Namun alangkah terkejutnya
Ki Kebo Mengo begitu mendapatkan bayangan lawannya sama sekali tidak bergerak
untuk menghindar. Serangannya yang berlandaskan pada kekuatan penuh itu menembus
bayangan lawannya bagaikan menerjang angin saja. Ki Kebo Mengo justru telah
terdorong oleh kekuatannya sendiri. Sejenak kemudian Ki Kebo Mengo harus
menguasai lontaran tubuhnya sendiri yang meluncur dengan deras ke depan.
Disaat tubuh Ki Kebo Mengo
itu terhuyung-huyung ke depan karena pengaruh dorongan kekuatannya sendiri, tiba-tiba saja bayangan Ki Rangga dengan cepat berbalik dan kali ini
sebuah hantaman yang cukup keras kembali
telah melanda punggung Ki Kebo Mengo.
Tubuh Ki Kebo Mengo yang
sedang terhuyung ke depan itu bagaikan mendapat dorongan dua kali lipat dari
kekuatannya sendiri. Akibatnya benar-benar telah membuat tubuh Ki Kebo Mengo kehilangan keseimbangan sebelum akhirnya jatuh
terjerembab di atas tanah yang mulai basah oleh embun malam.
“Setan, demit, iblis,
gendruwo, tetekan!” sumpah serapah pun meluncur dari mulut Ki Kebo Mengo. Sambil
berguling ke samping kanan untuk menghindari kemungkinan serangan susulan lawan,
dengan sigap Ki Kebo Mengo pun segera melenting berdiri.
Sambil mengusap wajahnya
yang penuh dengan debu, terdengar Ki Kebo Mengo menggeram, “Ki Rangga, aku
mengakui kedahsyatan ilmumu, namun jangan berbangga dulu. Rahasia ilmu petak
umpetmu ini sebentar lagi akan kau temukan dan kebesaran nama Ki Rangga Agung
Sedayu, agul-agulnya Mataram hanya akan tinggal nama saja.”
Tampak bayangan itu seolah
menarik nafas panjang. Berkata bayangan itu kemudian, “Terima kasih atas pujian
Ki Kebo Mengo. Aku sudah tidak sabar lagi menunggu Ki Kebo Mengo menemukan rahasia
ilmuku.”
“Tutup mulutmu!” bentak Ki
Kebo Mengo sambil kembali melontarkan serangan. Namun kali ini Ki Kebo Mengo
tidak ingin mengulangi kesalahannya. Serangannya yang meluncur deras itu hanya
sekedar sebagai pancingan saja.
Diam-diam dalam hati Ki Kebo
Mengo tersenyum gembira begitu melihat bayangan lawannya diam tak bergerak. Dengan
demikian Ki Kebo Mengo berharap kejadian sebelumnya akan berulang. Serangannya hanya
akan menembus bayangan kosong. Pada saat tubuhnya meluncur ke depan, begitu
kakinya menginjak tanah, dia sudah berencana untuk melenting ke samping sehingga jika bayangan lawannya itu
balik menyerangnya, dia sudah siap untuk membenturkan ilmunya.
“Bayangan semu Ki Rangga
akan menampakkan kekuatannya jika dia menyerang,” demikian Ki Kebo Mengo mengambil
kesimpulan di dalam hati, “Jika aku ingin menyentuhnya sebagaimana menyentuh
bentuk wadagnya, aku harus membenturkan kekuatanku justru pada saat dia
menyerang.”
Berbekal keyakinan itulah Ki
Kebo Mengo tidak mengerahkan kekuatan penuh pada saat dia menyerang. Kakinya yang
terjulur lurus mengarah dada itu meluncur tanpa kekuatan penuh.
Namun yang terjadi kemudian
kembali membuat Ki Kebo Mengo harus mengumpat dengan umpatan sekotor-kotornya. Agaknya
bayangan lawannya itu mampu mengetahui kekuatan yang tersimpan dalam serangannya
berdasarkan desir angin yang mendahuluinya. Dengan mengerahkan kekuatan yang cukup
besar, bayangan Ki Rangga itu justru telah membenturkan kekuatannya dengan
menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
Akibatnya serangan Ki Kebo Mengo bagaikan membentur dinding baja
setebal satu jengkal. Tubuh Ki Kebo Mengo pun terlempar ke belakang dan melayang
bagaikan selembar daun kering yang tertiup angin puyuh, sebelum akhirnya jatuh
bergulingan di atas tanah.
Entah sudah untuk ke berapa
kalinya Ki Kebo Mengo mengeluarkan umpatan yang sangat kasar. Dadanya rasa-rasanya
bagaikan meledak mendapatkan dirinya menjadi bulan-bulanan lawannya. Sambil
melenting berdiri dan kemudian berdiri di atas kedua kakinya yang renggang, Ki
Kebo Mengo mulai menilai kekuatan ilmu
lawannya yang ternyata sangat ngedab-edabi itu.
“Hem,” desah Ki Kebo Mengo
dalam hati sambil mencoba menguasai gejolak di dalam dadanya, “Ternyata ilmu Ki
Rangga benar-benar ngedab-edabi. Jika dalam waktu dekat aku belum bisa menemukan
kelemahannya, aku hanya akan menjadi bulan-bulanan saja seperti seekor tikus
pithi di tangan seekor kucing yang garang.”
Untuk beberapa saat Ki Kebo
Mengo tidak tahu harus berbuat apa. Dari pengalamannya melakukan serangan
sebanyak dua kali, semuanya berakhir dengan kegagalan yang memalukan. Sebagai seorang
yang berilmu tinggi, apa yang telah terjadi itu merupakan aib yang akan
mencoreng nama besarnya.
“Pantas bayangan Ki Rangga
ini hanya menunggu serangan,” kembali Ki Kebo Mengo berkata dalam hati, “Disitulah
letak kunci rahasianya. Dia hanya menunggu lawan untuk menyerangnya dan
kemudian dia akan menjebak lawannya dengan kemampuan ilmunya yang mampu mengelabuhi
itu.”
Dalam pada itu, selagi Ki
Kebo Mengo masih menduga-duga rahasia di balik aji pengangen-angen Ki Rangga
Agung Sedayu, dua pasang mata tampak sedang mengawasi mereka dari tempat yang
cukup jauh.
“Raden,” bisik seseorang
yang tampak sudah sangat tua renta namun terlihat sangat sehat dan kuat, “Aku
pernah menghadapi dan merasakan langsung kedahsyatan ilmu Ki Rangga Agung
Sedayu itu. Ilmu itu kelihatannya merupakan perkembangan dari ilmu bayangan
semu. Sudah sangat jarang orang yang mampu menguasai ilmu itu untuk saat ini. Selama
ini memang pernah ada cerita tentang kesaktian tokoh-tokoh di masa lalu. Mereka
itu dapat berada di beberapa tempat dalam waktu yang bersamaan. Namun apakah
mereka itu juga mempunyai kekuatan yang sama dengan ujud aslinya, itu yang
belum pernah aku dengar.”
Orang yang berdiri di sebelahnya
tampak mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya kemudian, “Cerita itu memang
pernah aku dengar, salah satunya adalah Maha Patih Gajah Mada. Bahkan menurut
cerita yang tidak jelas sumbernya, Panembahan Senapati juga mampu melakukan hal
itu walaupun kebenarannya sangat meragukan.”
“Raden benar,” sahut orang
tua itu, “Memang pernah tersebar cerita tentang Panembahan Senapati yang mampu
berada di beberapa tempat di saat yang bersamaan. Namun aku cenderung
menganggap itu cerita ngayawara dari orang-orang Mataram sendiri yang sengaja
ingin membesar-besarkan nama Panembahan Senapati.”
Matur sembah nuwun mbah man...🙏🙏
BalasHapusMatur nuwun Mbah_man, rontal menjelang maghrib....makin penasaran....
BalasHapusNderek nyimak
BalasHapusMatursuwun
Matur nuwun, Mbah_Man. STSD 02-22 si Kebo Mengok jatuh bangun seperti lagunya Megi Z.
BalasHapusMatur nuwun, Mbah_Man. STSD 02-22 si Kebo Mengok jatuh bangun seperti lagunya Megi Z.
BalasHapusWah ini akan semakin gayeng dan seru nih... mantab mbah man maturnuwun
BalasHapusBakal seru lagi ....
BalasHapusTerima kasih Mbah Man ... Menyimak terus dan menunggu kelanjutannya ...
BalasHapusMatur-nuwun mBah-Man, atas Wedaran di hari libur. sehat selalu,Aamiin.
BalasHapusTelat lagi....
BalasHapusMatur suwun Panembahan.
Semoga Panembahan tetap sehat.
Bocah enom teladan tenan
HapusJangan hanya ingat mbah Man harus ingat juga Bu Sri Ya , matur suwun Mbah
BalasHapusEh...ladala...lazada... Ki iman piye kabare, weh mencungul pas Ki Kebo Mengo...bengok bengok sumpah serapah..."setan,demit,iblis,genderuwo,tetekan,tetelan sate kikil,jelangkung jelangse" ...sambil bernyanyi
Hapusjatuh bangun aku mengejarmu...
namun engkau hanya diam membisu...
kutahu tubuhmu semu....
Tapi bisa menghantam diriku....
Tak sanggup...tak sanggup lagiii
Dan terlihat Ki Zaini Yacub sedang bergoyang... fans nya Megi Z.....hehehelm...helm
Alhamdulillah Ki Adi Jane ngintip terus tidak pernah ketinggalan semoga Mbah Man sekeluarga dan kita semua selalu sehat dan sejahtera Amiin
HapusAamin YRA....matur nuwun Ki.
Hapusalhamdulillah ... mampir tman bacaan ada wedaran ....matur nuwun sanget mbah man
BalasHapusMatur nuwun sanget Mbah Man...mampir taman bacaan ada wedaran...Alhamdulillah.
BalasHapusHadir, matur nuwun Mbah Man, ternyata wayah surup hari Ahad ada wedaran ..... tetap semangat !
BalasHapusRelax mawon ki SP
BalasHapusLebih baik terlambat daripada tidak
Baru sadar ... ternyata ada karangan Kho Ping Ho yang judulnya hampir sama.... STSD juga... singkatan dari Sejengkal Tanah Sepercik Darah...
BalasHapusWeh...kalau saya sudah sadar duluan waktu Mbah Man lagi membuat sayembara "judul" dan STSD lah yang keluar jadi judulnya, dan dugaan saya Mbah Man waktu merenungkan judul mendengar lagu karya Mansur S "Sejengkal Tanah" dan kalau buku karya Kho Ping Ho saya juga suka tapi agak kesulitan menghapal para tokoh tokohnya....kalau ADBM gampang Ki Dandang Wesi saja saya masih ingat....hehehe
HapusOhh... ternyata Ki Adiwa fans beratnya H.Mansyur S? Masih ingat 'pagar makan tanaman' Ki? Atau 'pelaminan biru'? Hehehe jadi teringat masa lalu.....😊😊😊
HapusTerima Kasih Mbah Man
BalasHapus