Senin, 16 Oktober 2017

STSD 07_09

Dalam pada itu Ki Gede Matesih dan pasukan pengawalnya telah tiba di kaki bukit tidar dan mulai mendaki ke atas. Samar-samar dalam keremangan pagi gerbang padepokan Sapta Dhahana sudah mulai terlihat.

“Cepat..!” seru Ki Gede Matesih sambil mengangkat tombak pendek di tangan kanannya tinggi-tinggi.

Mendengar perintah pemimpinnya, dengan segera para pengawal  mempercepat lari mereka. Sambil menghunus senjata masing-masing, para pengawal itupun telah bersorak-sorai sambil mengacu-acukan senjata mereka.

Dalam pada itu, Ki Kamituwa dan pasukan pengawalnya ternyata telah mampu memperpendek jarak dengan pasukan di depannya. Mereka pun kemudian segera bergabung menjadi satu dengan pasukan pengawal Ki Gede Matesih. Sorak sorai pasukan yang telah bergabung itu pun terdengar semakin membahana merobek udara padi di gunung Tidar. Sementara dengan perlahan cahaya fajar di langit  timur mulai membayang. Burung-burung pun berkicau dengan riangnya menyambut kedatangan sinar Matahari yang pertama kali menyentuh bumi.

Ketika sinar Matahari yang pertama kemudian telah menyentuh regol padepokan Sapta Dhahana, beberapa cantrik yang sedang terlelap tidur di regol depan karena pengaruh sirep mulai tampak tersadar. Salah seorang yang mempunyai kemampuan melebihi kawan-kawannya  ternyata telah mulai menggeliat dan membuka matanya.

Memang  kantuk itu rasa-rasanya masih bergelayut di pelupuk matanya. Namun ketika kesadaran mulai memasuki otaknya, sebagai seorang cantrik yang sedang mengemban tugas jaga di regol depan, dia segera menyadari keadaannya.

“He?!” seru cantrik itu sambil terlonjak kaget demi mendapatkan dirinya tidur bersandaran pintu gerbang yang setengah terbuka, “Apa yang terjadi?”

Belum sempat dia menyadari keadaan sepenuhnya, lamat-lamat telinganya mendengar suara riuh rendah dari lereng bukit Tidar yang menuju ke gerbang padepokan.

Ketika dia kemudian dengan tergesa-gesa bangkit berdiri dan memalingkan wajahnya ke arah kaki bukit, dalam keremangan cahaya pagi  tampak  sepasukan orang-orang bersenjata lengkap sedang berlari-larian mendaki lereng bukit Tidar yang tidak begitu terjal.

“Gila! Siapakah mereka sebenarnya?” geram cantrik itu

Namun cantrik itu segera tanggap. Tidak ada waktu lagi untuk membangunkan para cantrik yang sedang bertugas jaga itu satu-persatu. Dengan cepat dia segera berlari ke arah kentongan yang tergantung di ujung gardu di sebelah regol. Tanpa membuang waktu, kentongan itu pun kemudian dipukulnya dengan nada titir.

Sejenak kemudian, suara titir pun telah menggema memenuhi udara pegunungan Tidar.

Beberapa cantrik yang berjaga di regol depan pun segera terbangun. Untuk beberapa saat sebagian dari mereka memang masih tampak kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa .

“Tutup pintu gerbang!!” tiba-tiba terdengar teriakan cantrik yang pertama kali terbangun itu sambil terus membunyikan kentongan, “Sebagian cantrik segera pergi ke barak!  Bangunkan semua cantrik! Padepokan sedang dalam bahaya! Musuh sudah di depan mata..!”

Ternyata para cantrik itu justru telah menjadi bingung begitu mendengar perintah yang bertubi-tubi itu. Namun salah seorang cantrik yang bertubuh kurus dengan cekatan segera berlari ke regol untuk mendorong pintu gerbang.

“Bantu aku!” teriaknya kemudian sambil terus mendorong pintu gerbang yang cukup tinggi dan lebar itu.

Dua orang cantrik segera meloncat dan membantu mendorong pintu gerbang. Sekilas di antara daun pintu gerbang yang hampir tertutup itu, mereka masih sempat melihat pasukan yang cukup besar dengan senjata lengkap tampak sedang berlari-larian mendaki lereng. Suara mereka terdengar seperti suara segerombolan lebah yang sedang marah. Senjata mereka yang teracu-acu mendebarkan jantung tampak berkilat-kilat tertimpa sinar matahari pagi.

“Cepat!” teriak cantrik yang bertubuh kurus itu memberi aba-aba kawan-kawannya.

Sejenak kemudian pintu gerbang regol depan padepokan itupun telah tertutup rapat dan diselarak kuat-kuat dari dalam. Sementara dua orang cantrik segera bersiap untuk berlari ke barak membangunkan para cantrik yang lain.


Namun suara kentongan dalam nada titir itu ternyata telah membangunkan mereka. Beberapa cantrik yang telah terbangun segera menyambar senjata mereka masing-masing. Sebelum dua orang cantrik yang bertugas jaga di regol depan itu berangkat ke barak-barak, tampak dari arah belakang bangunan induk padepokan, beberapa cantrik dengan senjata terhunus sedang berlarian menuju ke halaman depan padepokan.

24 komentar :

  1. Matur nuwun Ki Haji Panembahan Mandaraka ..... tetap semangat !

    BalasHapus
  2. Matur nuwun sanget Mbah Man wedaranipun ... penasaran makin tinggi ... mudah mudahan segera ada wedaran lagi hehehe tombo penasaran Mbah ...

    BalasHapus
  3. Matur nuwun sanget Mbah ManπŸ™

    BalasHapus
  4. Matur nuwun, Mbah_Man. Para cantrik blm sempat sarapan pagi.... eh malah kedatangan densus 07_09... p a n i k jadinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah Ki Zaini nglindur Mbah Man ngeposnya jam 14.58 masa belum sarapan pagi...mungkin makan siang juga kelupaan.. ...πŸ˜†

      Hapus
    2. Hahaha... itu yg belum sarapan cantrik"nya padepokan sapta dahana, Ki Adiwa. Mereka baru tersadar dari sirep.

      Hapus
    3. Oh...seperti itu!!...ya kita berdoa saja agar tawuran antara penduduk Gunung Tidar dan Penduduk Matesih tidak banyak memakan korban, karena DenSusilo sebagai kepala desa gunung tidur ikut juga khawatir...

      Hapus
  5. penasaran makin tinggi ...matur nuwun sanget Mbah Man wedaranipun ... mudah mudahan segera ada wedaran lagi hehehe tombo penasaran Mbah ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah..seandainya pemasaran yang makin tinggi...pasti untung besar ....hehehe

      Hapus
    2. Menejer marketingnya huebat, Tn. Gatra Bumi yg ahli membuat pliridan di masa kanak"nya dulu. Iya toh, Ki Adiwa?

      Hapus
    3. πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†

      Hapus
  6. Matur nuwun wedaranipun mbah man... Dingapunten menawi mboten tumut komen ting episode 07_08 amergi saweg nganu...

    BalasHapus
  7. Matur nuwun sanget Mbah Man,mantab.

    BalasHapus
  8. Matur nuwun Kiai Haji Panembahan....
    Baru 1 perang tanding yang selesai yakni Ki Rangga Agung Sedayu VS Ki Damar Sasongko, yang berakhir dengan tewasnya Pimpinan Perguruan Sapta Dhahana dan terluka parahnya Ki Rangga Agul2nya Mataram itu.
    Haadirnya Pasukan Pengawal Perdikan Matesih di bawah Komando Ki Gede Matesih sepertinya akan menemui rintangan dengan tertutupnya regol padepokan.
    Hemh...kira2 apa yang terjadi selanjutnya ya? Penasaran deh jadinya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih menunggu info apakah Ki Damar Sasangka itu tewas karena berbenturan ilmu dengan Ki RAS atau dengan yang menolong Ki RAS yang sedang bersemedi..????

      Dan pasukan Ki Gede Matesih dalam berangkat penyerangan memang banyak mendapat rintangan tapi semua itu berhasil dilalui berkat rantangan yang cukup memadai menunya sehingga segala rintangan seakan akan tidak berarti....

      Hapus
    2. Ki Damar Sasangka berbenturan dg rekan sendiri demi mempertahankan gawang padepokannya. Turut berduka cita... πŸ˜”πŸ˜”πŸ˜”

      Hapus
    3. Sugeng enjang.... nunggu rantangan, jauhkan rintangan. Maju terus Ki Gede Matesih.

      Hapus
    4. Sugeng enjing to....

      Menu rantangan untuk menghancurkan rintangan

      1.bothok mlanding
      2.gudeg opor ayam
      3.sambel goreng ati
      4.krecek plus buntil daun talas
      5.telor pindang

      Yang paling membuat semangat Ratri anak Ki Gede yang menyajikan.....

      Hapus
    5. πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ‘πŸ‘

      Hapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.