Glagah Putih merasakan
sekujur tubuhnya bagaikan terpanggang di atas bara api dari tempurung kelapa. Beberapa
bagian tubuhnya bahkan terasa pedih dan panas. Ketika Glagah Putih
kemudian mencoba bangkit berdiri, betapa
tulang belulangnya bagaikan telah berpatahan. Sementara di beberapa bagian
tubuhnya, sebagian kulitnya ternyata telah melepuh terbakar.
Sejenak Glagah Putih mencoba
untuk memperbaiki keadaannya dengan menarik nafas dalam-dalam beberapa kali
untuk melonggarkan pernafasannya yang bagaikan tersumbat. Ketika pandangan
matanya kemudian mengarah ke depan, tampak tubuh Raden Surengpati terbujur
diam, entah pingsan atau mati.
Setelah merasakan tubuhnya
sedikit demi sedikit mulai terasa menjadi segar kembali, Glagah Putih pun segera
meneruskan usahanya untuk berdiri tegak. Begitu merasakan keadaannya sudah semakin membaik, Glagah Putih pun sudah tidak dapat menahan diri lagi. Dengan bergegas
dia segera berlari menuju ke arah dinding padepokan sebelah timur.
Dalam pada itu beberapa
puluh tombak dari tempat pertempuran Ki Waskita melawan Putut Sambernyawa, di
antara lebatnya pepohonan hutan sebelah timur gunung Tidar, tampak dua orang
sedang berjalan perlahan meninggalkan tempat itu.
“Eyang,” berkata seorang
perempuan yang terlihat masih muda dan cantik, “Mengapa pada saat terjadi
benturan tadi, Eyang tidak berusaha menolong Ki Rangga?”
Orang berperawakan tinggi
besar yang berjalan di sebelahnya tidak segera menjawab. Setelah menarik nafas
panjang, barulah dia kemudian menjawab, “Rara, yang membangunkan Ki Rangga dari
puncak samadinya tadi bukanlah aku. Sebelum kita tiba di tempat ini, panggraitaku
sudah mengatakan bahwa ada dua orang yang terlebih dahulu telah berada di
tempat ini.”
“Siapakah sebenarnya mereka
itu, Eyang?” sahut perempuan muda itu dengan serta merta.
Orang yang di panggil Eyang
itu menggeleng. Jawabnya kemudian, “Aku tidak tahu. Namun yang jelas mereka
berada di pihak Mataram karena telah menolong Ki Rangga di saat-saat lawannya
mengerahkan segenap kemampuannya untuk menghancurkan Ki Rangga. Jika Ki Rangga masih tenggelam dalam puncak samadinya, tentu petualangan Ki Rangga sebagai agul-agulnya Mataram telah berakhir di sini.”
Sejenak suasana menjadi
hening. Hanya suara gemerisik dedaunan kering di atas tanah lembab yang terinjak oleh kaki mereka saja yang terdengar dalam irama ajeg. Sementara
tanda-tanda datangnya sang fajar mulai tampak menjelang.
“Eyang,” kembali terdengar
suara perempuan cantik itu, “Kemanakah kedua orang itu akan membawa Ki Rangga?”
“Aku tidak tahu Rara.”
“Setidaknya Eyang dapat
menduga-duga.”
“Bagaimana aku akan dapat
menduga jika aku tidak mengenal mereka berdua.”
Kembali suasana menjadi
hening. Kerut merut tampak di dahi perempuan muda yang cantik itu. Sepasang alisnya
yang bak semut beriring itu tampak hampir menyatu, namun justru telah menambah
kecantikan dan daya tariknya.
“Ah, aku tahu,” tiba-tiba
perempuan cantik itu terdengar berseru gembira, “Seharusnya Eyang tahu ke mana sebenarnya
mereka berdua itu pergi. Aku yakin Eyang
mampu melihat arah kepergian kedua orang itu, terutama yang masih muda tadi. Dengan
demikian Eyang dapat menduga dari daerah mana sebenarnya kedua orang itu
berasal.”
“Sudahlah Rara,” orang
tinggi besar itu cepat-cepat memotong, “Tidak usah menduga-duga yang kita belum tahu kejelasannya. Lebih baik kita mendoakan ki Rangga, semoga dia segera
mendapatkan pertolongan dan keadaannya segera membaik.”
Tampak bibir indah itu
cemberut. Sepasang mata yang indah bak bintang timur itu pun ikut meredup. Sementara
di kedua sudut matanya mulai terlihat butiran air yang mengambang.
Terdengar helaan nafas yang
sangat dalam dari orang tinggi besar yang berjalan di sebelahnya. Ada sedikit keraguan
yang menyelinap di dalam hatinya untuk berterus terang. Sebenarnyalah mata
hatinya telah mampu menangkap siapakah kedua orang yang membawa Ki Rangga
beberapa saat yang lalu itu.
“Jika aku mengatakan yang
sebenarnya,” demikian orang itu berkata dalam hati, “Tidak menutup kemungkinan
dia akan merengek-rengek untuk meminta aku mengikuti kedua orang itu tadi. Sedangkan
aku masih belum ada kepentingan untuk bertemu dengan salah satu dari mereka. Namun
suatu saat aku memang ingin bertemu dengan orang linuwih itu untuk sekedar bertukar
pikiran tentang jantraning ngaurip.”
“Rara,” berkata orang itu kemudian
pada akhirnya, “Lebih baik kita segera mempercepat perjalanan kita menuju
Kendalisada. Sepeninggal Kiai Damar Sasangka, padepokan Sapta Dhahana tentu
dengan mudah akan dapat dikuasi oleh Ki Gede Matesih dan pasukannya.”
Tidak terdengar jawaban yang
terlontar dari bibir mungil nan indah itu. Hanya sebuah anggukkan perlahan saja
yang terlihat.
Suwun wedaranipun Mbah Man
BalasHapusMATUR NUWUN SANGET MBAH_MAN.
HapusDIALOG
1. • satrio slaro 8 Oktober 2017 12.42
…. Mas santri ini ada hubungannya sama cerita ttg raden mas santri dari gunungpring muntilan magelang itu gak ya……
……………adalah putra ki ageng pemanahan, kalo gitu sodaranya karebet donk ��
2. Adiwa Swarna 8 Oktober 2017 14.15
………..Tapi diceritanya Mbah Man itu namanya Mas Santri bukan Raden Santri…….
3. Adiwa Swarna 9 Oktober 2017 06.58
....mungkin tambah seru lagi..ternyata nama Mas Satri hanya nama samaran …………..
4. Mang Ojak
……..mungkin “ sang ayah memang Raden Santri “……sedangkan “sang anak” sengaja menggunakan nama samaran yang mirip........….
5. “Sudahlah Rara,” orang tinggi besar itu cepat-cepat memotong, “Tidak usah menduga-duga yang kita belum tahu kejelasannya. Lebih baik kita menunggu wedaran dari Mbah_Man lagi saja, siapa tahu teka teki tentang Mas Santri akan segera terkuak hari ini…….
6. …..hehehe……..
11. Mari prediksi bola lebih lanjut sblm wedaran berlanjut
HapusSejenak Ki Waskita ragu-ragu untuk melanjutkan langkahnya. "Dia sama sekali belum mengenal orang itu." Seseorang yang tampak masih muda namun memiliki sorot mata yang sangat tajam.
Dlm tanda kutip "..." menunjukkan bukan cantrik GB alias sukro (bukan 2 kelinci) kecuali jika pendekar jaka raras tdk lg bergelar ki waskita tp jd ki pelupa
Nuwun
Matur nuwun sanget mbah Man.
BalasHapusJum'at barokah. Matur nuwun, Mbah_Man.
BalasHapusSiapa kira-kira yg menyelamatkan Ki RAS? Tetapi yg jelas keduanya bukan musuh. Selanjutnya.... ditunggu di 07/09.
Matur nuwun. Hadiah wiken....
BalasHapusTerima Kasih Mbah Man
BalasHapusmantab.....semut beriring, matur-nuwun mBah-Man...
BalasHapusLegaaaa...matur nuwun panembahan
BalasHapusJum'at barakah, matur nuwun Mbah Man ..... tetap semangat !
BalasHapusBelok kanan belok kiri . . .
BalasHapusSiapakah yang akan datang sekarang ?
Memegangi dengan kedua belah tangan demi menjaga agar lebih lekat dan tidak goyah ketika diterpa angin badai berputar kencang dengan kecepatan lebih dari 330km/jam seperti Valentino Rossi naik M1 saat mengejar Marc Marquez.
Sebenarnya memiliki satu kemampuan mumpuni yang dalam lebih baik daripada banyak kemampuan tetapi hanya melebar ke kiri atau ke kanan itupun hanya kulitnya seperti Swandaru (alm).
Akan lebih tajam dan mendalam apabila fokus pada kedalaman penguasaan ilmunya . . . seperti KRAS
Alhamdulillah....
BalasHapusMatur sembah nuwun kiaine....
Jumat barokah mugi² dobel.....
Matur nuwun mbah man ... wedaranipun makin bikin penasaran mbah...
BalasHapusTerima kasih Mbah Man
BalasHapusAduh tambah penasaran banget ah aaaah
BalasHapusLanjuuuttt mbah...matur nuwun...
BalasHapusTerimakasih Mbah Man.
BalasHapusManttaaap ....
ngintip.....
BalasHapusmatur suwun Panembahan.
Matur nuwun sanget mbah Man..
BalasHapusMantab
Matursuwun mbah mandrake & dhalang sdh wedaran
BalasHapusMatursuwun ki SP meluangken wkt utk
Mksh mbah man
BalasHapusMatur nuwun sanget Mbah Man...maaf agak telat karena kena tilang...🙏🙏
BalasHapus"Setidaknya eyang bisa menduga duga"
"Ah sebaiknya tidak usah menduga duga yang kita belum tahu kejelasannya, mari kita doakan semoga Mbah Man sehat dan wedaran segera turun agar lebih jelasnya"
Bukan begitu para saderek.....😆
Bukaaaaaannnn .....🔊
HapusBegituuuuuu🔊🔊
HapusParaaaaa....
HapusPetugasnya bilang "kutilang kau!!!", hehehe... mungkin seperti itu ya, Ki Adiwa S???
HapusBukan "kutilang" Ki Zaini....tapi "perkutut"...
HapusTebakan sy yg menolong sedayu adalah Ki Tanpa Aran
BalasHapusBetuuulll!!!!
HapusTernyata postur tubuh eyang yang memiliki aji sapu angin itu tinggi dan besar, bukanya kurus dan bungkuk...ah salah prediksi waktu itu....
BalasHapusPrediksi bola minggu depan:
HapusSingapura
Hongkong
Macao
Sidoarjo ada apa nggak ya?
Semangaat pagi ... semoga Senin ini ada wedaran ... penasaran Ki RAS dibawa kemana ?
BalasHapusPagi Ki DP...Ki RAS dibawa ke RSCM sekarang sedang di infus...
HapusBukan... sekarang dipindah lagi ke RSPAD, sebab Ki RAS seorang Prajurit. Sekarang masih di ruang rawat inap.... hayo siapa mau besuk?
HapusBetul Ki Zaini karena waktu itu RSCM adalah rumah sakit yang terdekat....sekarang sudah dibaea ke RSPAD di blok khusus perwira...Rara Anjani sudah besuk dan menemani Ki RAS dan eyangnya di suruh pulang duluan.....
HapusOOoo pantes tadi rombongan dari tanah perdikan menoreh besuk ke RSCM gak ketemu ... sudah pindah toooo .....
HapusBetul... betul.... betul, eyangnya takut diinfus, makanya dia pulang duluan. Hehehe... ngelantur...
Hapushehehehehehe mending makan bothok mlanding daripada di infus ki ...
HapusKarena Ki RAS belum bisa makan maka asupannya melalui infus, bothok mlanding dan gudeg komplit di juser diambil sarinya dan dimasukan ke botol infus....
Hapusgenginjang.... sabaaaaarrr..
BalasHapusLeres Ki .... Sabarrrr .... pasti ada wedaran ...
HapusSenin berkah...biasane Mbah Man nyebar sedekah rontal...
BalasHapusAamiin...
HapusAamiiinnn YRA .....
Hapus