Kesempatan itu ternyata juga
telah dipergunakan oleh Ki Jayaraga dengan sebaik-baiknya. Guru Glagah Putih
itu pun kemudian segera melakukan hal yang sama, duduk bersila dan menyilangkan
kedua tangannya di depan dada.
Ternyata Ki Jayaraga hanya
memerlukan waktu sekejap karena dia telah melakukan sebelumnya. Kekuatan tubuhnya
telah pulih kembali walaupun tidak seperti sediakala. Tubuhnya tetap saja memerlukan
waktu yang cukup untuk kembali pulih.
Ketika Ki Jayaraga sedang
merenungi Ki Bango Lamatan yang sedang tenggelam dalam samadinya, tiba-tiba
pendengarannya yang tajam telah mendengar suara riuh rendah serta sorak sorai
dari arah pintu gerbang.
Sejenak Ki Jayaraga
mengerutkan keningnya dalam-dalam. Suara sorak-sorai itu ditingkah dengan suara
desingan anak panah yang terlepas dari busurnya.
“Padepokan ini kelihatannya
sedang diserbu,” desis Ki Jayaraga sambil tetap mengerutkan keningnya.
Tiba-tiba telinganya yang
tajam mendengar teriakan-teriakan yang dapat memberinya sedikit petunjuk.
“Hidup perdikan Matesih!
Hidup Ki Gede Matesih..!”
“Hancurkan sarang Trah Sekar
Seda Lepen..! Hancurkan padepokan Sapta Dhahana..!”
Demikian teriakan-teriakan
itu terdengar di antara riuhnya suara sorak sorai serta desingan anak-anak panah.
“Ternyata Ki Gede Matesih dan
pasukan pengawalnya yang datang,” desis
Ki Jayaraga kemudian sambil mengangguk-angguk.
“Mungkin ada seseorang yang
telah menghubungi Ki Gede dan memberitahukan keadaan di padepokan ini,” berkata
Ki Jayaraga dalam hati selanjutnya, “Memang padepokan ini sebaiknya sekalian
dihancurkan dari pada kelak kemudian hari akan tumbuh kembali menjadi
penghalang bagi tegaknya Mataram.”
Untuk beberapa saat Ki
Jayaraga masih merenungi suara sorak sorai yang semakin membahana. Kini para
cantrik padepokan pun telah ikut bersorak sorai untuk membangkitkan semangat
mereka.
“Hancurkan Matesih..!
Hancurkan orang-orang pendukung Mataram..!”
“Jangan biarkan mereka
mendekati gerbang..!”
“Bunuh semua pengikut
Mataram..!”
“Hidup Trah Sekar Seda
Lepen..!”
“Bangun kembali kejayaan
Demak lama..!”
“Kembalikan tahta kepada
Trah Sekar Seda Lepen..!”
Suara teriakan-teriakan itu
terdnegar tumpang tidih dan wor suh
menjadi satu dengan desing anak-anak panah yang terlepas dari busurnya. Beberapa
saat kemudian di beberapa tempat mulai terdengar jerit kesakitan beberapa orang
yang mulai tersentuh anak panah.
“Sampai kapan perang anak
panah itu akan berakhir?” bertanya Ki Jayaraga dalam hati.
Tanpa sadar dia kemudian mendongakkan
kepalanya ke langit. Sinar Matahari memang telah semakin cerah menembus
lebatnya pepohonan yang tumbuh rapat berjajar-jajar di halaman sebelah barat
padepokan itu.
“Bagaimanakah pertempuran Ki
Rangga, Ki Waskita dan Glagah Putih?” tiba-tiba terbersit sebuah pertanyaan di
dalam dada orang tua itu.
Tiba-tiba jantungnya
berdesir tajam. Sudah sejauh ini dia belum melihat mereka bertiga. Berbagai dugaan
pun telah muncul dalam benaknya.
“Semoga mereka bertiga dapat
mengatasi lawan masing-masing,” berkata Ki Jayaraga kemudian dalam hati. Namun tak
urung debar di jantungnya menjadi semakin keras.
“Aku harus segera melihat
keadaan mereka,” tiba-tiba terbersit keinginan untuk melihat-lihat keadaan di sekitar
padepokan sambil mencari keberadaan ketiga orang itu.
Namun ketika dia sudah memutuskan
untuk meninggalkan tempat itu, hatinya menjadi ragu-ragu ketika terpandang
olehnya Ki Bango Lamatan yang masih tenggelam dalam samadinya.
“Ah, aku tidak mungkin
meninggalkan Ki Bango Lamatan dalam keadaan seperti ini,” keluh Ki Jayaraga
sambil menarik nafas dalam-dalam dan kemudian menghembuskannya kuat-kuat. Seolah-olah
ingin dibuangnya segala kegalauan dari dalam dadanya.
Kembali Ki Jayaraga
terpekur. Sementara sorak sorai dari regol depan terdengar semakin membahana
seiring dengan suara benturan yang terdengar sangat keras berkali-kali. Suara itu
mirip dengan suara gedoran pada sebuah pintu, namun yang terdengar sangat keras
sekali.
“Agaknya Ki Gede dan pasukan
pengawalnya berusaha mendobrak pintu gerbang padepokan,” gumam Ki Jayaraga
perlahan sambil berpaling sekilas ke arah Ki Bango Lamatan. Namun Ki Bango
Lamatan masih tetap pada sikapnya semula.
“Aku harus menolong Ki Gede
dan pasukannya sebelum korban semakin banyak berjatuhan,” berkata Ki Jayaraga
kemudian dalam hati ketika mendengar suara jerit kesakitan yang semakin sering,
“Aku dapat merayap sepanjang dinding padepokan ini menuju ke regol depan. Sampainya
di depan sana, aku dapat meloncat dengan serta merta untuk menggapai selarak
pintu gerbang dan kemudian membukanya. Atau sekalian aku dapat mematahkan
selarak itu.”
Namun semua angan-angannya
itu segera lenyap bagaikan asap yang tertiup angin begitu terpandang olehnya keadaan
Ki Bango Lamatan yang masih tetap sebagaimana semula.
Tiba-tiba pendengaran Ki
Jayaraga yang tajam telah mendengar suara teriakan bersahut-sahutan dari arah
belakang padepokan.
Sejenak kemudian terdengar
langkah orang berlari-larian mengarah ke tempat Ki Jayaraga dan.Ki Bango
Lamatan bersembunyi.
Dada Ki Jayaraga berdesir. Dengan
sangat hati-hati Ki Jayaraga pun kemudian beringsut menerobos beberapa gerumbul
di hadapannya untuk mengetahui apa sebenarnya yang sedang terjadi.
Ketika Ki Jayaraga kemudian mencoba
mengintip dari sela-sela dedaunan dan ranting-ranting perdu, hatinya terkesiap.
Berpuluh cantrik tampak berlari dengan tergesa-gesa sambil menggegam senjata
masing-masing.
“Cepat..! Kita bantu
kawan-kawan kita yang berada di regol depan..!” terdengar suara seseorang
berteriak lantang.
“Bagaimana dengan kera itu,
kakang?” terdengar suara seseorang bertanya di antara derap langkah menuju ke
regol depan.
“Persetan!” terdengar orang
yang dipanggil kakang itu mengumpat keras, “Jangan hiraukan monyet itu. Padepokan
kita sedang diserbu musuh..!”
Orang-orang yang
berlari-larian itu hanya berjarak tiga empat langkah dari tempat Ki Jayaraga
bersembunyi sehingga Ki Jayaraga dapat mendengar percakapan mereka dengan
jelas.
“Ada apa dengan kera?” desis
Ki Jayaraga dalam hati dengan terheran-heran.
“Kakang..!” tiba-tiba
terdengar seseorang yang masih tertinggal beberapa langkah di belakang
berteriak, “Kedua orang lawan Ki Brukut dan Ki Kebo Mengo telah lenyap..!”
“He..?!” orang yang dipanggil kakang itu
dengan segera telah menghentikan langkahnya justru tepat di hadapan gerumbul
tempat Ki Jayaraga bersembunyi.
Serentak orang-orang yang
lain pun telah ikut berhenti.
maturnuwun , 1
BalasHapusagunging panuwun mb kyai...
BalasHapusMator suwon mbahman.
BalasHapusWalah ono sarapan dobelan rontal tibakne....
BalasHapusSuwun kyaine...
Terima Kasih Mbah Man
BalasHapusTerima kasih Mbah
BalasHapusMatur nuwun wedaranipun mbah man 😊
BalasHapusslamet slamet slamet . . . untung sempat tiarap.
BalasHapusMakasih Mbah Man
Ki Jayaraga dan Ki Bango Lamatan masih dalam masa pemulihan. Semoga segera pulih dan dapat membantu Ki Gede Matesih beserta pasukannya dalam menumpas sarang Perguruan Sapta Dahana.
BalasHapusPilihan yg sulit bagi Ki Jayaraga... Kedua2nyq berkaitan dg nyawa seseorang...
BalasHapusSemoga kedua orang di depan gerumbul itu segera ke gerbang depan padepokan membantu kawannya, sehingga Ki Jayaraga bisa meninggalkan Ki Bango Lamatan untuk membantu pasukan Perdikan Matesih dengan membuka pintu gerbang dari dalam.
Tambah seru... Matur nueun Panembahan...
Matur nuwun Mbah Man, ternyata Jumat Barakah kemarin ada dobelan ..... tetap semangat!
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTerima kasih Mbah Man
BalasHapusmatur suwun dobelane mBah
BalasHapusmatur nuwun dobelan wedaranipun MBah man .... sedeeepppp ......
BalasHapus"Sore-sore pomide'an ndisik" hehehe
BalasHapussugeng siang .... jangan lupa dahar siang ... siapa tahu ada wedaran lewat selesai istirahat siang ....
BalasHapuswedarane jumat ki .... nripple
Hapushehehehe namanya juga usaha Ki .... aamiiinnn mudah mudahan ada triple wedaran jumat besok .... hehehehehe siapa tahu sebelum nripple jumat .. hari ini ndoble dulu ...
Hapusmatur-nuwun.....
BalasHapusMatur nuwun Mbah_Man
BalasHapusAda atopun tidak wedaran rontal, ttp koment deh, hehehe
BalasHapusPulang dari sawah lalu mampir ke taman. Masih tetap di 17 ternyata. Semoga produsernya dalam keadaan sehat wal-'afiat... sehingga terus berkarya dan berjaya... serta barokah. Permisi... pamit mundur.
BalasHapusWedaran sebentar lagi....
BalasHapusSebentar lagi wedaran...
Wedaran kok sebentar...
sebentar-sebentar wedaran...
sebentar-sebentar wedaran...
������
Hmmmm....
BalasHapusGumam ki EH.
Ternyata terjadi lg mbah mandrake mengeluarkan aji lontar dobelen rontal.
Akankah berulang?
Ataukah bahkan tripelan?
Atau bahkan kruntelan?
Kita nanti bersama.
Btw. Thanks berat mbah mandrake atas wedarannya
Trs sdg pd sibukkah ki DH & ki RAS Next Genre?
Mugi sami sehat.
Selamat hari pahlawan, mari trus berkarya
BalasHapuswayahe mBah Man nipple rontal
BalasHapusBangsa yang besar adalah Bangsa yang menghargai jasa Pahlawannya. Pembaca yang benar adalah pembaca yang rindu pada karya penulisnya. Semangat berkarya Mbah_Man.🤗
BalasHapusSendika dawuh.
BalasHapusSabar menunggu
BalasHapus