Namun baru saja kaki-kaki
para cantrik itu akan bergerak, tiba-tiba mereka telah dikejutkan oleh suara
gemerisik yang cukup keras dari arah pepohonan yang tumbuh cukup lebat di
halaman sebelah barat padepokan itu.
Suara gemerisik itu terdengar
semakin keras sehingga telah menarik perhatian mereka. Ketika para cantrik itu
mencoba memperhatikan dengan seksama ke arah pohon-pohon dan semak belukar,
hati mereka telah tercekat. Tampak di antara rimbunnya dedaunan dan bayangan
kegelapan yang belum tertembus sinar Matahari pagi, sesuatu yang berbentuk
mirip seekor kera besar sedang bergelantungan di cabang rendah dari salah satu
pohon.
“Kakang..?” bisik cantrik
yang bertubuh kecil dengan suara bergetar, “Apa itu. hantu.?”
“Diamlah..!” agak keras cantrik yang dipanggil kakang itu membentak, “Tidak mungkin ada hantu
kesiangan! Aku juga belum tahu. Mungkin sejenis kera yang tersesat memasuki
padepokan kita.”
“Mari kita tangkap,
kakang..!” seorang cantrik lain menyahut.
“Untuk apa?” hampir
bersamaan beberapa cantrik yang lain justru telah bertanya.
“Kita jadikan piaraan,”
jawab cantrik itu dengan mantap, “Nanti kita buatkan kandang yang besar di
halaman belakang.”
Beberapa cantrik lainnya
justru mengerutkan kening mereka dalam-dalam. Memelihara seekor kera atau pun monyet bagi sebagian orang memang menyenangkan.
Namun cantrik yang lain justru berpikir semua itu hanya akan menambah kerepotan
saja.
“He..!” tiba-tiba salah seorang
cantrik berseru, “Kera itu lari ke halaman belakang..!”
Serentak pandangan mata para
cantrik itu mengikuti arah yang telah ditunjukkan oleh cantrik itu. Tampak
bayangan yang mirip seekor kera besar itu dengan lincahnya berayun-ayun dari
dahan ke dahan menuju ke halaman belakang. Sementara para cantrik hanya dapat
memandangi peristiwa itu dengan tubuh-tubuh yang seakan membeku.
Ketika bayangan yang mirip
seekor kera besar itu kemudian harus melalui sebuah tempat yang sedikit terbuka,
dengan cepat bayangan itu segera
melompat turun. Kemudian dengan keempat kakinya dia meloncat-loncat
menyeberangi tempat yang terbuka itu menuju ke sebuah gerumbul perdu yang cukup
lebat.
“Kejaaar..!” tiba-tiba salah
seorang cantrik telah berteriak sehingga membangunkan cantrik lainnya dari kebekuan.
“Tangkaap..!” cantrik yang
lainnya pun tanpa sadar telah ikut berteriak.
Segera saja para cantrik
yang sedianya akan merajam Ki Jayaraga dan Ki Bango Lamatan yang masih
tergeletak tak berdaya, telah terpancing oleh keberadaan bayangan aneh yang
mirip seekor kera besar itu.
Sejenak kemudian para
cantrik itu telah tiba di tempat yang diperkiraan menjadi persembunyian kera besar itu. Mereka segera mengurung gerumbul perdu yang cukup padat dan lebat
itu.
“Jangan sampai lepas..!” teriak
salah seorang cantik.
“Kita kurung gerumbul ini!”
yang lain menyahut.
“Kita perlu sebuah jaring
yang lebar dan kuat..!” tiba-tiba salah satu dari para cantrik itu mengajukan sebuah
usul.
“Ya, setuju..!”
“Setuju..!” suara itu terdengar bersahut-sahutan.
“Bagaimana kakang?” bertanya
cantrik yang bertubuh kecil itu kemudian kepada cantrik yang berdiri di
sebelahnya.
“Pergilah ke gudang. Ambil
jaring yang lebar dan kuat,” cantrik yang dipanggil kakang itu akhirnya memberi
perintah kepada cantrik yang bertubuh kecil yang berdiri di sebelahnya.
“Baik kakang,” jawab cantrik
itu cepat sambil berlari meninggalkan tempat itu.
Dalam pada itu, sepeninggal
para cantrik yang sedang disibukkan oleh kemunculan bayangan mirip seekor kera, Ki Jayaraga perlahan-lahan telah menemukan kesadarannya kembali.
Sejenak guru Glagah putih
itu masih tetap pada sikapnya yang terlentang. Dipusatkan segenap nalar dan
budinya untuk menelusuri seluruh jalur-jalur urat nadinya serta persendian di
sekujur tubuhnya. Ki Jayaraga mencoba mengetahui apakah ada bagian tubuhnya yang mengalami cidera.
Ketika dia sudah yakin bahwa
tidak ada satu pun yang bergeser dari tempatnya, dengan sangat perlahan Ki Jayaraga
pun kemudian berusaha untuk duduk.
“Ilmu orang itu sungguh luar
biasa dan diluar dugaan,” desis Ki Jayaraga kemudian begitu dia berhasil duduk.
Dengan segera guru Glagah Putih itu pun mengambil sikap duduk bersila dengan
kedua tangan bersilang di depan dada.
Ternyata Ki Jayaraga hanya
memerlukan waktu yang singkat untuk memulihkan tenaganya walaupun untuk
mengembalikan kekuatan tubuhnya seperti sediakala masih diperlukan waktu. Namun
orang yang di masa mudanya telah malang melintang di dunia hitam maupun putih itu telah
siap seandainya dipaksa untuk bertempur kembali.
“Ternyata ilmu orang itu
tidak hanya bersifat kewadagan,” berkata Ki Jayaraga dalam hati kemudian
sambil mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling. Pendengarannya yang tajam
segera mendengar suara ribut-ribut dari arah belakang padepokan. Agaknya para
cantrik itu telah bergeser semakin ke belakang padepokan dalam memburu
mangsanya.
“Selain kemampuan untuk membenturkan kekuatannya, ilmu orang
itu juga mampu menyusup ke dalam tubuhku untuk meremas otot dan meremukkan tulang,”
kembali Ki Jayaraga mengingat-ingat pertempuran yang baru saja terjadi.
Beruntunglah Ki Jayaraga
telah memiliki tenaga cadangan dalam tubuhnya yang nyaris sempurna. Namun tak
urung serangan lawannya yang tidak kasat mata itu telah mampu membuatnya tak
sadarkan diri.
“He? Ki Bango Lamatan?” desis Ki
Jayaraga kemudian tanpa sadar ketika pandangan matanya tertumbuk pada sesosok tubuh
tinggi besar yang terbaring diam beberapa puluh langkah dari tempatnya.
Matur nuwun wedaranipun mbah man 😊
BalasHapusTerima kasih wedarannya Mbah
BalasHapusMatur nuwun mbah Man... Semoga diberi kesehatan .......
BalasHapusTetap sabar menunggu kelanjutannya....
Matursuwun mbah mandrake wedaran telah disimak
BalasHapusBukankah itu kera?
Bukan.....
Itu bayangan.....
Mari simak parafrase berikut ini:
......terpancing oleh keberadaan bayangan aneh yang mirip seekor kera besar itu.
Menurut Jos Badudu dst...dst...
Hmmmm..... ternyata bayangan monyet saja punya daya pikat, saya lebih tertarik kalo penampakannya bayangan rara anjani
BalasHapusTing.....
Tambah 1
BalasHapusTriple coment
mudah2an dibales tripelan wedaran
Hapusmatur suwun mBah Man
Matur nuwun Mbah Man ..... tetap semangat !
BalasHapusMatur nuwun Mbah.
BalasHapusBayangan itu mirip kera. Pasti ada hubungannya dengan Anjani
MAtur nuwun mbah man .... penasaran sedikit berkurang ... kalau ada tambahan wedaran pasti penasarannya berkurang lagi ... hehehe ,, yang penting sehat ya Mbah Man ...
BalasHapusmatur-nuwun mBah-Man....
BalasHapusMatur nuwun, Mbah_Man.
BalasHapusBayangan kera itu kerjaan dari ki Waskita... suwun mbah Man
BalasHapusMatur nuwun sanget Panembahan
BalasHapusMugi tansah pinaringan kasarasan saha kaberkahan. Aamiin aamiin aamiin yaa mujibassailiin.
Matur nuwun sanget Panembahan
BalasHapusMugi tansah pinaringan kasarasan saha kaberkahan. Aamiin aamiin aamiin yaa mujibassailiin.
Mantaps. Ada dewa penolong yang datang.
BalasHapusMatur nuwun wedharannya nggih, Kiai Haji Panembahan...
Ndaftar utk jilid2 selanjutnya, bagus bahasanya
BalasHapus