Kamis, 02 November 2017

STSD 07_15

Namun baru saja kaki-kaki para cantrik itu akan bergerak, tiba-tiba mereka telah dikejutkan oleh suara gemerisik yang cukup keras dari arah pepohonan yang tumbuh cukup lebat di halaman sebelah barat padepokan itu.

Suara gemerisik itu terdengar semakin keras sehingga telah menarik perhatian mereka. Ketika para cantrik itu mencoba memperhatikan dengan seksama ke arah pohon-pohon dan semak belukar, hati mereka telah tercekat. Tampak di antara rimbunnya dedaunan dan bayangan kegelapan yang belum tertembus sinar Matahari pagi, sesuatu yang berbentuk mirip seekor kera besar sedang bergelantungan di cabang rendah dari salah satu pohon.

“Kakang..?” bisik cantrik yang bertubuh kecil dengan suara bergetar, “Apa itu. hantu.?”

“Diamlah..!” agak keras cantrik yang dipanggil kakang itu membentak, “Tidak mungkin ada hantu kesiangan! Aku juga belum tahu. Mungkin sejenis kera yang tersesat memasuki padepokan kita.”

“Mari kita tangkap, kakang..!” seorang cantrik lain menyahut.

“Untuk apa?” hampir bersamaan beberapa cantrik yang lain justru telah bertanya.

“Kita jadikan piaraan,” jawab cantrik itu dengan mantap, “Nanti kita buatkan kandang yang besar di halaman belakang.”

Beberapa cantrik lainnya justru mengerutkan kening mereka dalam-dalam. Memelihara seekor kera atau pun monyet  bagi sebagian orang memang menyenangkan. Namun cantrik yang lain justru berpikir semua itu hanya akan menambah kerepotan saja.

“He..!” tiba-tiba salah seorang cantrik berseru, “Kera itu lari ke halaman belakang..!”

Serentak pandangan mata para cantrik itu mengikuti arah yang telah ditunjukkan oleh cantrik itu. Tampak bayangan yang mirip seekor kera  besar itu dengan lincahnya berayun-ayun dari dahan ke dahan menuju ke halaman belakang. Sementara para cantrik hanya dapat memandangi peristiwa itu dengan tubuh-tubuh yang seakan membeku.

Ketika bayangan yang mirip seekor kera besar itu kemudian harus melalui sebuah tempat yang sedikit terbuka, dengan cepat bayangan  itu segera melompat turun. Kemudian dengan keempat kakinya dia meloncat-loncat menyeberangi tempat yang terbuka itu menuju ke sebuah gerumbul perdu yang cukup lebat.

“Kejaaar..!” tiba-tiba salah seorang cantrik telah berteriak sehingga membangunkan cantrik lainnya dari kebekuan.

“Tangkaap..!” cantrik yang lainnya pun tanpa sadar telah ikut berteriak.

Segera saja para cantrik yang sedianya akan merajam Ki Jayaraga dan Ki Bango Lamatan yang masih tergeletak tak berdaya, telah terpancing oleh keberadaan bayangan aneh yang mirip seekor kera besar itu.

Sejenak kemudian para cantrik itu telah tiba di tempat yang diperkiraan menjadi persembunyian kera besar itu. Mereka segera mengurung gerumbul perdu yang cukup padat dan lebat itu.

“Jangan sampai lepas..!” teriak salah seorang cantik.

“Kita kurung gerumbul ini!” yang lain menyahut.

“Kita perlu sebuah jaring yang lebar dan kuat..!” tiba-tiba salah satu dari para cantrik itu mengajukan sebuah usul.

“Ya, setuju..!”

“Setuju..!” suara itu terdengar bersahut-sahutan.

“Bagaimana kakang?” bertanya cantrik yang bertubuh kecil itu kemudian kepada cantrik yang berdiri di sebelahnya.

“Pergilah ke gudang. Ambil jaring yang lebar dan kuat,” cantrik yang dipanggil kakang itu akhirnya memberi perintah kepada cantrik yang bertubuh kecil yang berdiri di sebelahnya.

“Baik kakang,” jawab cantrik itu cepat sambil berlari meninggalkan tempat itu.

Dalam pada itu, sepeninggal para cantrik yang sedang disibukkan oleh kemunculan bayangan mirip seekor kera, Ki Jayaraga perlahan-lahan telah menemukan kesadarannya kembali.

Sejenak guru Glagah putih itu masih tetap pada sikapnya yang terlentang. Dipusatkan segenap nalar dan budinya untuk menelusuri seluruh jalur-jalur urat nadinya serta persendian di sekujur tubuhnya. Ki Jayaraga mencoba mengetahui apakah ada bagian tubuhnya yang mengalami cidera.

Ketika dia sudah yakin bahwa tidak ada satu pun yang bergeser dari tempatnya, dengan sangat perlahan Ki Jayaraga pun kemudian  berusaha untuk duduk.

“Ilmu orang itu sungguh luar biasa dan diluar dugaan,” desis Ki Jayaraga kemudian begitu dia berhasil duduk. Dengan segera guru Glagah Putih itu pun mengambil sikap duduk bersila dengan kedua tangan bersilang di depan dada.

Ternyata Ki Jayaraga hanya memerlukan waktu yang singkat untuk memulihkan tenaganya walaupun untuk mengembalikan kekuatan tubuhnya seperti sediakala masih diperlukan waktu. Namun orang yang di masa mudanya telah malang melintang di dunia hitam maupun putih itu telah siap seandainya dipaksa untuk bertempur kembali.

“Ternyata ilmu orang itu tidak hanya bersifat kewadagan,” berkata Ki Jayaraga dalam hati kemudian sambil mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling. Pendengarannya yang tajam segera mendengar suara ribut-ribut dari arah belakang padepokan. Agaknya para cantrik itu telah bergeser semakin ke belakang padepokan dalam memburu mangsanya.

 “Selain  kemampuan untuk membenturkan kekuatannya, ilmu orang itu juga mampu menyusup ke dalam tubuhku untuk meremas otot dan meremukkan tulang,” kembali Ki Jayaraga mengingat-ingat  pertempuran yang baru saja terjadi.

Beruntunglah Ki Jayaraga telah memiliki tenaga cadangan dalam tubuhnya yang nyaris sempurna. Namun tak urung serangan lawannya yang tidak kasat mata itu telah mampu membuatnya tak sadarkan diri.


“He? Ki Bango Lamatan?” desis Ki Jayaraga kemudian tanpa sadar ketika pandangan matanya tertumbuk pada sesosok tubuh tinggi besar yang terbaring diam beberapa puluh langkah dari tempatnya.

17 komentar :

  1. Matur nuwun wedaranipun mbah man 😊

    BalasHapus
  2. Matur nuwun mbah Man... Semoga diberi kesehatan .......
    Tetap sabar menunggu kelanjutannya....

    BalasHapus
  3. Matursuwun mbah mandrake wedaran telah disimak
    Bukankah itu kera?
    Bukan.....
    Itu bayangan.....
    Mari simak parafrase berikut ini:
    ......terpancing oleh keberadaan bayangan aneh yang mirip seekor kera besar itu.
    Menurut Jos Badudu dst...dst...

    BalasHapus
  4. Hmmmm..... ternyata bayangan monyet saja punya daya pikat, saya lebih tertarik kalo penampakannya bayangan rara anjani
    Ting.....

    BalasHapus
  5. Balasan
    1. mudah2an dibales tripelan wedaran

      matur suwun mBah Man

      Hapus
  6. Matur nuwun Mbah Man ..... tetap semangat !

    BalasHapus
  7. Matur nuwun Mbah.
    Bayangan itu mirip kera. Pasti ada hubungannya dengan Anjani

    BalasHapus
  8. MAtur nuwun mbah man .... penasaran sedikit berkurang ... kalau ada tambahan wedaran pasti penasarannya berkurang lagi ... hehehe ,, yang penting sehat ya Mbah Man ...

    BalasHapus
  9. Bayangan kera itu kerjaan dari ki Waskita... suwun mbah Man

    BalasHapus
  10. Matur nuwun sanget Panembahan
    Mugi tansah pinaringan kasarasan saha kaberkahan. Aamiin aamiin aamiin yaa mujibassailiin.

    BalasHapus
  11. Matur nuwun sanget Panembahan
    Mugi tansah pinaringan kasarasan saha kaberkahan. Aamiin aamiin aamiin yaa mujibassailiin.

    BalasHapus
  12. Mantaps. Ada dewa penolong yang datang.
    Matur nuwun wedharannya nggih, Kiai Haji Panembahan...

    BalasHapus
  13. Ndaftar utk jilid2 selanjutnya, bagus bahasanya

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.