Eyang Guru tersenyum sambil memandang
wajah Raden Wirasena dan Soma berganti-ganti. Agaknya Eyang Guru berusaha
menghilangkan kesan ketegangan itu dari wajahnya. Maka jawabnya kemudian,
“Baiklah Raden, aku akan membasuh wajah dan kedua lenganku. Setelah itu kita
meneruskan perjalanan.”
Demikianlah setelah Eyang Guru selesai membersihkan
diri secukupnya, ketiga orang itu segera naik ke tanggul sungai yang tidak
seberapa tinggi. Sejenak kemudian ketiga orang itu pun telah berderap kembali
di atas kuda masing-masing.
Dalam pada itu, di hutan sebelah barat
kaki bukit Tidar, di antara pepatnya pepohonan dan lebatnya gerumbul di pinggir
hutan yang memisahkan hutan itu dengan sebuah gumuk kecil, tampak beberapa
orang sedang berjaga-jaga.
Sebagian ada yang duduk-duduk di bawah
pohon yang menjorok agak ke dalam sehingga terlindung dari pandangan luar,
sebagian justru telah memanjat dan duduk di atas cabang-cabang pohon yang
tinggi.
Di hadapan hutan sebelah barat kaki
gunung Tidar itu terhampar tanah yang cukup luas dengan berbagai macam tanaman
buah-buahan maupun pepohonan liar bercampur jadi satu. Agaknya tanah bera itu adalah bekas pategalan yang
pernah digarap akan tetapi telah ditinggalkan oleh pemiliknya.
Tanah bekas pategalan itu sangat luas.
Mungkin dulunya telah diolah oleh beberapa orang namun karena jauh dari sumber
air, akhirnya ditinggalkan begitu saja.
Beberapa pohon buah-buahan yang sempat
ditanam ternyata mampu bertahan dan tumbuh menjulang. Sedangkan berbagai jenis
tanaman palawija yang diusahakan ternyata tidak menghasilkan panen yang
memuaskan. Sebagai gantinya telah tumbuh gerumbul-gerumbul dan perdu liar serta
tanaman menjalar yang menutupi hampir seluruh tanah bekas pategalan itu.
“Apakah engkau telah melihat sesuatu?”
tiba-tiba terdengar suara seseorang bertanya dari bawah sebatang pohon besar
yang digunakan oleh beberapa orang untuk mengawasi keadaan.
“Belum Kakang Bonggol,” jawab salah
seorang yang sedang duduk-duduk di atas sebuah cabang pohon yang tinggi itu,
“Sedari tadi kami terus mengamati keadaan dan belum terlihat tanda-tanda kakang
Soma telah kembali.”
Orang yang dipanggil kakang Bonggol itu
tampak mengerutkan keningnya dalam-dalam sambil berusaha mempertajam pandangan
matanya. Namun yang terlihat di hadapannya hanyalah hamparan pategalan yang
hampir berubah menjadi sebuah hutan kecil.
Untuk beberapa saat cantrik Bonggol masih
berdiri termangu-mangu di bawah pohon itu. Baru setelah menarik nafas dalam-dalam dia pun
kemudian melangkah pergi sambil berkata, “Terus amati keadaan. Menurut
perhitunganku, jika Soma memang dapat menjumpai mereka, setelah Matahari tergelincir
ke barat, barulah mereka akan memasuki daerah ini.”
Namun langkahnya tertegun ketika salah
seorang anak buahnya yang berada di cabang paling tinggi telah berteriak, “Kakang
Bonggol..! Aku melihat tiga ekor kuda!
Ya ..! Tiga ekor kuda sedang berpacu ke arah tempat ini!”
Dengan bergegas cantrik Bonggol segera
berbalik dan melangkah ke tempat yang lebih terbuka. Namun karena tanah
pategalan itu telah hampir menjadi sebuah hutan kecil, pandangan matanya
terhalang oleh pepohonan dan gerumbul liar yang tumbuh menjulang tinggi.
Sedangkan beberapa orang yang berada di
cabang yang rendah berusaha untuk memanjat lebih tinggi agar pandangan mata
mereka tidak terhalang.
“Ya..! Aku juga melihatnya..!” tiba-tiba
salah seorang dari mereka ikut berteriak.
“Tiga ekor kuda..!!” teriak yang lain tak
kalah kerasnya.
“Ya..ya. aku juga telah melihatnya!!”
timpal yang lain.
“Mereka keluar dari balik gumuk kecil
itu..!!” seru orang pertama yang melihat ketiga penunggang kuda itu.
“Diam..!!” tiba-tiba terdengar cantrik
Bonggol membentak keras sehingga telah mengejutkan anak buahnya yang sedang
berada di atas pohon. Sementara beberapa orang yang tersebar di gerumbul dan
batang-batang perdu telah tertarik dengan keributan itu dan melangkah mendekat.
“Ada apa ribut-ribut?” bertanya seorang
yang berkumis tipis dan berjangggut jarang sesampainya dia di hadapan cantrik
Bonggol.
Cantrik Bonggol berpaling sekilas.
Jawabnya kemudian, “Para pengawas telah melihat tiga penunggang kuda dari balik
gumuk kecil itu dan sedang berpacu ke tempat ini. Namun sikap mereka sungguh
memuakkan. Berteriak-teriak seperti laku anjing-anjing pemburu yang melihat seekor
pelanduk sembunyi dalam semak.”
Orang-orang yang sedang berada di atas
pohon itu terdiam mendengar kata-kata cantrik yang dituakan diantara mereka. Sedangkan
orang yang berkumir tipis dan berjanggut jarang itu telah mendongakkan
kepalanya ke atas. Katanya kemudian, “Kalian para pengawas tidak selayaknya
berbuat demikian. Kita belum tahu siapa yang datang. Segala sesuatunya harus
dilakukan dalam keadaan senyap namun tetap dalam kesiap siagaan yang tinggi,”
orang itu berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Nah, sekarang apakah kalian
sudah dapat mengenali siapa mereka?”
Assalamu alaikum Panembahan.
BalasHapusAlhamdulillah iseng2 ke taman, eh sdh ada wedaran. Terima kasih banyak Panembahan. Semoga sehat fan berbahagia selalu
Aamiin YRA.
Assalamu alaikum Panembahan.
BalasHapusAlhamdulillah iseng2 ke taman, eh sdh ada wedaran. Terima kasih banyak Panembahan. Semoga sehat fan berbahagia selalu
Aamiin YRA.
Bongol .... koyone pernah viral thn 80 an
BalasHapusKetoprak sayemboro
Matur nuwun Panembahan....
BalasHapus
BalasHapusmatur nuwun mBahMan........
Matur nuwun Mbah_Man.
BalasHapusMatur nuwun Mbah Man ... tetap semangat !
BalasHapusMatur nuwun Mbah Man
BalasHapusJazaakallahu khoiron