedang terjadi di Perdikan
Matesih.”
Untuk sejenak Ki Gede masih
terlihat ragu-ragu. Entah apa yang terlintas di dalam benaknya. Namun akhirnya
Ki Gede pun berkata, “Ki Sanak berlima. Aku tidak peduli siapakah Ki sanak
berlima ini sebenarnya. Jika Ki sanak berlima ini ternyata adalah para petugas
sandi dari Mataram, aku malah bersyukur. Tanah Perdikan Matesih memang sedang
menghadapi sebuah permasalahan yang besar. Aku katakan masalah ini sangat besar
karena menyangkut masa depan Tanah Perdikan Matesih ini sendiri,” Ki Gede
berhenti sebentar untuk mengambil nafas. Lanjutnya kemudian, “Aku menganggap
permasalahan ini besar karena jika Mataram telah mengetahui kegiatan di
Perdikan Matesih dan dari pihak Mataram kurang mendapatkan keterangan yang
memadai, Perdikan Matesih ini akan dianggap sedang mempersiapkan diri dalam sebuah
kegiatan makar terhadap Mataram.”
Hampir bersamaan mereka yang
hadir di ruangan itu mengangguk-anggukkan kepala mereka. Perbuatan makar
terhadap sebuah pemerintahan yang syah akan dapat mengakibatkan hancurnya masa
depan Tanah Perdikan Matesih itu sendiri.
Namun lamunan Ki Gede itu
menjadi terputus ketika tiba-tiba saja terdengar Ki Bango Lamatan yang sedang
berjalan di sebelahnya itu bertanya, “Ki Gede, sungai ini sudah mulai
menyempit. Apakah tidak sebaiknya kita naik ke tanggul?”
Ki Gede tidak segera
menjawab. Diamat-amatinya pohon Lo yang tumbuh di tebing sungai sebelah kiri.
Pohon Lo itu tumbuh menjulang tinggi dan terlihat bagaikan raksasa yang sedang
berdiri di tengah kegelapan malam.
“Setelah pohon Lo ini, beberapa puluh langkah lagi sungai akan
membelok ke kanan,” jawab Ki Gede kemudian, “Kita akan naik ke atas tanggul
setelah melewati kelokan itu.”
Ki Bango Lamatan tampak
mengangguk-angguk. Keduanya pun kemudian segera meneruskan langkah mereka.
Demikianlah, setelah melewati
sebuah kelokan sungai yang tidak begitu tajam, mereka berdua segera mendaki tanggul
sebelah kanan sungai yang cukup landai. Begitu mereka muncul di atas tanggul,
beberapa ratus tombak di hadapan mereka telah
terbentang padukuhan induk Tanah Perdikan Matesih. Dalam kegelapan malam, tampak padukuhan induk Tanah Perdikan Matesih
itu bagaikan raksasa yang sedang tidur lelap.
“Marilah,” berkata Ki Gede
kemudian, “Kita berjalan agak melingkar untuk menghindari para peronda. Dalam keadaan
seperti ini, kita belum tahu mana yang bisa menjadi kawan dan mana yang justru
akan menjadi lawan.”
Ki Bango Lamatan tidak
menjawab. Hanya kepalanya saja yang terlihat terangguk-angguk.
Dalam pada itu, malam telah
mencapai puncaknya. Para peronda di gardu-gardu telah memukul kentongan dengan
nada dara muluk. Sementara itu di banjar padukuhan Klangon, Ki Waskita tampak masih
bercakap-cakap dengan Ki Rangga Agung Sedayu di pringgitan. Sedangkan Ki
Jayaraga dan Glagah Putih telah masuk ke ruang dalam untuk beristirahat.
“Ngger,” berkata Ki Waskita
kemudian setelah meneguk wedang sere yang sudah dingin, “Ki Gede Matesih memang
sedang dalam bahaya, bahaya yang mengancam Tanah Perdikannya maupun bahaya yang
mengancam keluarganya.”
Sejenak Ki Rangga termenung.
Berbagai pertimbangan sedang hilir-mudik dalam benaknya. Tugas yang diemban
mereka berlima dari Ki Patih Mandaraka ternyata tidak sesederhana seperti yang mereka bayangkan sebelumnya. Walaupun
mereka menyadari, tugas menggempur perguruan Sapta Dhahana tentu memerlukan
perhitungan yang cermat serta kekuatan yang memadai. Namun ternyata permasalahan
itu sudah berkembang sedemikian jauhnya. Pengaruh orang-orang yang menyebut
dirinya Trah Sekar Seda Lepen itu sudah menyebar sampai di Tanah Perdikan
Matesih dan padukuhan-padukuhan sekitarnya.
“Ki Waskita,” akhirnya Ki
Rangga membuka suaranya, “Menurut pertimbanganku. Apakah tidak sebaiknya kita
langsung saja menghancurkan sumber masalah itu? Sebagaimana yang telah kita
pertimbangkan sebelumnya, kita secara diam-diam akan memasuki Perguruan Sapta
Dhahana dan kemudian memancing para pemimpinnya untuk berperang tanding. Terutama
pemimpin perguruan Sapta Dhahana yang memang merasa mempunyai urusan denganku.”
“Memang demikian sebaiknya
ngger,” jawab Ki Waskita, “Aku percaya jika Ki Jayaraga dan Ki Bango lamatan
berdua akan mampu menebarkan sirep yang sangat tajam sehingga tidak akan banyak
murid-murid perguruan Sapta Dhahana yang akan terlibat,” Ki Waskita berhenti sejenak.
Lanjutnya kemudian, “Dengan demikian kita akan berurusan hanya dengan
orang-orang yang mempunyai kelebihan. Namun yang menjadi persoalannya sekarang
adalah, kita tidak tahu kapan mereka semua akan berkumpul di padepokan Sapta Dhahana,
terutama orang yang menyebut dirinya Trah Sekar Seda Lepen itu. Seperti yang
telah disampaikan oleh Ki Gede Matesih beberapa saat yang lalu, adik orang yang
mengaku Trah sekar Seda Lepen itu sekarang bertempat tinggal di Perdikan
Matesih. Sedangkan Raden Wirasena sendiri menurut keterangan Ki Gede belum
pernah menampakkan dirinya sama sekali sampai saat ini.”
Kembali Ki Rangga termenung.
Jika memungkinkan memang sebaiknya mereka menggempur padepokan Sapta Dhahana
itu pada saat semua orang yang berkepentingan sedang berkumpul, walaupun dengan
demikian kekuatan mereka akan menjadi diluar dugaan.
Matur nuwun mbah man nomer setunggal
BalasHapusMatur nuwun mbah man.. Tambah penasaran.
BalasHapusMatur nuwun mbah Man, ba'da magrib kedawan rontal
BalasHapusMatur nuwun Mbah Man nomer setunggal tambah penasaran ba'da magrib kedawan rontal🙏🙏
BalasHapusHiks....judule menggabungkan kata nggih ki..
HapusHehehe...Nyi Rien hadir toh...nggih nyi ngapunten...kulo kehilangan kata kata...🙏
HapusThanks
BalasHapusTank
BalasHapusTank
BalasHapusTank
BalasHapusDalam pada itu, seseorang berlari-lari di pematang sampai menemukan parit. Dengan tergesa-gesa orang tersebut turun dan tiba-tiba berjongkok di tepi parit.
BalasHapusDia mencoba mengeluarkan hajatnya pelan-pelan sambil melantunkan sebuah tembang, Kali Kedua, begitu judul tembang tersebut yang selama ini terkenal dilantunkan oleh pesinden cantik jelita, Raisa dengan irama macapat asmaradana.
Saking asyiknya melamunkan sang pesinden dia tidak menyadari ada seseorang yang menempelkan selembar rontal di punggungnya. Keringat dingin mulai mengaliri tengkuk orang tersebut ketika sadar ada sesuatu nempel di punggungnya. Tanpa menoleh pelan-pelan diraba dan diambilnya rontal tersebut.
Terhenyak orang itu begitu membaca bagian atas rontal ," Hah ?! STSD 02_14 ?! " .
Dia langsung meloncat dan berlari menuju pedukuhan induk. .................................,.........................................
LUPA KALAU HAJATNYA BELUM TUNTAS.
Cerpen ini bagus dan punya semangat tinggi untuk menggogrokan lontar...bukan begitu Ki Bhre ...mari kita buktikan dengan membaca dari kiri kekanan yang bagian akhir berhuruf capital....
HapusTUNTAS BELUM HAJATNYA KALAU LUPA.....cebok dulu hehe...
Hehehehelm...helm....semangat Ki Bhre kahuripan..✌✌
namun sayang Ki Lurah... sampe wayah srengenge lingsir ngulon.... blm juga bisa nggogrok rontal.....
Hapusnanti saya akan bikin cerpen lagi... sambungan dari telik sandi yg lupa cebok diatas.
Monggo Ki Bhre mungkin telik sandi yang lupa cebok, lebih sakti dari Ki Bango Lamatan yang bisa menghilang, karena telik sandi yang lupa cebok justru bisa membuat musuh-musuhnya yang menghilang....memang aneh-aneh ilmu orang Mataram.....hehehe
HapusLupa hajatnya belum tuntas, lupa pula belum membersihkannya. Cuma karena kecanduan membaca rontalnya Mbah_Man dia tidak perduli semua itu.....
BalasHapusUupss!!!...jangan sampai ada penistaan rontal...apapun yang dibaca diri kia harus bersih, banyak tulisan berupa larangan seperti "no smoking area" yang artinya "jangan buang sampah sembarangan"...jadi perduli kebersihan harus diutamakan....dan berwudhulah sebelum sholat...hehehe
HapusHehehe..... lupa, kebersihan sebagian dari iman. Kebetulan lagi banyak air bisa wudhu sepuasnya di tempat banjir, betul?
Hapus...setuju sekali Ki Rangga Adiwa Swarna....
Hapus1.berkumur....isyarat agar makanan dan omongan kita senantiasa terjaga
2.basuh tangan kita...bersihkan dari perbuatan mengetik yang tidak berguna...
.......
......
.......
Luruskan niat dan Iman kita.....
....ahh sorryngelanturbuanget.hehehe...
Wudhu sepuasnya di tempat banjir?? itu berenang namanya Ki Zaini,... berwudhulah diair yang bersih agar lebih afdhol setelah itu sholatlah sepuas dari yang sunah sampai yang wajib niscaya akan banjir pahala....bukan begitu Ki Dandang Wesi.... (kutum sebelum tidur) ....hehehelm...helm🙏🙏
HapusHei!!!....Ki Dik Har...baru mencungul...hehehe
HapusMemang Ki RAS tidak tersirat sedikitpun Adigang,Adigung,Adiguna hanya Adiwaswa yang cengengesan...hihihi
Hadir, matur nuwun Mbah Man, ternyata kemarin wayah surup ada wedaran ..... tetap semangat !
BalasHapusworo - woro
BalasHapuswektu wedaran disesuaikan dengan wektu srengenge slulup
Lakune adus bareng metune srengenge,sawise adus nuli mandeg srengenge....jangan lupa sambil berdoa...hehehe
HapusMatur-nuwun mBah-Man, atas Wedaran kemarin sore.
BalasHapusmatur nuwun mbah man wedarannya kemarin ... baru mampir lihat wedaran di taman bacaan ...
BalasHapusAh..Ki DP dan Ki Widi komentarnya kompak sekali ....hehehelm
HapusKompak selalu atau selalu kompak Ki Adiwaswa ? hehehehe yg penting semangaaaaat
HapusMatur nuwun mbah man
BalasHapusSemangat 23217.... hadir.
BalasHapusSemangat 23217.... hadir.
BalasHapusSemangat 23217.... hadir.
BalasHapusItu info dari Ki Zaini...jumlah yang hadir demo 212 kemarin lusa..mas Aryo....bukan begitu Ki Zaini....
HapusBukan... bukan... "itu tanggal hari ini??!!"... begitu!!! seru bayangan semu yang sudah dihapus tapi masih bisa dibaca..."komentar ini sudah dihapus oleh pengarangnya"..
Memang lebih baik dibiarkan saja double, karena kalau dihapus malah ga enak dibaca bayangan semunya....pengarang nulis koq selalu double????....✌✌😆😆
saya malah mengharap tripple terus tiap hari .. semoga lurus dg jumlah wedaran
HapusMatur nuwun mbah_man, nambah yuk...hehe
BalasHapuswayah srengenge slulup.....tpi koq rung ono wedaran yo
BalasHapustutuge suk jemuwah kliwon.
BalasHapusmampir taman bacan abis magrib ..... siapa tahu ada wedaran seperti kemarin di jam mendekati magrib ...
BalasHapusSedih rasanya komen selalu dobelan tanpa disengaja. Sudah dihapus masih membekas. Tapi ga apa" yg penting rontal tetap diwedar.
BalasHapuskalau rontal saja diwedarnya bisa dobel, komen juga ga mau kalah dobel juga ...😀
HapusSugeng enjang sedanten .... habis subuh mampir taman bacaan .. jemuah barokah semoga ada wedaran hari ini
BalasHapusMamanise tyas resep migati
BalasHapusIng pangulah mring reh karsarjanan
Anetepi ing ugere
Jenengireng tumuwuh
Sinung tengran budi mumpuni
Dera Sang Amurwengrat
Ngumala sumunu
Tumrap ing jagad lir surya
Nyunyunari niskara sesining bumi
Kang nyata lan kang samar.
Hadir, Jum'at Barakah ..... tetap semangat !
BalasHapusinguk''...masih seperti yang kemarin.
BalasHapusAh..pastine bedo Ki Widi...kemarin hujanya muter-muter, hari ini panase seng muter-muter..saatne dodolan dawet pastine laris saiki.....opo meneh rontal gogrok...weih adem tenan...
Hapussama aja kok ki Adiw,cuma letaknya yang pindah''. sekarang mendungnya ada di utara Jawa. Harapannya ya tidak banjir air, klo rontal bolehlah. mungkin minggu depan.semoga mBah-Man dalam kondisi sehat selalu.Aamiin.
BalasHapusTerima Kasih Mbah Man
BalasHapus