Kamis, 26 Oktober 2017

STSD 07_14

“Nah,” berkata Ki Brukut kemudian tanpa melepaskan tatapan matanya pada Ki Jayaraga, “Kali ini engkau benar-benar akan mati. Ilmu pamungkasku ini jarang ada yang mampu menandinginya. Engkau akan mati lumat menjadi seonggok daging dan pecahan tulang!”

Diam-diam jantung ki Jayaraga berdesir tajam. Lawannya ini memang sedari tadi terus mengancamnya walaupun berkali-kali dia belum dapat membuktikan ancamannya itu. Namun kali ini Ki Jayaraga tidak berani bersikap gegabah. Sejenak kemudian guru Glagah Putih itupun segera mengetrapkan ilmu yang menjadi andalannya, aji sigar bumi.

Demikianlah akhirnya, diawali dengan sebuah teriakan yang menggelegar, Ki Brukut telah meloncat secepat kilat  menerjang ke arah lawannya.

Dalam pada itu dari arah belakang bangunan induk, tampak beberapa cantrik padepokan Sapta Dhahana sedang berlari-larian menuju ke halaman sebelah barat padepokan. Namun langkah mereka telah terhenti begitu mendengar suara ledakan dahsyat  yang mengguncang tempat itu.

“Jangan mendekat..!” teriak salah seorang cantrik yang datang terlebih dahulu  di tempat itu kepada kawan-kawannya yang datang kemudian.

“Mengapa kakang?” bertanya seorang cantrik yang bertubuh kecil sambil mengatur pernafasannya yang sedikit tersengal.

“Mereka orang-orang yang berilmu tinggi, diluar jangkauan penalaran kita. Lebih baik kita tidak usah ikut campur,” jawab cantrik yang pertama kali datang di tempat itu.

Sejenak kemudian, beberapa cantrik yang berdatangan telah berkerumun di dekat kedua cantrik itu. Namun mereka tidak tahu apa yang harus mereka perbuat.

Dalam pada itu, Ki Bango Lamatan yang sedang bertempur beberapa tombak dari lingkaran pertempuran Ki Jayaraga telah menahan nafas. Betapa pun juga, Ki Bango Lamatan belum mengetahui tingkat kemampuan yang sebenarnya dari Ki Jayaraga. Ada sebersit keraguan begitu melihat Ki Jayaraga terlempar ke belakang beberapa langkah. Sejenak orang tua itu tampak terhuyung-huyung untuk mempertahankan keseimbangannya. Namun ternyata Ki Jayaraga tidak mampu mempertahankan  keseimbangannya dan pada akhirnya jatuh tersungkur di atas tanah yang berdebu.

Ki Bango Lamatan terkejut bukan alang kepalang. Namun tidak ada kesempatan baginya untuk sekedar melihat keadaan Ki Jayaraga. Pada saat yang bersamaan ternyata lawannya telah memutuskan untuk membenturkan puncak ilmunya.

Ki Kebo Mengo, orang kepercayaan Raden Wirasena itu telah menggeram sambil menekuk rendah kedua lututnya. Kedua tangannya justru telah dilipat ke belakang. Sementara kepalanya merunduk dalam-dalam dengan dagu sampai menyentuh dada.

Sekejap Ki Bango Lamatan mengerutkan keningnya. Namun dia segera menyadari. Agaknya inilah puncak ilmu lawannya yang disebut aji mahesa kurda itu.

Menyadari lawan akan menggunakan kepalanya sebagai senjata untuk menyerangnya, Ki Bango Lamatan segera menyalurkan puncak ilmunya pada sisi telapak tangan kanannya. Ternyata Ki Bango Lamatan bermaksud menghancurkan kepala lawan dengan pukulan sisi telapak tangan kanannya itu.

Tanpa membuang waktu lagi, Ki Kebo Mengo segera mengeluarkan suara mirip dengusan seekor kerbau yang sedang marah. Dengan teriakan yang menggelegar, tubuhnya meluncur dengan kepala siap menghantam dada lawannya.

Namun Ki Bango Lamatan sudah bersiaga penuh. Dengan kuda-kuda yang kokoh, diangkatnya tangan kanannya tinggi-tinggi. Sementara tangan kirinya bersilang melindungi dada.

Sejenak kemudian dengan sepenuh keyakinan, Ki Bango Lamatan pun telah mengayunkan tangan kanannya dengan derasnya menyambut serudukan kepala ki Kebo Mengo.

Akan tetapi yang terjadi kemudian benar-benar diluar perhitungan Ki Bango Lamatan. Sesaat sebelum sisi telapak tangan kanannya membentur batok kepala lawannya, tiba-tiba saja kedua tangan Ki Kebo Mengo yang terlipat ke belakang terayun ke depan dengan derasnya menghantam lambung kanan dan kiri lawannya yang terbuka.

Sudah tidak ada lagi kesempatan bagi ki Bango Lamatan untuk mengurungkan serangannya dan memilih melindungi lambung kanannya. Jika itu yang dilakukan, tentu kepala lawan dengan derasnya akan menghancurkan dadanya.

Yang dapat dilakukannya kemudian hanyalah menurunkan siku tangan kirinya untuk melindungi lambung kirinya. Sementara lambung kanannya tetap terbuka sehingga telah menerima hantaman yang telak dari lawannya.

Yang terdengar kemudian adalah suara ledakan kepala Ki Kebo Mengo yang hancur terkena pukulan Ki Bango Lamatan. Sedangkan Ki Bango Lamatan sendiri telah berseru keras menahan hantaman yang telak pada lambung kanannya.

Untuk sejenak tubuh Ki Bango Lamatan telah terlempar berputaran beberapa kali sebelum akhirnya jatuh terjerembab di atas tanah yang berdebu.

Dalam pada itu cantrik-cantrik yang berkerumun di halaman sebelah barat padepokan telah semakin banyak. Mereka benar-benar telah dibuat terbengong-bengong oleh  kejadian dua kali berturut-turut yang terjadi hampir bersamaan.

“Kakang, apakah kita perlu mendekat?” desis cantrik bertubuh kecil itu kemudian.

Cantrik yang dipanggil kakang itu sejenak mengernyitkan kedua alisnya. Pandangan matanya nanar memperhatikan empat sosok tubuh yang tergeletak tak bergerak.

“Kita harus menolong Ki Kebo Mengo dan Ki Brukut,” tiba-tiba salah satu cantrik menyelutuk.

“Ya, betul. Aku setuju,” sahut salah satu cantrik.

“Tapi Ki Kebo Mengo kelihatannya sudah tidak mungkin diselamatkan,” terdengar salah satu cantrik berdesis perlahan namun cukup jelas terdengar.

“Ya, kasihan Ki Kebo Mengo. Kepalanya telah hancur,” berkata beberapa cantrik dengan suara bergetar menahan kengerian yang sangat. Mereka tidak berani melihat tubuh orang kepercayaan raden Wirasena itu.

“Tapi aku yakin Ki Brukut pasti masih dapat bertahan,” sahut yang lainnya.

“Tapi bagaimana dengan kedua lawannya?” tiba-tiba cantrik yang dipanggil kakang itu balik bertanya.

“Kita bunuh saja kedua orang itu,” hampir bersamaan cantrik-cantrik yang berkerumun itu menjawab dengan suara yang bergeremang.

“Ya, Kita bunuh saja..!” salah seorang cantrik memberanikan diri bersuara keras.

“Setuju..bunuh mereka..!”

“Bunuh.!.Bunuh..! Bunuh..!” teriak cantrik-cantrik itu pada akhirnya bersahut-sahutan.


Entah  siapa yang terlebih dahulu bergerak menghunus senjata. Tiba-tiba saja ditangan mereka telah tergenggam senjata masing-masing siap untuk merajam tubuh Ki Jayaraga dan Ki Bango Lamatan yang terlihat masih tergeletak tak bergerak.

45 komentar :

  1. Maturnuwun STSD 07_14 nya
    Titik titik

    BalasHapus
  2. Matur nuwun Mbah_Man STSD 07_14 nya

    Semoga senantiasa kita semua dalam Rahmat , Ridho dan Ampunan Allah SWT. Aamin YRA.

    BalasHapus
  3. Wow... semakin menegangkan. Bagaimana nasib Ki Jayaraga dan Ki KL selanjutnya? Semuanya kita serahkan pada sang pencipta. Matur nuwun, Mbah_Man.

    BalasHapus
    Balasan
    1. .....diserahkan kepada Mbah_Man sadja Ki ZY. , ditanggung sebentar lagi juga akan di tentukan nasibnya...................

      ....hehehe..........

      Hapus
    2. Ki KL niku sinten nggeh ? tokoh enggal ?

      Hapus
    3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    4. Maksud saya BL alias Bango Lamatan, Ki BK.🙏

      Hapus
  4. Matur nuwun Kiai Haji Panembahan....
    Benar2 nggegirisi kedua pertempuran yang membenturkan puncak ilmu masing-masing itu....

    Lha... Kok malah gak ksatria para cantrik itu. Lawan tak berdaya kok mau dirajam.... Hemh....
    Semoga ada penolong bagi kedua tokoh sesepuh Mataram itu....

    BalasHapus
  5. Matur sembah nuwun mBah......
    kemis pake wedaran
    jumat sayyidul yaum......nek medar jumah mesthi nompo kaberkahan

    BalasHapus
  6. Matur nuwun Mbah Man ..... tetap semangat !

    BalasHapus
  7. Ngintip....,
    he he he ... ada rontal.
    Matur suwun Panembahan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ...selamat malam Ki Satpam Pelangi........

      ....ndak papa ngintip.....perhatikan....Rara Andjani juga sedang ngintip gelutan di padepokan agak jauh di samping kanan Ki Satpam........

      ....hehehe.....

      Salam,

      Mang Ojak.

      Hapus
  8. Matur nuwum mbah.
    Ono sing nulungi Ki Jayaraga karo Ki Bango Lamatan ndak yo?

    BalasHapus
  9. Jum'at barokah. بارك الله فيكم untuk seluruh can-men di Taman Bacaan Mbah Man.

    BalasHapus
  10. Namun dari kerumunan orang bersenjata siap menembus tubuh lemah tak berdaya ada yang berdesis "setan gendruwo tetekan rombongan demit kecepit . . . kita lupa membawa gedeboq semata kaki untuk lendeannya".
    He . . . Kita bukan mau sembelih qurban tetapi melumat habis antek antek Mataram tanpa kecuali. Mantapkan mata hati untuk menghujamkan tekad demi tegaknya Ragam Dahaga.
    Semoga masih melekat kuat menantikan puncaknya cita cita kita.
    Selamat Mbah Man

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jenis ramuan untuk menghilangkan Ragam Dahaga
      1. Dawet Ayu
      2. Cendol semar
      3. Es campur
      4. Es teler
      5. Es bon bon
      👍😆😆

      Hapus
  11. Ki pandan alas ndi kie, "kowe siji aku siji", hehhehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ki pandan alas nembe latihan upacara kagem mbenjing memperingati hari sumpah pemuda

      Hapus
    2. Punten, kiyé nyi RR ésih batir, plunan apa malah alias nyi RM warga bralink?

      Hapus
    3. Ki Pandan nembe ngetung rontal nggo wedaran sesuk....siji mboko siji

      Hapus
  12. Bunuh..!.Bunuh..!.Bunuh..!...ono opo thole...iku lho..ditimbali Panuh...

    Matur nuwun sanget Mbah Man dobelan wedarane...

    BalasHapus
  13. Di Kerajaan Mataram ada perguruan Sapta Dahana yg andalannya adalah "api". Di zaman saiki ada perusahaan "kembang api" yg baru saja kobongan dg menelan korban jiwa demikian banyak. Semoga mereka yg meninggal ditempatkan di sisiNya di tempat terbaik, untuk keluarga korban semoga diberikan ketabahan menerima musibah ini.
    إنّا لله و إنّا إليه راجعون

    BalasHapus
  14. Sugeng enjang Mbah Man ... matur nuwun sanget .. nembe saget mampir taman bacaan ... menikmati lanjutan cerita .... mudah2xan wedaran segera muncul kembali ...

    BalasHapus
  15. Mangga sedhérék sami régistrasi nomer sélulér supados gampil dipun lacak saking NIK NoKK

    BalasHapus
  16. Sampun sa'antawis anggenipun nenggo wedaran,

    BalasHapus
  17. Sugeng enjang .... mudah mudahan mbah Man sehat sehat saja ya ... kangen wedarannya ....

    BalasHapus
  18. mbulane nanggal siji.......wedarane isih sing iki

    BalasHapus
  19. Rebo barokah .... biasae wonten sedekah rontal.

    BalasHapus
  20. Hari ini berarti sdh bulan depan dari saktinya pancasila
    Menunggu memory heroik BT (Bung Tomo) yg juga menunggu bantuan dari pondok pesantren kuningan cirebon yg ternyata juga menunggu gogroknya rontal padepokan sekar keluwih
    Wadeh....
    ngarang bingitz....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin diwedar pas hari Pahlawan, sepuluh November, Ki EH? Ngarep bingitz....

      Hapus
    2. Ho-oH ki ZY
      Kemarin terakhir triple dlm sepekan, kalo dilogika sepekan 1 gulung rontal berarti jd silahkan hitung sendiri
      Ping.....

      Hapus
  21. Semoga Mbah Man selalu diberikan kesehatan. Aamiin

    BalasHapus
  22. Selamat pagi. Sudah ping 41, masih setia menunggu khabar kondisinya Ki RAS dkk. Sehat selalu, Mbah_Man.

    BalasHapus
  23. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  24. Sugeng enjang.... Mugi2 mbah Man tansah pinaringan sehat, seger waras...... Setia nrnggo gogrogan rontal...... ngarep.com

    BalasHapus
  25. ingak inguk kepagian ... muter muter taman bacaan .... siapa tau ada wedaran ... mudah mudah an nggak nunggu sampe lebaran ... hehehehe ngapunten mbah man .... cuma penasaran ....

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.