Minggu, 08 Oktober 2017

STSD 07_06

Sejenak Ki Waskita ragu-ragu untuk melanjutkan langkahnya.  Dia sama sekali belum mengenal orang itu. Seseorang yang tampak masih muda namun memiliki sorot mata yang sangat tajam.

Melihat Ki Waskita ragu-ragu untuk melangkah mendekat, anak muda itu segera maju beberapa langkah. Sesampainya di hadapan Ki Waskita, dia segera membungkuk dalam-dalam sambil tersenyum. Katanya kemudian, “Maafkan aku, Kiai. Ijinkan aku memperkenalkan diri terlebih dahulu. Namaku Santri, orang-orang terbiasa memanggilku Mas Santri.”

Ki Waskita mengerutkan keningnya dalam-dalam. Nama itu terdengar agak asing di telinganya. Seumur hidupnya Ki Waskita memang belum pernah mendengar nama Mas Santri.

“Mas Santri?” tanpa sadar Ki Waskita mengulang nama itu.

“Benar, Kiai,” jawab anak muda yang mengaku bernama Mas Santri itu dengan serta merta.

“Baiklah, Mas Santri,” berkata Ki Wasita kemudian, “Jangan panggil aku Kiai, karena aku memang bukan seorang Kiai. Aku Ki Waskita, salah seorang penghuni di Tanah Perdikan Menoreh.”

Mas Santri tampak mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar jawaban Ki Waskita.  Berkata Mas Santri kemudian sambil mengangguk hormat, “Maafkan aku Ki Waskita, jika memang aku salah dalam hal ini. Aku diutus oleh ayahku dan sekaligus guruku untuk memberitahukan kepada siapapun yang mencari keberadaan Ki Rangga saat ini.”

Mendengar Mas Santri menyebut nama Ki Rangga, Ki Waskita bagaikan tersadar dari sebuah mimipi buruk. Dengan tergesa-gesa dia segera menyahut, “Ki Rangga Agung Sedayu? Di mana keberadaan Ki Rangga sekarang? Dan bagaimanakah keadaannya?”

Mas Santri tersenyum sekilas mendapat pertanyaan yang bertubi-tubi dari Ki Waskita itu. Jawabnya kemudian, “Ki Waskita, Ki Rangga telah dibawa menyingkir oleh ayahku. Tapi percayalah, ayahku akan berusaha sekuat tenaga untuk menolong Ki Rangga yang sedang menderita luka yang cukup parah.”

“Ki Rangga terluka parah?” tanpa sadar Ki Waskita berseru dengan suara sedikit khawatir.

Segera saja Ki Waskita teringat di saat-saat terakhir sebelum benturan itu terjadi. Ki Waskita masih sempat melihat Ki Rangga yang sedang dalam puncak samadinya itu menyilangkan kedua tangannya di atas kepala.

“Bagaimana mungkin itu bisa dilakukan oleh angger Sedayu?” pertanyaan itu melingkar-lingkar dalam benak Ki Waskita, “Untuk membangunkan dari puncak samadinya diperlukan waktu. Mungkin seseorang yang linuwih telah berhasil membangunkan angger Sedayu hanya dalam waktu yang sekejap sehingga angger Sedayu masih mempunyai kesempatan untuk melindungi diri. Tidak menutup kemungkinan ayah dan sekailgus guru dari anak muda yang bernama Mas Santri inilah yang telah melakukannya.”

Namun belum sempat kedua orang itu melanjutkan pembicaraan mereka, tiba-tiba saja dari arah dinding padepokan terdengar suara teriakan menggelegar.

“Guru..?!” terdengar seseorang berteriak sambil meluncur turun dari atas dinding padepokan.

Serentak kedua orang itu berpaling. Tampak Putut Sambernyawa yang telah turun dari dinding padepokan itu sedang berlari menuju ke tempat  gurunya yang terbujur diam.

Dada Ki Waskita pun berdesir tajam. Tidak menutup kemungkinan pertempuran antara dirinya dengan Putut itu akan berkobar kembali. Namun Ki Waskita sudah bertekat bulat. Apapun yang terjadi, dia akan menyabung nyawa dengan murid utama perguruan Sapta Dhahana itu.

“Sudahlah Ki Waskita,” tiba-tiba terdengar Mas Santri bergumam perlahan, “Aku mohon diri. Aku harus segera menyusul ayahku untuk ikut membantu menolong menyelamatkan Ki Rangga.”

Ki Waskita berpaling ke arah Mas Santri. Sejenak dipandanginya anak muda itu dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Sambil melangkah mendekat, Ki Waskita pun kemudian berkata dengan suara yang berat dan dalam, “Mas Santri, aku tidak tahu siapakah sebenarnya kalian berdua dan dari mana asal kalian. Namun menurut pengakuanmu sendiri, ayahmu telah membawa Ki Rangga yang sedang terluka parah,” Ki Waskita berhenti sejenak untuk sekedar menarik nafas melonggarkan dadanya yang tiba-tiba saja menjadi sedikit pepat. Lanjutnya kemudian, “Katakanlah yang sebenarnya, apakah aku dapat memegang ucapanmu? Apakah engkau dan ayahmu dapat menjamin akan keselamatan Ki Rangga?”

Mendapat pertanyaan seperti itu, sejenak Mas Santri tertegun. Sambil menghela nafas panjang, Mas Santri pun akhirnya menjawab, “Ki Waskita, ayahku melarang untuk mengungkapkan jati diri kami berdua. Bukan maksud kami untuk berteka-teki. Tujuan kami adalah semata-mata menolong sesama dengan tanpa pamrih,” sejenak Mas Santri mengambil nafas. Lanjutnya kemudian, “Tentang keselamatan Ki Rangga, tentu saja kami berdua tidak bisa menjamin. Bahkan menjamin keselamatan diri kami sendiri pun kami tidak akan mampu. Hanya Yang Maha Agung yang dapat menjamin keselamatan kita semua di muka bumi ini. Marilah kita selalu mendekatkan diri dan berdoa kepadaNYA agar langkah kita selalu dalam perlindunganNYA.”

Kata-kata Mas Santri itu bagaikan ujung sebuah duri kemarung yang menghujam ke jantungnya. Ki Waskita pun tersadar akan kesalahan pemahamannya selama ini bahwa nasib seseorang itu dapat ditentukan oleh orang lain. Hanya kepada Yang Maha Agung, Penguasa seluruh alam semestalah tempat semua makhluk itu bergantung.

Ketika Ki Waskita masih merenungi kata-kata Mas Santri, tiba-tiba terdengar sebuah bentakan  keras  hanya beberapa langkah saja di belakangnya. Ki Waskita pun segera membalikkan badan.

“Orang tua!” geram Putut Sambernyawa yang ternyata telah berdiri beberapa langkah saja di hadapannya, “Hutang nyawa harus dibayar dengan nyawa. Nyawa guruku sama dengan nyawa seribu orang. Aku akan membunuh siapapun orang-orang yang telah membantu Mataram. Seribu orang, ya..seribu orang, itu baru sepadan dengan nyawa  guruku.”

Ki Waskita mengerutkan keningnya. Ancaman Putut itu terdengar aneh di telinganya. Mengadapi dirinya seorang saja dia masih belum mampu untuk menuntaskannya, apalagi seribu orang. Namun Ki Waskita segera menyadari bahwa ancaman Putut itu tentu terdorong oleh kemarahan atas kematian gurunya.


Ketika ki Waskita kemudian menyempatkan diri untuk berpaling sekilas ke belakang, ternyata anak muda yang mengaku bernama Mas Santri itu sudah tidak berada di tempatnya lagi.

37 komentar :

  1. Matur nuwun sanget Mbah ManπŸ™πŸ™πŸ‘

    Ternyata orang itu "Mas Santri"....

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah.....matur nuwum Mbah_Man.

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah.
    Nambah lagi teka-tekinya

    BalasHapus
  4. Alhamdulillah .....
    Terimakasih Mbah Man !

    Mas Santri ..... ???

    BalasHapus
  5. Alhamdulillah, Ki RAS selsmat tp siapa mas Santri, siapa bapaknya mas Santri, semakin penasaran dan penuh teka teki. . .
    Suwun mbah Man

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ki RAS memang selamat tapi terluka parah, sehingga teriakan "Kakaaang" dari manoreh yang dilantunkan oleh Sekar Mirah sampai Gunung Tidar yang juga terdengar teriakan "Kakaaang" yang disenandungkan oleh Rara Anjani.

      Untuk sekedar berprasangka baik siapakah guru sekaligus bapaknya Mas Santri, mungkin orang itu sekelas dengan Kiai Gringsing yang ahli pengobatan, tapi dia bukan Kiai Gringsing karena Kiai Gringsing tidak beranak dan tidak beristri...

      Apakah Mas Santri = Mas Sukra" karena konon Gatra Bumi juga terlahir dari keluarga yang berilmu tinggi,karena takut akan dendam maka Sukra dititipkan di Manoreh???...
      ...sekedar tebak tebakan dari pada penasaran...πŸ˜†πŸ˜†

      Hapus
    2. Kalau Sukra tentu Ki Waskita mengenalnya,mungkin Mas Santri adalah putra Mahkota Mataram.

      Hapus
    3. Betul Ki Waskita pasti mengenal Sukra tapi dalam hal ini Sukra tidak ingin dikenal dengan penyamaran, dan pada saat pergi begitu Ki Waskita menoleh Mas Santri sudah tidak ada seperti ditelan bumi, dan memang Sukra dan Kiai Ajar Mintaraga yang senyumnya mirip Kiai Gringsing tidak ingin secara langsung membantu dalam adu gelut... ...tapi dalam hal ini mau tidak mau merasa wajib melindungi Ki RAS yang terluka parah....hehehe...www.ngeles.comπŸ˜†πŸ˜†

      Hapus
  6. Matursuwun mbah mandrake & dhalang yg sdh wedaran & sdh menerima atensi kami tanpa sempritan

    Kalo anaknya Santri
    Kalo bapaknya bagusnya Ustad
    Nenek moyangnya seorang syeh

    Wkwkwkwk.......
    Provokasi terus......

    BalasHapus
    Balasan
    1. ....penggemarnya : mas Cantrik n mbak Mentrik......

      .....Mas Santri telah datang.....isyarat jika sudah saatnya melakukan upacara bertobat nasional.....

      ...Wkwkwkwk.......
      Provokasi terus...........

      Hapus
  7. Matur nuwun wedaranipun mbah man 😊
    Mas santri ini ada hubungannya sama cerita ttg raden mas santri dari gunungpring muntilan magelang itu gak ya 😁

    BalasHapus
  8. http://www.cirebontrust.com/kiyai-raden-santri-seorang-bangsawan-yang-memiliki-sifat-tawadhu.html

    Disini ceritanya agak rancu karena dlm kisah ini raden santri adalah putra ki ageng pemanahan, kalo gitu sodaranya karebet donk 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi diceritanya Mbah Man itu namanya Mas Santri bukan Raden Santri mungkin hanya namanya sama tapi gelarnya beda Raden vs Mas......hehehe

      Mungkin kalau cerita di JJYT Raden Santri juga akan dimunculkan untuk mengimbangi Raden Panji....πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†

      Hapus
    2. Setuju Ki Adiwa, namanya juga cerita rekaan / imadjiner.

      Sebenarnya sejak dari dulupun Ki RAS 2 nd tentu sudah tahu juga, bahwa menurut babad Mataram, pernikahan Andjani dengan Raden Mas Rangsang juga tidak pernah terjadi.

      Tapine kenapa tetap saja cemburu ??? Eh...cemberut ????

      ......ngapuntene Ki.......

      ....hehehe.....

      Hapus
    3. Dalam babad Mataram memang tidak tercatat perkawinan itu, makanya oleh Mbah Man tidak dilanjutkan percintaan RMR dengan RA dan dalam babad cerita STSD Rara Anjani dikembalikan kepada yang berhak, karena RA adalah hadiah yang sah dari hasil kejuaraan gelut Ki RAS.....hehehe

      Hapus
    4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    5. Maaf konten melanggar UU IT-E jd dihapus sendiri

      Ting ^_°

      Hapus
    6. Maaf konten melanggar UU IT-E jd dihapus sendiri

      Ting ^_°

      Hapus
  9. Ada lagi new comer, Mas Santri dan gururunya yg entah siapa mereka. Semoga saja mereka berdua dipihak Ki Adiwa yg tidak diragukan kesetiaanya pada Mataram. Matur nuwun, Mbah_Man.selamat berhari Minggu, Ki Adiwa swarna.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat Ki Zaini matur nuwun sekarang sedang dirawat dengan bapaknya Mas Santri.....hehehe

      Hapus
  10. Semoaga dg terlukanya Ki RAS kali ini, dapat menjadikan Ki RAS lebih sakti lagi setelah sembuh... seperti kejadian yg sudah-sudah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kl menurut saiyahh ... terluka itu bikin tambah sakit, bkn sakti.

      *semoga bkn salah ketik*

      Hapus
    2. Ooooh... iya juga, bener Ki BK...

      Hapus
  11. Weeii, lah dalah ... Suwun mbah man, ki arema, pak satpam ,

    BalasHapus
  12. matur-nuwun, mBah-Man atas wedarannya m

    BalasHapus
  13. Matur sembah nuwun Mbah Man ...
    Mas Santri atau Mbak Santri ... Rara Anjani menyamar jadi pria dengan nama Mas Santri, ayahnya ya itu, penguasa Gunung Kendalisada. Ki RAS jelas tambah mumet, cintanya Rata Anjani yang menggebu-gebu, hutang nyawa 2 kali, ditambah nantinya akan jadi Putri Tiban. Ki RAS pusing deh ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa jadi begitu....mungkin tambah seru lagi..ternyata nama Mas Satri hanya nama samaran sehingga tidak rancu dengan nama tokoh Raden Santri....πŸ˜†πŸ˜†

      Hapus
  14. Ternyata Ahad ada wedaran rontal, matur nuwun Ki Haji Panembahan Mandaraka ..... tetap semangat !

    BalasHapus
  15. Matur nuwun wedharan rontalnya Kiai Haji Panembahan...
    Edisi spesial hari ahad. Ikut tetap semangat...

    BalasHapus
  16. matur suwun mBah Man..wedaranipun...mbok ditambahi tho kiai..

    #sedelok maneh muncul tokoh mas aryo....saudara muda seperguruan walaupun lebih tua dari mas santri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya sudah saatnya muncul tokoh mas mas diawali dengan kemunculan Mas Santri dan kemudian Mas Aryo saudara mudanya Mas Santri, mungkin berikutnya muncul saudara tuanya seperti Mas Paijo, Mas Selamet, Mas Sugeng
      .....hahaha....

      Hapus
  17. Bisa jadi mas Santri adalah samaran dari Anjani. Bukankah sebelumnya diceritakan Anjani dan Resi Mayangkara ada disekitar TKP?

    Selamat kepo... mbah Man emang te o pe buat pembaca penasaran...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa jadi Ki Budi Setiawan....
      Rara Anjani menyamar,...demi ketemu Pujaan Hatinya...

      Hapus
    2. Wuih.......
      Ki BS ini pernah pendidikan FBI apa CIA apa BIN ya, analisanya tajam

      Hapus
  18. Semoga guru mas santri juga jadi guru agung sedayu

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.