Senin, 11 Maret 2019

STSD 13_06

Eyang Guru tersenyum sambil memandang wajah Raden Wirasena dan Soma berganti-ganti. Agaknya Eyang Guru berusaha menghilangkan kesan ketegangan itu dari wajahnya. Maka jawabnya kemudian, “Baiklah Raden, aku akan membasuh wajah dan kedua lenganku. Setelah itu kita meneruskan perjalanan.”
Demikianlah setelah Eyang Guru selesai membersihkan diri secukupnya, ketiga orang itu segera naik ke tanggul sungai yang tidak seberapa tinggi. Sejenak kemudian ketiga orang itu pun telah berderap kembali di atas kuda masing-masing.
Dalam pada itu, di hutan sebelah barat kaki bukit Tidar, di antara pepatnya pepohonan dan lebatnya gerumbul di pinggir hutan yang memisahkan hutan itu dengan sebuah gumuk kecil, tampak beberapa orang sedang berjaga-jaga.
Sebagian ada yang duduk-duduk di bawah pohon yang menjorok agak ke dalam sehingga terlindung dari pandangan luar, sebagian justru telah memanjat dan duduk di atas cabang-cabang pohon yang tinggi.
Di hadapan hutan sebelah barat kaki gunung Tidar itu terhampar tanah yang cukup luas dengan berbagai macam tanaman buah-buahan maupun pepohonan liar bercampur jadi satu. Agaknya tanah bera itu adalah bekas pategalan yang pernah digarap akan tetapi telah ditinggalkan oleh pemiliknya.
Tanah bekas pategalan itu sangat luas. Mungkin dulunya telah diolah oleh beberapa orang namun karena jauh dari sumber air, akhirnya ditinggalkan begitu saja.
Beberapa pohon buah-buahan yang sempat ditanam ternyata mampu bertahan dan tumbuh menjulang. Sedangkan berbagai jenis tanaman palawija yang diusahakan ternyata tidak menghasilkan panen yang memuaskan. Sebagai gantinya telah tumbuh gerumbul-gerumbul dan perdu liar serta tanaman menjalar yang menutupi hampir seluruh tanah bekas pategalan itu.
“Apakah engkau telah melihat sesuatu?” tiba-tiba terdengar suara seseorang bertanya dari bawah sebatang pohon besar yang digunakan oleh beberapa orang untuk mengawasi keadaan.
“Belum Kakang Bonggol,” jawab salah seorang yang sedang duduk-duduk di atas sebuah cabang pohon yang tinggi itu, “Sedari tadi kami terus mengamati keadaan dan belum terlihat tanda-tanda kakang Soma telah kembali.”
Orang yang dipanggil kakang Bonggol itu tampak mengerutkan keningnya dalam-dalam sambil berusaha mempertajam pandangan matanya. Namun yang terlihat di hadapannya hanyalah hamparan pategalan yang hampir berubah menjadi sebuah hutan kecil.
Untuk beberapa saat cantrik Bonggol masih berdiri termangu-mangu di bawah pohon itu. Baru setelah menarik nafas dalam-dalam dia pun kemudian melangkah pergi sambil berkata, “Terus amati keadaan. Menurut perhitunganku, jika Soma memang dapat menjumpai mereka, setelah Matahari tergelincir ke barat, barulah mereka akan memasuki daerah ini.”
Namun langkahnya tertegun ketika salah seorang anak buahnya yang berada di cabang paling tinggi telah berteriak, “Kakang Bonggol..!  Aku melihat tiga ekor kuda! Ya ..! Tiga ekor kuda sedang berpacu ke arah tempat ini!”
Dengan bergegas cantrik Bonggol segera berbalik dan melangkah ke tempat yang lebih terbuka. Namun karena tanah pategalan itu telah hampir menjadi sebuah hutan kecil, pandangan matanya terhalang oleh pepohonan dan gerumbul liar yang tumbuh menjulang tinggi.
Sedangkan beberapa orang yang berada di cabang yang rendah berusaha untuk memanjat lebih tinggi agar pandangan mata mereka tidak terhalang.
“Ya..! Aku juga melihatnya..!” tiba-tiba salah seorang dari mereka ikut berteriak.
“Tiga ekor kuda..!!” teriak yang lain tak kalah kerasnya.
“Ya..ya. aku juga telah melihatnya!!” timpal yang lain.
“Mereka keluar dari balik gumuk kecil itu..!!” seru orang pertama yang melihat ketiga penunggang kuda itu.
“Diam..!!” tiba-tiba terdengar cantrik Bonggol membentak keras sehingga telah mengejutkan anak buahnya yang sedang berada di atas pohon. Sementara beberapa orang yang tersebar di gerumbul dan batang-batang perdu telah tertarik dengan keributan itu dan melangkah mendekat.
“Ada apa ribut-ribut?” bertanya seorang yang berkumis tipis dan berjangggut jarang sesampainya dia di hadapan cantrik Bonggol.
Cantrik Bonggol berpaling sekilas. Jawabnya kemudian, “Para pengawas telah melihat tiga penunggang kuda dari balik gumuk kecil itu dan sedang berpacu ke tempat ini. Namun sikap mereka sungguh memuakkan. Berteriak-teriak seperti laku anjing-anjing pemburu yang melihat seekor pelanduk sembunyi dalam semak.”

Orang-orang yang sedang berada di atas pohon itu terdiam mendengar kata-kata cantrik yang dituakan diantara mereka. Sedangkan orang yang berkumir tipis dan berjanggut jarang itu telah mendongakkan kepalanya ke atas. Katanya kemudian, “Kalian para pengawas tidak selayaknya berbuat demikian. Kita belum tahu siapa yang datang. Segala sesuatunya harus dilakukan dalam keadaan senyap namun tetap dalam kesiap siagaan yang tinggi,” orang itu berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Nah, sekarang apakah kalian sudah dapat mengenali siapa mereka?”

8 komentar :

  1. Assalamu alaikum Panembahan.
    Alhamdulillah iseng2 ke taman, eh sdh ada wedaran. Terima kasih banyak Panembahan. Semoga sehat fan berbahagia selalu
    Aamiin YRA.

    BalasHapus
  2. Assalamu alaikum Panembahan.
    Alhamdulillah iseng2 ke taman, eh sdh ada wedaran. Terima kasih banyak Panembahan. Semoga sehat fan berbahagia selalu
    Aamiin YRA.

    BalasHapus
  3. Bongol .... koyone pernah viral thn 80 an
    Ketoprak sayemboro

    BalasHapus






  4. matur nuwun mBahMan........


    BalasHapus
  5. Matur nuwun Mbah Man ... tetap semangat !

    BalasHapus
  6. Matur nuwun Mbah Man
    Jazaakallahu khoiron

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.