Senin, 09 Oktober 2017

STSD 07_07

“Luar biasa,” berkata Ki Waskita dalam hati, “Siapakah sebenarnya anak muda itu? Jika masih semuda itu dia sudah menguasai ilmu sedemikian ngedab-edabi, tentu ayah dan sekaligus gurunya itu mempunyai kemampuan yang tiada taranya.”

Namun jauh di lubuk hati Ki Waskita telah terucap sebuah rasa syukur yang ikhlas. Ki Rangga ternyata telah mendapat perawatan di tangan seorang yang linuwih. Tentu kesehatan Ki Rangga akan segera  pulih dengan cepat seperti sedia kala.

Walaupun demikian, sepercik keragu-raguan masih saja hinggap di salah satu sudut  dalam hatinya. Manusia memang hanya mampu berusaha, Yang Maha Agung jugalah yang akan menentukan. Apabila ketentuan Yang Maha Agung itu yang akan berlaku, manusia hanya dapat pasrah untuk menerima dan berusaha dengan ikhlas untuk menjalankannya.

“Nah, bersiaplah untuk mati!” tiba-tiba terdengar geram Putut Sambernyawa membangunkan lamunan Ki Waskita. Ketika Ki Waskita kemudian mengamati lawannya yang berdiri beberapa langkah saja di hadapannya, tampak murid utama perguruan Sapta Dhahana itu telah bersiap  menyalakan api untuk membakar tubuhnya.

Ki Waskita menarik nafas panjang. Tanpa sadar diamatinya kedua tangannya. Di lengan kiri masih membelit kain ikat kepalanya. Sedangkan di tangan kanan, seutas ikat pinggang telah siap melayani tandang Putut yang garang itu.

Sejenak kemudian, tanpa menunggu waktu lagi, serangan Putut Sambernyawa pun segera datang membadai menerjang lawannya.

Namun lawannya adalah Ki Waskita, orang tua yang sudah putus segala kawruh lahir maupun batin. Dengan mengandalkan kekuatan pada ujung ikat pinggangnya yang terbuat dari besi baja pilihan, serangan Ki Waskita pun mematuk-matuk ke segala bagian yang berbahaya dari tubuh lawannya.

“Rahasia orang ini agaknya terletak pada ketahanan tubuhnya,” demikian Ki Waskita berpikir sambil terus bertempur, “Jika aku mampu menggoyahkan ketahanan tubuhnya sedikit demi sedikit, api yang menyelimuti tubuhnya itu akan berbalik membakar tubuhnya sendiri.”

Berpikir sampai disitu, Ki Waskita segera meningkatkan serangannya. Ikat pinggang di tangan kanannya berputar semakin deras dan sesekali meluncur mematuk mengarah ke bagian-bagian tubuh lawannya yang berbahaya. Sedangkan tangan kirinya yang terbalut kain ikat kepalanya sibuk menangkis lidah-lidah api yang berhamburan menerjang ke arahnya.

Dalam pada itu, Glagah Putih yang sedang bertempur melawan Raden Surengpati menjadi sangat gelisah. Dia telah mendengar ledakan yang dahsyat tadi, namun sejauh itu dia belum mengetahui apa yang sebenarnya  telah terjadi dengan kakak sepupunya.

Beberapa saat tadi dia sempat melihat Kiai Damar Sasangka menghindar dari bayangan semu Ki Rangga dan kemudian berlari meloncati dinding Padepokan sebelah timur. Ketika bayangan pemimpin perguruan Sapta Dhahana itu menghilang ke balik dinding, Glagah Putih kembali melihat seseorang dari arah halaman belakang berlari meloncati dinding padepokan menyusul Kiai Damar Sasangka, dan Glagah Putih pun sangat mengenalnya sebagai Ki Waskita.

Begitu ledakan dahsyat itu terdengar membahana dan mengguncang udara padepokan Sapta Dhahana, Glagah Putih kembali melihat seseorang yang tidak dikenalnya berlari menyusul Ki Waskita meloncati dinding.

"Apakah sebenarnya yang telah terjadi?" pertanyaan itu sangat mengusik hati Glagah Putih, "Mengapa bayangan semu Kakang Agung Sedayu ikut menghilang bersama dengan menghilangnya Kiai Damar Sasangka?"

Namun Glagah Putih tidak mampu memecahkan teka-teki yang telah menyesaki benaknya.

Ternyata perhatian Glagah Putih yang terpecah itu telah dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh lawannya. Ketika Glagah Putih yang gelisah itu mencoba memperhatikan kembali dinding padepokan sebelah timur untuk sekedar menduga-duga apa yang telah terjadi, sambaran angin bercampur api yang membara telah menyentuh  pundaknya. 

“Gila..!” teriak Glagah Putih sambil meloncat kesamping. Rasa pedih disertai panas membakar  terasa menyengat pundaknya.

Namun lawannya tidak mau melepaskannya. Sekali lagi sebuah serangan meluncur menyambar dada.

Tidak ada jalan lain bagi Glagah Putih selain menjatuhkan diri bergulingan  menjauhi garis serangan lawan. Begitu Glagah Putih kemudian melenting berdiri, kedua tangannya telah teracu ke depan, siap melontarkan aji pamungkasnya, aji Namaskara.

Raden Surengpati yang sudah merasa di atas angin itu terkejut melihat sikap Glagah Putih, namun semuanya sudah terlambat. Raden Surengpati pun segera menghentakkan puncak ilmunya. Angin pusaran bercampur panasnya api melanda Glagah Putih  dengan dahsyatnya.

Glagah Putih yang telah mengambil keputusan untuk segera mengakhiri pertempuran itu sudah tidak dapat berpikir panjang lagi. Dia harus segera mengetahui keadaan kakak sepupunya itu. Sejenak kemudian, dari kedua telapak tangannya yang terbuka menghadap ke depan, meluncur sinar yang menyilaukan menghantam badai api yang menerjangnya.

Benturan pun terjadi dengan dahsyatnya. Ledakan disertai dengan semburan api telah melanda tempat itu. Kedua orang itu pun sama-sama telah terlempar ke belakang sebelum akhirnya jatuh bergulingan di atas tanah.

29 komentar :

  1. matur suwun Mbah...

    nuwun sewu...sing JJYT nopo sampun wonten lajenganipun

    BalasHapus
  2. Matur nuwun sanget Mbah Man๐Ÿ™

    "Luar biasa" ๐Ÿ‘๐Ÿ‘

    BalasHapus
  3. Matursuwon sanget mbah man๐Ÿ‘๐Ÿ‘

    BalasHapus
  4. Mantabs mbah man, napas seakan berhenti berdetak dgn pertarungan yg semakin seru dan mendebarkan, matur nuwun panembahan.

    BalasHapus
  5. Terima kasih Mbah Man
    Ki Rangga, bagaimanakah nasibnya.....

    BalasHapus
  6. Matur nuwun wedharannya Panembahan....
    Mantaps...sekaligus menyisakan tanya... Heheheh...

    BalasHapus
  7. matur nuwun wedaranipun Mbah Man ... deg deg plasss ... penasarannya makin banyak Mbah ...

    BalasHapus
  8. Matur nuwun wedaranipun mbah man ๐Ÿ˜Š
    Lanjut mengikuti pelatihan service hp gratis di balai desa selama 24 hari ๐Ÿ˜ #nyolong wektu judule

    BalasHapus
    Balasan
    1. latihan service 24 hari...
      latihan smash nya brp hari ki ..?

      Hapus
    2. HP kok yo di smash Ki ... mesakke...

      Hapus
    3. Service over.... kok jadi pindah bola, ya mas aryo?

      Hapus
    4. monggo ndangu ki Satrio...service..smash....drop shoot

      Hapus
    5. Pertadingane ganda campuran opo ganda sejenis Ki...

      Hapus
    6. Oh...nek ngono mesti melu pelatihan service Ki...ben normal maleh...tapi ojo dibalai desa ora pas...seng pas neng omah rehabilitasi..hehehe

      Hapus
  9. Matur nuwun Mbah Man ..... tetap semangat !

    BalasHapus
  10. Oktober ( 5 )
    STSD 07_05
    STSD 07_06
    STSD 07_07
    STSD 07_08

    .....hehehe......



    10:18:42 AM

    BalasHapus
  11. Mantap ... Mbah Man pintar banget membuat para pecinta STSD makin penesaran akan nasib dan keberadaan Ki Rangga Agung Sedayu .... monggo di ulas Mbah Man peristiwa pertarungan Agung Sedayu dengan antek bang Wetan itu ....

    BalasHapus
  12. Jumat berkah...biasane Mbah Man nyebar sedekah rontal...

    BalasHapus
  13. Ahad berkah...biasane Mbah Man nyebar sedekah rontal...

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.