“Cepat menyebar..!” teriak salah seorang cantrik yang berbadan tinggi besar dan wajahnya penuh dengan jambang, “Jangan
bergerak sendiri-sendiri..! Usahakan bergerak dalam kelompok agar tidak mudah
terjebak oleh lawan..!"
Para cantrik yang telah tersadar dari pengaruh
sirep itu pun segera tanggap. Mereka membentuk kelompok-kelompk kecil dan
bergerak menyusuri setiap jengkal dari halaman padepokan yang luas itu.
Ketika sebuah kelompok kecil
sedang menyusuri halaman samping kiri padepokan, mereka telah dikejutkan oleh
bekas medan pertempuran Ki Rangga dan Kiai Damar Sasangka. Rumput-rumput dan
semak belukar tampak telah hangus terbakar menjadi abu. Sedangkan tanah tempat bekas pertempuran itu pun bagaikan
sehabis dibajak berpuluh ekor kerbau serta permukaan tanahnya sebagian telah hangus
menghitam terkena pancaran ilmu aji sapta dhahana.
“Luar biasa..!” desis mereka
tanpa sadar sambil mengamat-amati bekas pertempuran itu. Mereka tidak dapat
membayangkan kedahsyatan pertempuran yang baru saja terjadi.
“Menilik bekas tempat ini yang
seperti habis tersapu oleh badai api, tentu guru yang telah mengetrapkan ilmu
puncak perguruan kita, aji sapta dhahana,” berkata salah seorang cantrik penuh
kebanggaan sambil mengamati bekas sebatang pohon perdu yang telah menjadi abu.
“Ya, aku yakin,” sahut kawan
di sebelahnya dengan dada menggembung menahan kekaguman yang tiada taranya, “Namun
yang membuat aku sedikit binggung, siapakah lawan yang sedang dihadapi oleh
guru, sehingga guru telah mengeluarkan ilmu pamungkasnya?”
“Tentu seorang yang linuwih,”
sahut cantrik yang lain dengan nada suara yang penuh dengan tekanan dan
kebanggaan, “Namun aku yakin, lawannya itu pasti telah hancur lebur menjadi abu
seperti bekas medan pertempuran ini.”
Kawan-kawan lainnya tidak
menyahut. Tampak kepala mereka saja yang terangguk-angguk. Betapa dada mereka
rasa-rasanya akan meledak karena tidak mampu menampung kebanggaan atas kesaktian
guru mereka. Tak habis habisnya mereka mengagumi kedahsyatan ilmu puncak aji sapta
dhahana.
“Tapi, di manakah guru
sekarang?” tiba-tiba terdengar salah seorang cantrik menyeluthuk.
Untuk beberapa saat mereka
hanya dapat saling berpandangan. Ketika mereka kemudian mengedarkan pandangan
mata ke seluruh sudut halaman padepokan yang luas itu, mereka justru telah
dikejutkan oleh sebuah pemandangan yang mendebarkan jantung. Dalam keremangan
pagi yang masih buram, tampak bayangan sesosok tubuh yang tergeletak agak jauh
dari tempat mereka berdiri.
“Siapa..?” hampir setiap
mulut telah mengajukan sebuah pertanyaan yang serupa.
Tanpa membuang waktu lagi, mereka segera berloncatan dan berlari menuju
ke arah sesosok tubuh yang tergeletak tak berdaya itu.
Ketika jarak itu semakin
dekat, jantung mereka pun bagaikan berhenti berdetak. Rasa-rasanya mereka telah
mengenali orang itu.
“Raden Surengpati..!” seru
mereka hampir bersamaan sambil mengerumuni adik orang yang mengaku sebagai
Trah Sekar Seda Lepen itu.
“Raden..?” desis salah
seorang cantrik yang kemudian berlutut
di sisi tubuh Raden Surengpati, “Apakah Raden dapat mendengar kami?”
Cantrik yang lain segera
ikut berlutut di sisi tubuh Raden Surengpati. Salah seorang cantrik bahkan telah memberanikan diri untuk menyentuhnya.
“Masih hangat,” desis
cantrik itu yang kemudian berusaha untuk meraba denyut nadi yang berada di leher.
Sejenak cantrik itu
mengerutkan keningnya dalam-dalam. Cantrik yang lain pun menjadi tidak sabar.
“Bagaimana?” bertanya cantrik yang berlutut di sebelahnya.
Cantrik itu belum menjawab. Hanya
kerut merut di dahinya saja yang terlihat semakin dalam.
“He?!” salah satu cantrik
agaknya sudah tidak dapat menahan diri lagi, “Cepat katakan keadaan yang
sebenarnya! Kita harus bertindak cepat dalam keadaan yang belum menentu ini..!”
Mendengar desakan dari salah satu
kawannya, cantrik itu segera melepaskan tangannya dari leher Raden
Surengpati. Setelah menghela nafas
panjang, barulah cantrik itu menjawab, “Aku tidak yakin kalau aku dapat merasakan
denyut nadinya. Namun rasa-rasanya denyut nadi itu memang masih ada walaupun
terasa sangat lemah dan jauh. Lebih baik kita bawa ke ruang dalam. Biarlah Tabib
padepokan yang akan menolong dan merawatnya jika memang Raden Surengpati ini masih
dapat ditolong.”
Tampaknya para cantrik setuju dengan pendapat salah satu kawannya itu. Tiga orang
cantrik segera mengangkat tubuh Raden Surengpati dan membawanya ke ruang dalam.
Matur nuwun Mbah Man, pertama lagi ..... tetap semangat !
BalasHapusWah....
BalasHapusmatur suwun....
matur suwun.....
HapusWah.....
Terima Kasih Mbah Man
BalasHapusMatur nuwun panembahan
BalasHapusPanembahan, matur nuwun...
BalasHapusMatur nuwun, Mbah_Man.
BalasHapusMatur nuwun mbah Man, semoga selalu sehat dan wedaran lancar karena semakin seru n tambah penasaran....
BalasHapusKiaine pancen top markotoppp...
BalasHapusmatur nuwun sanget mbah man ... topppp
BalasHapusMantap .... Makasih Mbah Man, semoga Mbah Man selalu ada dalam lindungan Allah ....
BalasHapusLanjut kiii
BalasHapusMatur nuwun sanget Panembahan.
BalasHapusMatur nuwun sanget Panembahan.
BalasHapusmaturnuwun dobelannya
HapusJumat berkah......ngalap barokah.....mBah Man sedekah wedaran
BalasHapussiap siap nunggu wedaran ....
Hapusmatur-nuwun, mBah-Man.....
BalasHapusJum'at barokah. "Cepat manyebar..." teriak seorang cantrik sambil mencari rontal lanjutan yg mungkin masih terselip di tempat tersembunyi.
BalasHapusSemoga sehat selalu Mbah_Man dan para canmen semua.
masih siap siap nunggu wedaran .....semogaaa
BalasHapusSaya sampai tahun 1990 han langganan buku api di bukit menoreh di alun alun bandubg jawa barat. Saya masih ingat buku yang dibaca terakhir di bagian glagah putih dan rara wulan tapa ngidang, setelah itu terputus karena pindah tempat tinggal.Dua bulan yang lalu tak sengaja membuka mbah google dan membaca adbm sampai stsd bagian ini, terima kasih mbah man saya tetep menunggu lanjutan kisah yang menarik ini...
BalasHapusSaya sampai tahun 1990 han langganan buku api di bukit menoreh di alun alun bandubg jawa barat. Saya masih ingat buku yang dibaca terakhir di bagian glagah putih dan rara wulan tapa ngidang, setelah itu terputus karena pindah tempat tinggal.Dua bulan yang lalu tak sengaja membuka mbah google dan membaca adbm sampai stsd bagian ini, terima kasih mbah man saya tetep menunggu lanjutan kisah yang menarik ini...
BalasHapusterimakasih dobelannya
HapusBait terakhir yang enak dibaca :
Hapus"terima kasih mbah man saya tetep menunggu wedaran selanjutnya yang menarik ini...sejak tahun 1990 han"😆😆
Mengikuti kemah peringatan hari santri nasional sambil menunggu kabar mas santri yang membawa ki RAS....
BalasHapusMengikuti kemah peringatan hari santri nasional sambil menunggu kabar mas santri yang membawa ki RAS....
BalasHapusSuwun dobelane
HapusMengikuti kemah peringatan hari santri nasional sambil menunggu kabar mas santri yang membawa ki RAS..
BalasHapustitik2 nya kurang 2 Ki ..
HapusTeliti banget, jangan2 ki BK ini anggota kpk hhhhh
Hapustitik titik nya kurang kurang Ki..
Hapus*صباح الخير*
BalasHapusArtinya : "ini foto saya yang baru" ganteng bukan??
HapusIni masih blm buka topeng.... masih malu"....in. Wajah semu, Ki. 🤣🤣
HapusWajah ke-3 ki zy
HapusKamsudnya permulaan hari yg baik
Matur nuwun sanget Mbah Man...tulalit again...signalnya baru move on..😆👍🙏
BalasHapus