“Ki Rangga,” berkata
Pangeran Pati kemudian begitu melihat Ki Rangga hanya diam termangu, “Kesalahan
yang kadang tidak kita sadari adalah, memberi harapan yang berlebih padahal
kita hanya berusaha menjalin sebuah tali persaudaraan. Semua itu harus dijelaskan
secara bijak agar tidak terjadi kesalah-pahaman di kemudian hari,” Pangeran Pati berhenti
sejenak. Lanjutnya kemudian, “Dalam hal Rara Anjani, aku tidak bisa menyalahkan
dia karena janji yang disampaikan Ki Rangga sudah jelas. Jika Ki Rangga keluar
sebagai pemenang dalam perang tanding itu, Ki Rangga akan membawanya ke
Menoreh. Semua orang pasti paham dengan maksud yang terkandung dalam janji itu.
Tidak mungkin dengan membawa Rara Anjani ke Menoreh kemudian Ki Rangga akan
menempatkannya di sembarang tempat, di gardu peronda atau di banjar padukuhan
misalnya. Semua orang tentu maklum bahwa Ki Rangga secara tidak langsung telah
berjanji untuk mengambil Rara Anjani sebagai istri.”
Jika saja ada guntur yang
meledak di langit saat itu, tentu Ki Rangga tidak akan sekaget mendengar
kata-kata pewaris Mataram itu. Betapa penyesalan telah merajam hatinya atas
keterlanjuran sikapnya ketika menghadapi
perang tanding dengan murid perguruan Tal Pitu itu. Seharusnya dia tidak perlu
mengikut sertakan Rara Anjani sebagai persyaratan dalam perang tanding itu.
Namun semua itu sudah
menjadi masa lalu, dan kini Rara Anjani telah menjadi selir pangeran Pati. Maka
jawab Ki Rangga kemudian sambil menyembah dalam-dalam, “Mohon ampun Pangeran,
semua itu memang salah hamba. Hamba tidak mengira bahwa tanggapan Rara Anjani
menjadi begitu dalam atas persyaratan yang hamba minta dalam perang tanding
itu. Namun hamba kira semuanya kini telah berlalu dan Rara Anjani telah hidup
berbahagia di Ndalem Kapangeranan.”
“Siapa bilang Rara Anjani
telah hidup berbahagia?” sergah Pangeran Pati itu sedikit keras, “Aku
mengambilnya menjadi selirku karena aku tidak tahu dengan gamblang latar
belakangnya. Demikian juga Rara Anjani, dia menerima pinanganku dengan harapan
untuk membuka lembaran baru,” Pangeran Pati berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian,
“Namun seiring dengan berlalunya waktu, aku sering melihat Rara Anjani
termenung berlinang air mata di malam-malam yang sunyi. Kadang aku memergoki
Rara Anjani hampir seharian duduk di taman Ndalem Kapangeranan tanpa berbuat apa-apa, hanya berlinang air
mata dengan tatapan mata yang kosong menerawang ke kejauhan.”
Kali itu jantung Ki Rangga
bagaikan sebuah belanga yang jatuh di atas tanah berbatu-batu, hancur
berkeping-keping tak berbentuk lagi.
“Sudahlah Ki Rangga. Bukan maksudku
mengungkit masa lalu kalian berdua. Namun aku di sini merasa ikut bertanggung-jawab
atas masa depan Rara Anjani. Jujur saja, aku ingin melihat Rara Anjani meraih
kebahagian yang diimpikannya. Demikian juga
aku harap Ki Rangga menjadi laki-laki yang tangguh tanggon bukan hanya dalam
hal olah kanuragan jaya kawijayan saja, namun juga kuat dalam menjalani kehidupan bebrayan khususnya dalam membina
sebuah keluarga.”
Ki Rangga masih terdiam
belum berusaha menjawab. Hatinya telah teraduk-aduk oleh perasaan bersalah.
“Sekarang aku akan memberitahu
Ki Rangga, tentang rencanaku sehubungan dengan masa depan Rara Anjani” berkata
Pangeran Pati kemudian tanpa memperdulikan Ki Rangga yang terlihat semakin
gelisah, “Rara Anjani sekarang sedang mendapat karunia dari Yang Maha Agung
untuk mengemban amanahNYA. Dalam beberapa bulan kedepan jika Yang Maha Agung
mengijinkan, Rara Anjani akan segera melahirkan anakku, darah dagingku.”
Entah sudah untuk ke berapa
kalinya jantung Ki Rangga terkoyak-koyak. Namun senapati pasukan khusus itu
tetap bertahan dalam kediamannya.
“Setelah anakku lahir, aku
akan memberikan kebebasan kepada Rara Anjani,” berkata Pangeran Pati
selanjutnya yang membuat dada Ki Rangga semakin berdebar-debar. Lanjut Pangeran
Pati kemudian, “Jika Rara Anjani merasa tidak bahagia tinggal di Ndalem Kapangeranan, aku akan menawarkan kepadanya untuk menjadi Putri Triman.”
Jantung Ki Rangga kali ini
benar-benar meledak. Gemuruhnya terasa sampai ke dasar hatinya yang paling
dalam. Sejenak nafas kakak sepupu Glagah
Putih itu bagaikan tersumbat. Dia menyadari sepenuhnya, siapakah yang akan
menerima Rara Anjani itu nantinya sebagai Putri Triman.
“Yang akan mendapat
kehormatan menerima Putri Triman itu nantinya adalah seorang Tumenggung,”
berkata Pangeran Pati selanjutnya yang membuat Ki Rangga terlonjak. Tanpa sadar
Ki Rangga pun telah mengangkat wajahnya. Sementara Pangeran Pati pun segera
melanjutkan kata-katanya, “Seorang Tumenggung yang bergelar Tumenggung Ranakusuma,
yang mengandung makna bunga peperangan, karena selama ini namanya selalu harum
di setiap medan pertempuran.”
Untuk beberapa saat Ki
Rangga justru telah diam membeku. Dia tidak mengerti akan arah pembicaraan
Pangeran Pati. Sedangkan Pangeran Pati justru telah tersenyum melihat Ki Rangga
yang kebingungan itu.
“Penerimaan Putri Triman itu
nantinya akan digelar bersamaan dengan wisuda kenaikan pangkat seorang prajurit
yang berpangkat Rangga. Atas jasa-jasanya selama ini dalam menegakkan
panji-panji Mataram, dia akan dianugrahi pangkat menjadi Tumenggung dengan
gelar Tumenggung Ranakusuma.”
Dengan dada yang berdebaran
Ki Rangga mencoba memandang ke arah Pangeran Pati. Kali ini agaknya Pangeran Pati sudah tidak
sampai hati untuk berteka teki. Maka katanya kemudian, “Ki Rangga, sudah
menjadi ketetapan Ayahanda Prabu Hanyakrawati dan juga atas saran Eyang Buyut
Patih Mandaraka, sudah waktunya pasukan khusus yang berkedudukan di Menoreh
dipimpin oleh seorang Tumenggung, dan Ki Rangga akan segera diwisuda menjadi
Tumenggung dengan gelar Tumenggung Ranakusuma.”
Kali ini sekujur tubuh Ki
Rangga terasa dingin bagaikan diguyur banyu sewindu. Bahkan seluruh persendiannya
bagaikan terlepas satu-persatu. Ki Rangga benar-benar tidak menduga bahwa
dirinya akan mendapat anugrah diwisuda menjadi seorang Tumenggung. Namun yang
paling mendebarkan dari semua peristiwa yang rencananya akan dilaksanakan beberapa
bulan ke depan itu adalah hadiah Putri Triman itu.
“Ki Rangga.” berkata Pangeran Pati selanjutnya, “Nama
Tumenggung Ranakusuma itu adalah pilihan Ayahanda Prabu Hanyakrawati sendiri.
Apakah Ki Rangga mempunyai pilahan gelar tersendiri?”
Kalimat terakhir dari Pangeran
Pati itu barulah membangunkan Ki Rangga dari mimpi panjangnya. Dengan merangkapkan
kedua tangannya yang gemetar, Ki Rangga pun segera menghaturkan sembah sambil
menjawab, “Mohon beribu ampun Pangeran. Hamba hanya dapat mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga. Hamba tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang
Tumenggung.”
“Bagaimana dengan Putri
Triman itu?” bertanya Pangeran Pati kemudian dengan serta merta.
Untuk sesaat lidah Ki Rangga
bagaikan kelu. Namun Ki Rangga segera
menyadari bahwa titah seorang Pangeran Pati tidak mungkin ditolak. Maka jawabnya
kemudian sambil menyembah dan membungkuk dalam-dalam, “Hamba akan menjunjung
tinggi setiap titah dari paduka Pangeran Pati Mataram.”
Pangeran Pati tampak
tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya kemudian, “Ki Rangga,
semua yang kita bicarakan tadi masih bersifat rahasia. Belum ada yang
mengetahui rencana ini kecuali tiga orang, Ayahanda Prabu, Eyang Buyut Mandaraka dan aku sendiri. Sengaja hal ini aku sampaikan agar hatimu telah siap
sejak awal terutama tentang Rara Anjani,” Pangeran Pati berhenti sejenak.
Lanjutnya kemudian, “Bicarakanlah masalah ini dengan istrimu dari hati ke hati.
Jangan hanya menurutkan hawa nafsu saja. Ingat, laki-laki memang diciptakan untuk
mengatur perempuan namun bukan berarti kita berhak untuk memaksakan sebuah kehendak.”
Matur nuwun mbah
BalasHapusKalimat terakhirnya mantap mbah...
Ingat, laki-laki memang diciptakan untuk mengatur perempuan namun bukan berarti kita berhak untuk memaksakan sebuah kehendak.”
BalasHapusMatur-nuwun mBah-Man atas rontalnya,mau gak mau ,akhirnya mau juga...jalannya bagus ,mBah-Man.
BalasHapusBetul Ki Widi..baru sekesai diaspal kemarin jalannya...😆😆
HapusSolusi yang sangat jitu dari Mbah Man Ki Widiaxa.
BalasHapusTinggal nasib PW yang blm jelas
Ya Ki Tunjung, mBah-Man top markotop.
BalasHapusAkan tetapi, sebelum diserahkan pasti akan berliku dulukah? akhirnya apakah akan jadi madunya Sekar Mirah ? hanya mBah-Man yang tahu....
BalasHapusMatur nuwun mbah man.
BalasHapusmampir pas istirhat macul .... ada wedaran siap saji .... mbah man memang tooopp ..... matur nuwun mbah man
BalasHapusMatur nuwun sanget Mbah Man..🙏🙏 sangat mengharu birukan seperti kisah "Cintaku di kampus biru dan dibulaksumur menjadi saksi,karena jika cintaku tertolak akan menyemplungkan diri disumur"....
BalasHapusAkhirnya gagasan Anjani untuk kawin lari ditunda karena sempat nguping jadi putri Triman yang hadiahnya bukan kerbau dan sawah tapi gelar kepangkatan Tumenggung sesuai dengan jenjang pendidikan Prof.DR. Temenggung Ranakusuma SH,MM,Msc,Phd,dll...selamat berbahagia udah dapat jabatan dapat tambahan istri lagi....ahh nyaman sekali jadi tokoh utama....hehehe
Cerita bakal semakin ruwet. Masalah Rara Anjani, masalah tlatah Menoreh . . . . Akhirnya Ki RAS tidak tahan dan mengundurkan diri, pilih madeg pandhita . . . .
BalasHapusMatur nuwun Mbah Man, putri triman ? Nggak mau ah ..... tetap semangat !
BalasHapusJelas da mau kalau diberi putri Pakde Triman Srimulat...wis akeh buntute...hehehe
Hapusmengejutkan keputusan-keputusan para lakon ini, tmsk nanti mundurnya Ki Rangga dr keprajuritan dgn segala akibatnya
BalasHapusLama tak berkunjung telah jauh jalan cerita, membaca cerita yang terakhir, rasanya jadi berdebar2, Mbah mang sip mengurai utik jalan cerita
BalasHapusLama tak berkunjung telah jauh jalan cerita, membaca cerita yang terakhir, rasanya jadi berdebar2, Mbah mang sip mengurai utik jalan cerita
BalasHapusakhire AS iso neloni : SM, PW, RA...tinggal mateg aji kakang kawah adi ari2
BalasHapusSuwun mbah.....
BalasHapusSami sami...hati hati dijalan ya...ojo ngebut...hehehe
HapusMatur nuwun Mbah_man.....monggo ki tumenggung AS ditrimo wae...hehe
BalasHapusSugeng ndalu .... mudah2xan malam ini ada lanjutan cerita .... siapa tahu mbah man ngirim hadiah malem malem .... hehehehe
BalasHapusSemoga semuanya berakhir dengan baik. Gurih tenan ki Rangga AS.. Harta, Pangkat dan Wanita...
BalasHapus... gurrriiihh .... bahasane menggelitik ...heheheheh
Hapusjadi deg2 an tentang anjani, matur nuwun mbahman
BalasHapusGeng-sore ,inguk'' yang kesekian kali...
BalasHapusmugi'' mBah-Man sehat.Aamiin.
Terima Kasih Mbah Man
BalasHapus