“Luar biasa,” berkata Ki
Waskita dalam hati, “Siapakah sebenarnya anak muda itu? Jika masih semuda itu dia
sudah menguasai ilmu sedemikian ngedab-edabi, tentu ayah dan sekaligus gurunya
itu mempunyai kemampuan yang tiada taranya.”
Namun jauh di lubuk hati Ki
Waskita telah terucap sebuah rasa syukur yang ikhlas. Ki Rangga ternyata telah mendapat
perawatan di tangan seorang yang linuwih. Tentu kesehatan Ki Rangga akan segera pulih dengan cepat seperti sedia kala.
Walaupun demikian, sepercik
keragu-raguan masih saja hinggap di salah satu sudut dalam hatinya. Manusia memang hanya mampu
berusaha, Yang Maha Agung jugalah yang akan menentukan. Apabila ketentuan Yang
Maha Agung itu yang akan berlaku, manusia hanya dapat pasrah untuk menerima dan berusaha dengan ikhlas untuk menjalankannya.
“Nah, bersiaplah untuk
mati!” tiba-tiba terdengar geram Putut Sambernyawa membangunkan lamunan Ki
Waskita. Ketika Ki Waskita kemudian mengamati lawannya yang berdiri beberapa langkah saja di hadapannya, tampak murid utama
perguruan Sapta Dhahana itu telah bersiap
menyalakan api untuk membakar tubuhnya.
Ki Waskita menarik nafas
panjang. Tanpa sadar diamatinya kedua tangannya. Di lengan kiri masih membelit kain ikat kepalanya. Sedangkan di tangan
kanan, seutas ikat pinggang telah siap melayani tandang Putut yang garang
itu.
Sejenak kemudian, tanpa menunggu waktu lagi,
serangan Putut Sambernyawa pun segera datang membadai menerjang lawannya.
Namun lawannya adalah Ki
Waskita, orang tua yang sudah putus segala kawruh lahir maupun batin. Dengan
mengandalkan kekuatan pada ujung ikat pinggangnya yang terbuat dari besi baja
pilihan, serangan Ki Waskita pun mematuk-matuk ke segala bagian yang berbahaya
dari tubuh lawannya.
“Rahasia orang ini agaknya terletak
pada ketahanan tubuhnya,” demikian Ki Waskita berpikir sambil terus bertempur,
“Jika aku mampu menggoyahkan ketahanan tubuhnya sedikit demi sedikit, api yang
menyelimuti tubuhnya itu akan berbalik membakar tubuhnya sendiri.”
Berpikir sampai disitu, Ki
Waskita segera meningkatkan serangannya. Ikat pinggang di tangan kanannya
berputar semakin deras dan sesekali meluncur mematuk mengarah ke bagian-bagian tubuh
lawannya yang berbahaya. Sedangkan tangan kirinya yang terbalut kain ikat kepalanya
sibuk menangkis lidah-lidah api yang berhamburan menerjang ke arahnya.
Dalam pada itu, Glagah Putih
yang sedang bertempur melawan Raden Surengpati menjadi sangat gelisah. Dia
telah mendengar ledakan yang dahsyat tadi, namun sejauh itu dia belum
mengetahui apa yang sebenarnya telah
terjadi dengan kakak sepupunya.
Beberapa saat tadi dia
sempat melihat Kiai Damar Sasangka menghindar dari bayangan semu Ki Rangga dan
kemudian berlari meloncati dinding Padepokan sebelah timur. Ketika bayangan
pemimpin perguruan Sapta Dhahana itu menghilang ke balik dinding, Glagah Putih
kembali melihat seseorang dari arah halaman belakang berlari meloncati dinding
padepokan menyusul Kiai Damar Sasangka, dan Glagah Putih pun sangat mengenalnya
sebagai Ki Waskita.
Begitu ledakan dahsyat itu
terdengar membahana dan mengguncang udara padepokan Sapta Dhahana, Glagah Putih
kembali melihat seseorang yang tidak dikenalnya berlari menyusul Ki Waskita meloncati
dinding.
"Apakah sebenarnya yang telah terjadi?" pertanyaan itu sangat mengusik hati Glagah Putih, "Mengapa bayangan semu Kakang Agung Sedayu ikut menghilang bersama dengan menghilangnya Kiai Damar Sasangka?"
Namun Glagah Putih tidak mampu memecahkan teka-teki yang telah menyesaki benaknya.
"Apakah sebenarnya yang telah terjadi?" pertanyaan itu sangat mengusik hati Glagah Putih, "Mengapa bayangan semu Kakang Agung Sedayu ikut menghilang bersama dengan menghilangnya Kiai Damar Sasangka?"
Namun Glagah Putih tidak mampu memecahkan teka-teki yang telah menyesaki benaknya.
Ternyata perhatian Glagah
Putih yang terpecah itu telah dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh lawannya. Ketika
Glagah Putih yang gelisah itu mencoba memperhatikan kembali dinding padepokan
sebelah timur untuk sekedar menduga-duga apa yang telah terjadi, sambaran angin
bercampur api yang membara telah menyentuh pundaknya.
“Gila..!” teriak Glagah
Putih sambil meloncat kesamping. Rasa pedih disertai panas membakar terasa menyengat pundaknya.
Namun lawannya tidak mau melepaskannya. Sekali lagi sebuah serangan meluncur menyambar dada.
Namun lawannya tidak mau melepaskannya. Sekali lagi sebuah serangan meluncur menyambar dada.
Tidak ada jalan lain bagi
Glagah Putih selain menjatuhkan diri bergulingan menjauhi garis serangan lawan. Begitu Glagah
Putih kemudian melenting berdiri, kedua tangannya telah teracu ke depan, siap
melontarkan aji pamungkasnya, aji Namaskara.
Raden Surengpati yang sudah
merasa di atas angin itu terkejut melihat sikap Glagah Putih, namun semuanya
sudah terlambat. Raden Surengpati pun segera menghentakkan puncak ilmunya.
Angin pusaran bercampur panasnya api melanda Glagah Putih dengan dahsyatnya.
Glagah Putih yang telah
mengambil keputusan untuk segera mengakhiri pertempuran itu sudah tidak dapat berpikir
panjang lagi. Dia harus segera mengetahui keadaan kakak sepupunya itu. Sejenak kemudian, dari kedua telapak tangannya yang terbuka menghadap ke depan,
meluncur sinar yang menyilaukan menghantam badai api yang menerjangnya.
Benturan pun terjadi dengan
dahsyatnya. Ledakan disertai dengan semburan api telah melanda tempat itu.
Kedua orang itu pun sama-sama telah terlempar ke belakang sebelum akhirnya
jatuh bergulingan di atas tanah.
matur suwun Mbah...
BalasHapusnuwun sewu...sing JJYT nopo sampun wonten lajenganipun
sampun.
Hapussampun ngarep arep.
Matur nuwun, Mbah_Man.
BalasHapusMatur nuwun sanget Mbah Man๐
BalasHapus"Luar biasa" ๐๐
Matursuwon sanget mbah man๐๐
BalasHapusMatur suwun sanget mbah man
BalasHapusMantabs mbah man, napas seakan berhenti berdetak dgn pertarungan yg semakin seru dan mendebarkan, matur nuwun panembahan.
BalasHapusTerima kasih Mbah Man
BalasHapusKi Rangga, bagaimanakah nasibnya.....
Terima Kasih Mbah Man
BalasHapusMatur nuwun wedharannya Panembahan....
BalasHapusMantaps...sekaligus menyisakan tanya... Heheheh...
matur nuwun wedaranipun Mbah Man ... deg deg plasss ... penasarannya makin banyak Mbah ...
BalasHapusMatur nuwun wedaranipun mbah man ๐
BalasHapusLanjut mengikuti pelatihan service hp gratis di balai desa selama 24 hari ๐ #nyolong wektu judule
latihan service 24 hari...
Hapuslatihan smash nya brp hari ki ..?
HP kok yo di smash Ki ... mesakke...
HapusService over.... kok jadi pindah bola, ya mas aryo?
HapusSekorne "Kowe siji aku siji"
Hapusmonggo ndangu ki Satrio...service..smash....drop shoot
HapusPertadingane ganda campuran opo ganda sejenis Ki...
Hapuscampuran sejenis
HapusOh...nek ngono mesti melu pelatihan service Ki...ben normal maleh...tapi ojo dibalai desa ora pas...seng pas neng omah rehabilitasi..hehehe
Hapusmatur-nuwun mBah-Man....
BalasHapusMatur nuwun Mbah Man ..... tetap semangat !
BalasHapustambah penasaran yaaaa
BalasHapusOktober ( 5 )
BalasHapusSTSD 07_05
STSD 07_06
STSD 07_07
STSD 07_08
.....hehehe......
10:18:42 AM
matur suwun sanget mbah Man.
BalasHapusLanjut ...
BalasHapusMantap ... Mbah Man pintar banget membuat para pecinta STSD makin penesaran akan nasib dan keberadaan Ki Rangga Agung Sedayu .... monggo di ulas Mbah Man peristiwa pertarungan Agung Sedayu dengan antek bang Wetan itu ....
BalasHapusJumat berkah...biasane Mbah Man nyebar sedekah rontal...
BalasHapusAhad berkah...biasane Mbah Man nyebar sedekah rontal...
BalasHapus