Dalam pada itu Ki Gede
Matesih dan pasukan pengawalnya telah tiba di kaki bukit tidar dan mulai
mendaki ke atas. Samar-samar dalam keremangan pagi gerbang padepokan Sapta
Dhahana sudah mulai terlihat.
“Cepat..!” seru Ki Gede
Matesih sambil mengangkat tombak pendek di tangan kanannya tinggi-tinggi.
Mendengar perintah
pemimpinnya, dengan segera para pengawal mempercepat lari mereka. Sambil menghunus
senjata masing-masing, para pengawal itupun telah bersorak-sorai sambil
mengacu-acukan senjata mereka.
Dalam pada itu, Ki Kamituwa
dan pasukan pengawalnya ternyata telah mampu memperpendek jarak dengan pasukan
di depannya. Mereka pun kemudian segera bergabung menjadi satu dengan pasukan
pengawal Ki Gede Matesih. Sorak sorai pasukan yang telah bergabung itu pun
terdengar semakin membahana merobek udara padi di gunung Tidar. Sementara
dengan perlahan cahaya fajar di langit timur
mulai membayang. Burung-burung pun berkicau dengan riangnya menyambut
kedatangan sinar Matahari yang pertama kali menyentuh bumi.
Ketika sinar Matahari yang
pertama kemudian telah menyentuh regol padepokan Sapta Dhahana, beberapa
cantrik yang sedang terlelap tidur di regol depan karena pengaruh sirep mulai
tampak tersadar. Salah seorang yang mempunyai kemampuan melebihi kawan-kawannya
ternyata telah mulai menggeliat dan
membuka matanya.
Memang kantuk itu rasa-rasanya masih bergelayut di
pelupuk matanya. Namun ketika kesadaran mulai memasuki otaknya, sebagai seorang
cantrik yang sedang mengemban tugas jaga di regol depan, dia segera menyadari
keadaannya.
“He?!” seru cantrik itu
sambil terlonjak kaget demi mendapatkan dirinya tidur bersandaran pintu gerbang
yang setengah terbuka, “Apa yang terjadi?”
Belum sempat dia menyadari
keadaan sepenuhnya, lamat-lamat telinganya mendengar suara riuh rendah dari
lereng bukit Tidar yang menuju ke gerbang padepokan.
Ketika dia kemudian dengan
tergesa-gesa bangkit berdiri dan memalingkan wajahnya ke arah kaki bukit, dalam
keremangan cahaya pagi tampak sepasukan orang-orang bersenjata lengkap
sedang berlari-larian mendaki lereng bukit Tidar yang tidak begitu terjal.
“Gila! Siapakah mereka
sebenarnya?” geram cantrik itu
Namun cantrik itu segera
tanggap. Tidak ada waktu lagi untuk membangunkan para cantrik yang sedang
bertugas jaga itu satu-persatu. Dengan cepat dia segera berlari ke arah
kentongan yang tergantung di ujung gardu di sebelah regol. Tanpa membuang
waktu, kentongan itu pun kemudian dipukulnya dengan nada titir.
Sejenak kemudian, suara
titir pun telah menggema memenuhi udara pegunungan Tidar.
Beberapa cantrik yang
berjaga di regol depan pun segera terbangun. Untuk beberapa saat sebagian dari
mereka memang masih tampak kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa .
“Tutup pintu gerbang!!” tiba-tiba
terdengar teriakan cantrik yang pertama kali terbangun itu sambil terus
membunyikan kentongan, “Sebagian cantrik segera pergi ke barak! Bangunkan semua cantrik! Padepokan sedang
dalam bahaya! Musuh sudah di depan mata..!”
Ternyata para cantrik itu
justru telah menjadi bingung begitu mendengar perintah yang bertubi-tubi itu.
Namun salah seorang cantrik yang bertubuh kurus dengan cekatan segera berlari
ke regol untuk mendorong pintu gerbang.
“Bantu aku!” teriaknya
kemudian sambil terus mendorong pintu gerbang yang cukup tinggi dan lebar itu.
Dua orang cantrik segera
meloncat dan membantu mendorong pintu gerbang. Sekilas di antara daun pintu
gerbang yang hampir tertutup itu, mereka masih sempat melihat pasukan yang
cukup besar dengan senjata lengkap tampak sedang berlari-larian mendaki lereng.
Suara mereka terdengar seperti suara segerombolan lebah yang sedang marah.
Senjata mereka yang teracu-acu mendebarkan jantung tampak berkilat-kilat tertimpa sinar matahari pagi.
“Cepat!” teriak cantrik yang
bertubuh kurus itu memberi aba-aba kawan-kawannya.
Sejenak kemudian pintu
gerbang regol depan padepokan itupun telah tertutup rapat dan diselarak kuat-kuat
dari dalam. Sementara dua orang cantrik segera bersiap untuk berlari ke barak
membangunkan para cantrik yang lain.
Namun suara kentongan dalam
nada titir itu ternyata telah membangunkan mereka. Beberapa cantrik yang telah
terbangun segera menyambar senjata mereka masing-masing. Sebelum dua orang
cantrik yang bertugas jaga di regol depan itu berangkat ke barak-barak, tampak
dari arah belakang bangunan induk padepokan, beberapa cantrik dengan senjata
terhunus sedang berlarian menuju ke halaman depan padepokan.
Matur nuwun Ki Haji Panembahan Mandaraka ..... tetap semangat !
BalasHapusMatur nuwun sanget Mbah Man wedaranipun ... penasaran makin tinggi ... mudah mudahan segera ada wedaran lagi hehehe tombo penasaran Mbah ...
BalasHapusMatur nuwun sanget Mbah Man🙏
BalasHapusMatur nuwun, Mbah_Man. Para cantrik blm sempat sarapan pagi.... eh malah kedatangan densus 07_09... p a n i k jadinya.
BalasHapusAh Ki Zaini nglindur Mbah Man ngeposnya jam 14.58 masa belum sarapan pagi...mungkin makan siang juga kelupaan.. ...😆
HapusHahaha... itu yg belum sarapan cantrik"nya padepokan sapta dahana, Ki Adiwa. Mereka baru tersadar dari sirep.
HapusOh...seperti itu!!...ya kita berdoa saja agar tawuran antara penduduk Gunung Tidar dan Penduduk Matesih tidak banyak memakan korban, karena DenSusilo sebagai kepala desa gunung tidur ikut juga khawatir...
HapusAamiin.
Hapuspenasaran makin tinggi ...matur nuwun sanget Mbah Man wedaranipun ... mudah mudahan segera ada wedaran lagi hehehe tombo penasaran Mbah ...
BalasHapusAh..seandainya pemasaran yang makin tinggi...pasti untung besar ....hehehe
HapusMenejer marketingnya huebat, Tn. Gatra Bumi yg ahli membuat pliridan di masa kanak"nya dulu. Iya toh, Ki Adiwa?
Hapus😆😆😆😆
Hapussuwun mbahyai...
BalasHapusMatur nuwun wedaranipun mbah man... Dingapunten menawi mboten tumut komen ting episode 07_08 amergi saweg nganu...
BalasHapusMatur nuwun kiaine.....
BalasHapusMatur nuwun sanget Mbah Man,mantab.
BalasHapusTerima Kasih Mbah Man
BalasHapusMatur nuwun Kiai Haji Panembahan....
BalasHapusBaru 1 perang tanding yang selesai yakni Ki Rangga Agung Sedayu VS Ki Damar Sasongko, yang berakhir dengan tewasnya Pimpinan Perguruan Sapta Dhahana dan terluka parahnya Ki Rangga Agul2nya Mataram itu.
Haadirnya Pasukan Pengawal Perdikan Matesih di bawah Komando Ki Gede Matesih sepertinya akan menemui rintangan dengan tertutupnya regol padepokan.
Hemh...kira2 apa yang terjadi selanjutnya ya? Penasaran deh jadinya....
Masih menunggu info apakah Ki Damar Sasangka itu tewas karena berbenturan ilmu dengan Ki RAS atau dengan yang menolong Ki RAS yang sedang bersemedi..????
HapusDan pasukan Ki Gede Matesih dalam berangkat penyerangan memang banyak mendapat rintangan tapi semua itu berhasil dilalui berkat rantangan yang cukup memadai menunya sehingga segala rintangan seakan akan tidak berarti....
Ki Damar Sasangka berbenturan dg rekan sendiri demi mempertahankan gawang padepokannya. Turut berduka cita... 😔😔😔
HapusSugeng enjang.... nunggu rantangan, jauhkan rintangan. Maju terus Ki Gede Matesih.
HapusSugeng enjing to....
HapusMenu rantangan untuk menghancurkan rintangan
1.bothok mlanding
2.gudeg opor ayam
3.sambel goreng ati
4.krecek plus buntil daun talas
5.telor pindang
Yang paling membuat semangat Ratri anak Ki Gede yang menyajikan.....
6. iwak ingkung dodo menthok
Hapus😆😆😆😆👍👍
Hapus