Betapa desir yang sangat tajam
telah menggores jantung ki Waskita dan Glagah Putih. Walaupun Ki Waskita telah
diberi tahu keadaan Ki Rangga oleh seseorang yang menyebut dirinya Mas Santri
beberapa saat yang lalu, namun dia belum melihat sendiri keadaan Ki Rangga yang
sesungguhnya.
Glagah Putih menggeram keras
untuk menghilangkan kegelisahan yang menggumpal di dalam dadanya. Ketika
terpandang kembali tubuh pemimpin perguruan Sapta Dhahana yang terbujur diam
selangkah di hadapannya, jantung Glagah Putih pun bagaikan meledak.
“Jika Kiai Damar Sasangka
yang telah mengetrapkan puncak aji sapta dhahana saja sekarang terbujur diam, bagaimana dengan
keadaan Kakang Agung Sedayu sendiri?” pertanyaan itu tiba-tiba saja melonjak di
dalam hatinya.
“Ki Waskita..!” teriak
Glagah Putih akhirnya untuk menghilangkan galau hatinya, “Ke arah manakah
Kakang Agung sedayu dibawa pergi? Aku akan menyusulnya..!”
Untuk beberapa saat ki
Waskita belum mampu menjawab. Serangan lawannya benar-benar menyulitkannya
untuk sekedar menjawab pertanyaan Glagah Putih. Dengan dahsyatnya lawan yang usianya jauh lebih muda darinya itu
menyerang dari segala penjuru.
Ketika Ki Waskita kemudian
mampu membebaskan dirinya dari kesulitan, dia segera menjawab pertanyaan Glagah
Putih, “Aku tidak tahu arah yang sebenarnya, Glagah Putih! Namun menurut
panggraitaku, kakangmu itu telah dibawa pergi ke arah utara!”
Begitu Ki Waskita selesai
berkata, Glagah Putih telah meloncat berlari menerobos lebatnya hutan sebelah
timur Gunung Tidar menuju ke arah utara.
Glagah Putih benar-benar
sudah tidak memperdulikan apapun yang terjadi di sekitarnya. Pikirannya hanya
tertuju kepada keselamatan kakak sepupunya itu.
“Di dalam padepokan masih
ada guru dan Ki Bango Lamatan,” berkata Glagah Putih kemudian dalam hati sambil
terus menerobos hutan yang cukup lebat, “Beliau berdua aku kira sudah lebih
dari cukup untuk membantu Ki Gede Matesih dan pasukan pengawalnya.”
Berpikir sampai disitu,
Glagah Putih semakin mempercepat perjalanannya. Sesekali dia harus merunduk
untuk menghindari sulur-sulur pepohonan yang bergayut rendah. Bahkan dia
kadang-kadang harus meloncati dan meniti batang-batang pohon hutan yang tumbang
silang melintang.
“Mungkin di tempat ini
pernah melanda puting beliung atau angin puyuh sehingga banyak pohon-pohon
besar yang tumbang,” membatin Glagah Putih sambil terus bergerak maju.
Dalam pada itu, matahari
benar-benar telah terbit di ufuk timur. Namun sinarnya belum mampu menembus
lebatnya hutan yang membujur dari arah
timur sampai utara lereng gunung Tidar. Hanya pantulan cahaya Matahari di langit yang cerah yang membuat hutan itu
menjadi sedikit terang.
“Matahari telah terbit,”
gumam Glagah Putih sambil terus bergerak. Hatinya benar-benar telah dicengkam
oleh kegelisahan yang tiada taranya.
Dalam pada itu Ki Gede
Matesih dan pasukan pengawalnya telah tertahan di depan pintu gerbang padepokan
Sapta Dhahana yang tinggi dan terlihat sangat kokoh.
Beberapa puluh langkah
sebelum mencapai pintu gerbang, Ki Gede segera mengangkat tombak pendek di
tangan kanannya tinggi-tinggi. Pasukan pengawal perdikan Matesih pun segera
menghentikan langkah.
Ki Kamituwa segera melangkah mendekati Ki
Gede.
“Ki Gede,” bertanya ki
Kamituwa kemudian, “Apakah Ki Gede mempunyai rencana?”
Sejenak Ki Gede mengamati
pintu gerbang yang tertutup rapat beberapa puluh langkah di hadapannya. Jawabnya
kemudian, “Kita harus mampu membuka paksa pintu gerbang itu. Namun kita juga pertimbangkan
korban yang mungkin akan berjatuhan jika
kita terlalu memaksakan.”
Ki Kamituwa menarik nafas
dalam sambil mengernyitkan keningnya. Tanpa sadar pandangan matanya mengarah ke
pintu gerbang yang tinggi dan kokoh itu.
“Ki Gede,” berkata Ki
Kamituwa kemudian, “Apakah tidak sebaiknya kita mempergunakan sebatang pohon
yang cukup besar untuk menggedor pintu gerbang itu?”
Ki Gede tampak menganggukkan
kepalanya. Jawabnya kemudian, “Kemungkinan itu bisa dicoba. Sementara para
pengawal dapat melindungi mereka yang memanggul batang pohon itu dengan perisai
mereka.”
Ki Kamituwa
mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum. Namun baru saja Ki Kamituwa
berpaling ke belakang untuk memerintahkan beberapa pengawal menebang pohon yang
cukup besar, mereka telah dikejutkan oleh berpuluh anak panah dan lembing yang
meluncur dari atas dinding padepokan.
Namun dengan tangkasnya para
pengawal yang membawa perisai segera mendesak ke depan. Sebelum anak-anak panah
dan lembing itu mengenai salah satu dari mereka, dinding perisai telah
terbentuk di depan pasukan.
Ki Gede mengeram. Ternyata memasuki
padepokan Sapta Dhahana tidak semudah
yang mereka bayangkan. Menurut penuturan Ki Ajar Mintaraga sebelum mereka
berangkat, para cantrik penghuni padepokan sedang terlelap oleh pengaruh sirep.
Namun agaknya kedatangan pasukan pengawal itu agak sedikit terlambat sehingga
kini para penghuni padepokan telah sadar sepenuhnya dengan apa yang sedang
terjadi.
Hampir saja Ki Gede
memerintahkan untuk membalas serangan itu. Namu ketika Ki Gede mengamati dengan
seksama lawan yang berada di atas dinding, jantung ki Gede rasa-rasanya akan
meledak.
Ternyata dengan sangat
cerdiknya para penghuni padepokan itu tidak berdiri di atas dinding sambil
melemparkan anak panah dan lembing. Mereka hanya sekilas terlihat muncul di
atas dinding untuk melemparkan anak panah dan lembing kemudian menghilang di
balik dinding. Dengan demikian pasukan pengawal Matesih akan kesulitan untuk
balas menyerang.
Wajar Glagah Putih mengkhawatirkan keadaan Ki RAS, karna belum ada yg mewartakan kepadanya kondisi Ki RAS sampai pada rontal ini diwedar.
BalasHapusSekali lagi... matur nuwun sanget, Mbah_Man.
Maturnuwun mbah Man...
BalasHapusDobelan wedarannya...
Mbah Man memang Top....
Matur nnuwun Mbah_Man...
BalasHapusDobelan wedarannya...
.................
Mohon maaf.....belum bisa menuliskan komentar panjang....
......masih "TAPAMBISU" tirakatan hari santri....bertobat nasional.....
......hehehe.......
Salam,
Mang Ojak.
Biasanya kalau sehabis tapambisu banyak2 minum dawet sembari test suara ....satu...satu...dua...dua...tiga...tiga....test...test....ting...ting....dawet ayu ting ting test ting.😆.
Hapussaya ya mau dawet ,,, saya mau duaaa
HapusMinum dawet.... eh jadi sariawan, membisu lagi deh... susah makan.... lalu sekalian mutih.... eng... ing...eng.😄😄
HapusLuluran saja Ki Zaini kalau mau mutih...😆
HapusAlhamdulillah robbil alamin....matur nuwun sanget Mbah Man wadaranipun....ternyata Mbah Man juga bisa membuat double-an komentar....👍🙏😆
BalasHapusMatur nuwun dobelan wedarannya Mbah Man, buat para cantrik mentrik semuanya, selamat hari cantrik nasional ehhh... hari santri nasional.
BalasHapusAlhamdulillah. Terima kasih mbah Man
BalasHapusMatur nuwun sanget mbah Man, dobelan wedaranipun.
BalasHapusMatur nuwun sanget mbah Man, dobelan wedaranipun.
BalasHapusSugeng dalu.. Maturnuwun mbah Man, Salam sehat selalu
BalasHapussuwun mbah...
BalasHapusMatur nuwun Mbah Man, ternyata kemarin ada dobelan ..... tetap semangat !
BalasHapusMatur nuwun nggih mBah Man atas doble wedharan rontalnya. TOP bin mantaps...
BalasHapusmatur suwun mBah.....minggu ra tilik gandhok....jebul ono dobelan
BalasHapus*biasane ra ono wedaran minggu2
Ono wedaran salah ora ono wedaran salah...koyo bahasaperine "kowe siji aku siji" 😆😆
Hapusora salah...mung nek iso dipakemke
HapusMesti ganti disc brike ben pakem saiki mesih nganggo rem tromol Ki....😆😆🙏
HapusLebih pakem rem dutrap, Ki Adiwa. Rem pit zaman biyen.... 🤗🥂
HapusHemh... Kira2 bagaimana ya, kesudahan pertempuran Ki Waskita, Ki Jayaraga dan Ki Bango Lamatan yang masih berlangsung? Pun apakah akhirnya Ki Gede Matesih bisa memasuki Padepokan Sapta Dhahana? Seperti pemikiran Ki Waskita, Glagah Putih saat itu adalah satu-satunya orang yang paling mungkin membantu membuka pintu gerbang padepokan. Tapi ternyata Anak laki2 Ki Widura itu lebih mengkhawatirkan nasib kakak sepupunya, Ki Rangga Agung Sedayu... Tambah mendebarkan... Hemhhhh....
BalasHapusmBah Man emang jagonya bikin para Canmen pada penaasaran... Heheheh...
Matur suwun sanget Mbah Man. Mantab
BalasHapusmenunggu lanjutan cerita sambil leyeh leyeh istirahat siang ....
BalasHapusBiasanya kalau menggunakan lift tidak ada angka 13. Tapi, inikan di depannya ada angka 07, jadi adalah 13nya walaupun agak gimana gitu....🤔🤔🤔
BalasHapusSehubungan dengan angka 13 itu banyak sekali mitosnya maka dengan sangat menyesal STSD 07_13 terpaksa diliwati dan ceritanya akan sedikit lompat dengan diawali kata....
HapusSementara itu setelah acara gelut sekesai di Gunung Tidar Ki Rangga Agung Sedayu langsung naik pangkat menjadi Tumenggung dan sekaligus menerima seserahan putri triman yang membuat suasana di Bukit Manoreh bercampur aduk suka dan dukanya....yang suka bisa bergembira ria dan yang duka bisa membuat angin prahara cinta yang terduakan...begitu kira kira sinopsis STSD 7_14 menurut lakon sakarepe dewe....hehehe ngapunten🙏🙏
Wedarane dobel, matur nuwun e ngge dobel ah ...
BalasHapusMaturnuwun Mbah Man atas wedaranippon.
BalasHapusMaturnuwun Mbah Man atas wedaranippon
BalasHapusApakah kira2 Glagah Putih dapat menemui tempat dimana Ki RAS dirawat???....karena sudah beberapa RS dikunjungi tidak tercantum nama Ki RAS....dan seandainya bertemu bagaimana sikap Glagah Putih terhadap Mas Santri yang ternyata si Sukra yang pandai mengaji, dimana waktu itu Sukra dengan mengaji ditengah hutan untuk memanggil Raden Mas Ransang yang sedang menuju Tegal tepatnya di daerah yang berhawa panas atau disebut Tegal kepanasan....
BalasHapusSukra!!!!?????....engkaukah itu???....
hmm Glagah Putih sekarang aku tidak lagi anak pliridan....
...dan jangan kau sentuh Ratri karena dia bagianku!!!....😆
Sukra!!!??? Engkaukah itu??? Bukan, aku sukro cap manyar!!!🦅 Selamat pagi 🙏
HapusSambil di sruput kopine... mantaf ... trimakasih dobel rontalnya mbah man ?
BalasHapus07-13 akan diwedar sebentar lgi.....ngenteni doro muluk ping 20
BalasHapus