Dalam pada itu sepeninggal
Ki Rangga Agung Sedayu yang telah terikat dengan lawannya Ki Singawana Sepuh,
Pangeran Ranapati segera melangkah mendekati lawannya kembali, Ki Tumenggung
Purbarana.
“Ki Tumenggung,” berkata
Pangeran Ranapati kemudian sesampainya dia di hadapan Ki Tumenggung Purbarana,
“Beruntunglah Ki Tumenggung masih dapat mengulur nyawa Ki Tumenggung beberapa
saat. Namun sekarang aku sudah muak dengan semua ini. Dengan satu kali serangan
saja, aku jamin Ki Tumenggung sudah tidak dapat melihat terbitnya Matahari esok
pagi.”
Berdesir dada Ki Tumenggung.
Nyawanya benar-benar sudah di ujung ubun-ubun. Namun sebagai seorang prajurit,
Ki Tumenggung yang sudah kenyang makan asam garamnya pertempuran tidak menjadi
gentar atau bernyali kecil. Sudah berpuluh pertempuran yang dialaminya sejak
dia mengabdikan dirinya di dunia keprajuritan dan sudah sering dirinya
mengalami hal seperti itu. Kini di hadapannya sedang berdiri seseorang yang
telah membuat Kadipaten Panaraga yang dulunya tenang dan damai menjadi porak
poranda dilanda kekuatan dahsyat prajurit Mataram.
Dengan memanjatkan doa
kepada Sang Maha Pencipta, Ki Tumenggung pun segera mempersiapkan diri untuk
menghadapi saat-saat yang menentukan bagi kelangsungan hidupnya. Ketika sekilas
terlihat olehnya sebuah pedang panjang tergolek beberapa langkah di samping
kirinya, dengan sekali loncat, pedang panjang itu pun sudah tergenggam di
tangannya.
Pangeran Ranapati yang
melihat Ki Tumenggung telah menggenggam senjatanya kembali justru tertawa
berkepanjangan. Katanya kemudian di sela-sela tawanya, “Ki Tumenggung! Apakah
engkau masih akan menunjukkan kehebatan ilmu pedangmu? Baiklah, agaknya engkau
ingin mati sebagai prajurit sejati. Prajurit sejati mati dengan senjata tetap
melekat di tangannya.”
Selesai berkata demikian,
dengan teriakan menggelegar Pangeran Ranapati meloncat ke depan. Tangannya yang
menggenggam keris luk sembilan terjulur lurus mengarah jantung. Sementara
orang-orang yang bertempur di sekitar medan pertempuran itu sama menahan nafas.
Mereka bertempur sambil mengawasi apa yang akan terjadi selanjutnya.
Gerakan Pangeran Ranapati
benar-benar secepat tatit yang meloncat di udara. Tidak ada kesempatan sama
sekali bagi Ki Tumenggung untuk menghindar. Dengan sepenuh hati dan kekuatan
yang tersisa, Ki Tumenggung mencoba menangkis senjata lawannya agar garis serangannya berbelok
arah.
Namun kekuatan Pangeran
Ranapati benar-benar diluar kemampuan Ki Tumenggung. Keris luk sembilan yang
berwarna kehitam-hitaman itu sama sekali tidak berbelok arah. Yang terjadi
kemudian benar-benar mengerikan. Terdengar keluhan tertahan dari bibir Ki
Tumenggung ketika keris luk sembilan itu menghujam dadanya dan menembus jantung.
Tubuh ki Tumenggung itu pun terdorong beberapa langkah ke belakang oleh
kekuatan terjangan lawan. Ketika lawannya kemudian dengan sebuah sentakan
menjabut senjatanya, tubuh Ki Tumenggung yang sudah sangat lemah itu pun
kemudian terhuyung huyung dan jatuh terjerembab bersimbah darah.
Medan pertempuran pun
menjadi gempar. Segera saja para pengikut Pangeran Ranapati berteriak-teriak
dan bersorak sorai dengan riuhnya menyambut kemenangan pemimpin mereka. Seakan
akan kemenangan telah tergenggam di tangan mereka. Sedangkan para prajurit
hanya dapat menggeretakkan gigi sambil
menahan gejolak di dalam dada begitu melihat
pemimpin mereka jatuh tersungkur. Namun para prajurit itu tidak mampu berbuat
apa-apa. Mereka sendiri pun sedang berjuang menyelamatkan selembar nyawa
masing-masing.
Sedangkan di lingkaran
pertempuran yang agak jauh, Ki Rangga Agung Sedayu sekilas masih sempat melihat
pada saat Ki Tumenggung jatuh tersungkur. Tidak ada kesempatan sama sekali bagi
Ki Rangga untuk menilai pertempuran keduanya karena lawannya kali ini
benar-benar memiliki ilmu yang ngedab edabi. Bayangan tubuh lawannya bergerak dengan
kecepatan yang sangat tinggi sehingga sangat sulit ditangkap oleh mata wadag.
Bayangan tubuh lawannya kadang sesaat hilang dari pandangan dan sesaat kemudian
muncul kembali di tempat yang tak terduga sambil melancarkan serangan yang dahsyat. Ki Rangga benar-benar harus
berjuang sekuat tenaga mengetrapkan aji sapta pandulu, sapta pangrungu dan
sapta pangganda untuk mengetahui keberadaan lawannya yang selalu berubah tempat
dengan cara yang sangat cepat.
“Hem,” desah Ki Rangga
sambil mulai mengetrapkan aji sapta panggraitanya serta melindungi tubuh dengan
ilmu kebalnya, “Seandainya Ki Ageng ini bisa menghilang sebagaimana Ki Bango
Lamatan, tentu lebih mudah bagiku untuk mengetahui keberadaannya. Namun yang
yang dilakukan oleh Ki Ageng ini lain. Kadang dia tampak sesaat, kemudian dia
menghilang lagi dengan perubahan yang sangat cepat. Kadang aku terlambat
mengetahui keberadaannya sementara serangannya telah datang membadai.”
“Kita bertempur terus!” tiba-tiba
terdengar teriakan salah satu Lurah Prajurit membuyarkan angan-angan Ki Rangga.
Lurah Prajurit itu bertugas mengendalikan jalannya pertempuran sepeninggal Ki
Tumenggung, “Atas nama Mataram dan menjunjung tinggi kebenaran, kita bertempur
sampai titik darah penghabisan!”
Sekarang giliran prajurit
Mataram yang bersorak sorai untuk membangkitkan semangat mereka sepeninggal Ki
Tumenggung Purbarana.
Dalam pada itu, Ki Lurah
Adiwaswa yang bertempur di dekat arena pertempuran Ki Tumenggung benar-benar
tidak percaya dengan penglihatannya sendiri. Kemarahan yang dahsyat telah
membakar jantungnya. Namun dia harus melihat kenyataan, ilmu orang yang
menyebut dirinya Pangeran trah Mataram itu memang diluar jangkauan Ki
Tumenggung Purbarana.
“Nah, Pemimpinmu sudah terkapar
tak bernyawa,” berkata Kyai Dadap Ireng sambil tertawa, “Sebentar lagi tubuhmu
yang akan tergeletak di padang rumput lemah cengkar ini.”
Ki Lurah Adiwaswa tidak
menjawab. Justru serangannya yang datang membadai. Pedang di tangan kanannya
berputaran menyambar-nyambar tubuh lawannya dari segenap penjuru.
Kyai Dadap Ireng harus
berloncatan mundur. Orang tua itu tak henti-hentinya mengumpat-umpat. Ketika
putaran pedang lawannya benar-benar membuatnya terkurung, dengan cepat dia
mengambil sesuatu dari balik bajunya.
Terkejut Ki Lurah Adiwaswa begitu
melihat senjata yang tergenggam di tangan kanan lawannya. Sejenak serangannya berhenti
dengan sendirinya. Dipandangi senjata di tangan kanan lawannya itu tanpa
berkedip. Degup jantung di dalam rongga dadanya pun semakin kencang.
“Apakah ada yang aneh dengan
senjataku ini, Ki Lurah?” bertanya Kyai Dadap Ireng sambil tertawa.
Ki Lurah Adiwaswa tidak
menjawab, namun pandangan matanya tidak lepas dari senjata yang tergenggam di
tangan kanan lawannya itu.
“Seekor ular welang,
benar-benar seekor ular hidup,” desis Ki
Lurah dalam hati. Bagaimana pun juga, senjata lawannya yang berupa seekor ular
hidup dan tentu saja sangat berbisa itu telah menggetarkan hati Ki Lurah.
“Semoga engkau tidak terkena
gigitan ular kesayanganku ini, Ki Lurah,” berkata Kyai Dadap Ireng selanjutnya,
“Karena gigitan sekecil gigitan seekor semut pun sudah cukup untuk mengantarkan
nyawamu ke alam kelanggengan.”
Selesai berkata demikian,
tiba-tiba saja Kyai Dadap Ireng bagaikan terbang meloncat menyambar lawannya.
Senjata di tangan kanannya yang berupa seekor ular hidup itu pun menjulur dan mematuk kening.
Tentu saja Ki Lurah Adiwaswa
tidak tinggal diam. Sambil menghindar ke
samping, senjatanya pun terayun deras menebas kepala ular yang memagut kearah kepalanya.
Kyai Dadap Ireng ternyata
tidak akan membiarkan ular kesayangan terputus kepalanya terkena sabetan pedang
lawan. Dengan cepat ditariknya kembali senjata khususnya itu dan sebagai
gantinya tumit kaki kirinya terayun deras ke arah lambung.
Demikian lah sejenak
kemudian keduanya pun segera terlibat
kembali dalam pertempuran yang sengit.
Dalam pada itu Pangeran
Ranapati yang telah kehilangan lawannya untuk beberapa saat masih berdiri
termangu-mangu di tempatnya. Ketika dilihatnya jasad Ki Tumenggung yang
tertelungkup itu sama sekali tidak
menunjukkan adanya tanda-tanda kehidupan, dengan perlahan disarungkan kembali keris
luk sembilan itu ke wrangkanya.
Ketika Pangeran yang keras hati
itu kemudian berpaling ke arah kiri, samar-samar di balik hiruk pikuknya
pertempuran tampak seseorang sedang berdiri terpekur agak jauh di luar
lingkaran pertempuran sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
“Adimas Pangeran Jayaraga,”
desis Pangeran Ranapati dalam hati sambil melangkah mendekat, berjalan di
antara riuhnya pertempuran.
Orang yang berdiri di luar
lingkaran pertempuran itu memang Pangeran Jayaraga. Dengan jelas Pangeran
Jayaraga telah menyaksikan akhir pertempuran antara Ki Tumenggung Purbarana
melawan Pangeran Ranapati.
Ada sepercik niat untuk
membantu Ki Tumenggung yang sudah dalam keadaan sangat terdesak. Namun
tiba-tiba saja di lubuk hatinya yang paling dalam, telah muncul sepercik keragu-raguan.
“Kedudukanku sekarang ini hanyalah
sebagai seorang tawanan. Tidak ada yang dapat aku perbuat selain menunggu
hukuman apa yang akan dijatuhkan oleh Kakanda Adi Prabu Panembahan Hanyakrawati
kepadaku,” berkata Pangeran Jayaraga dalam hati sambil menundukkan wajahnya
dalam-dalam.
Ketika pendengaran Pangeran Jayaraga
yang tajam melebihi orang kebanyakan itu mendengar langkah satu-satu mendekat ke arahnya, baru lah
Pangeran yang semasa mudanya bernama Raden Mas Barthotot itu mengangkat
wajahnya. Sejenak raut wajah Pangeran yang pernah dipercaya menjadi Adipati di
Panaraga itu memerah darah. Seseorang yang selama ini sangat dipercaya namun
yang telah meninggalkan dirinya begitu saja di saat pasukan Mataram telah
mengepung istana, telah berdiri di hadapannya hanya beberapa langkah saja,
Pangeran Ranapati.
Bersambung ke jilid 416
Terima kasih banyak buat mbah man.....tambah seru
BalasHapusAssallamualaikum wr wb ...Mbah Man...Badai di Bumi Jipang akan menderu lagi matur nuwun sanget...👍🙏🙏
BalasHapusterimakasih mbah man..sangat menarik..
BalasHapussemakin menarik....
BalasHapusMaturnuwun Mbah_Man atas seri barunya ; Ksatria Ksatria Bumi Pajarakan. Namun seri yang lama "Jatuhnya Benteng Pajarakan" masih akan tetap dilanjutkan to Mbah ?
BalasHapusKami para cantrik tetap setia menunggu.... Nuwun.
Matur nuwun Ki Haji Panembahan Mandaraka, sekarang tinggal di rumah sendiri, jadi tambah luar biasa .....
BalasHapusMaturnuwun Mbah_Man.....
BalasHapusttd, gembleh.
Wah....
BalasHapusAlhamdulillah...
Panembahan wis kersa yasa Padepokan piyambak.
Matur suwun Panembahan, Risang bisa istirahat sekarang
eng ... ing ....eng ......
lho.... kok muncul uknnown
HapusIhh....gayane Ki Satpam avatarne keren....hehe
HapusAncene mas SatPam......
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMatur nuwun sanget Mbah Man, selamat atas padepokan barunya ... saya nderek nyantrik disini mbah ....
BalasHapusMatur-nuwun mBah-Man, Selamat atas padepokan barunya.
BalasHapusMaturnuwun Mbah_Man.....
BalasHapusttd, gembleh.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusakhire iso mecungul juga..berjuang soko esuk mau...muteri padepokan
BalasHapusLha mbok kula diajari carane ngangge WP saged mlebet komen to Ki PA....
Hapuskulo mboten ngangge wp....ngangge PW
HapusEnae glosoran neng padhepokan anyar....isih resik ambune wangi...mbok Gumbrek memang rajin....
BalasHapusAti ati kepleset Ki Adiwaswa .....
HapusSugeng dalu Kanjeng Dimas P memang masih agak licin jalan ke padepokan sekar keluwih karena sepur kluthuk tidak liwat disini langsung kepala stasiun yang bawa rontal mungkin kalau jurusan Gagakseta masinis sepur kluthuk yang bawa rontal....
HapusNyuwun pirsa, Dhanang ksatrio=Ki mbleh?
BalasHapusInggih Ki Suharno kurang lebih sama dengan Ki Gembleh....
HapusAda kode ttd nya
Matur nuwun ki adiwa
HapusNyuwun sewu, punapa Suharno Hadi = Nyi Rien ?
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusSanes ki mbleh. Kula niki 'harno restu galih ' alias 'hrg'
HapusSanes ki mbleh. Kula niki 'harno restu galih ' alias 'hrg'
HapusSugeng ndalu, Ki HRG, Ki Mbleh lan Ki Lurah Adiwaswa .....
HapusNdalù ki dp. Pindah tempat bermain.
HapusCoba lagi ini kok masih bingung kalau masuk dari laptop ....
BalasHapushehehehehe berhasilllll
HapusYang penting dicoba dulu
HapusSugeng enjang para kadang sutresna...
BalasHapusHarak inggih dhawah sami wilujeng to.....?
Sugeng enjang Raden Dhanang Ksatrio ....kulo Pura Pura Ninja nganggo avatar jilbab....
HapusSugeng endang raden dhanang ksatrio (dk) & lurah adiwa swarna (as),monggo sami wilujeng
HapusMonggo Ki Suharno ada bacaan di KKBP bag 2 dan ada sayembara dari Mbah Man....
HapusOh gitu ya. Coba deh, matur nuwun ki adiwa
HapusHehe....ternyata bisa juga menchungulkan avatar Pura Pura Ninja...
BalasHapusBolak balik kejedot pintu padepokane Mbah Man..aduuhh....
BalasHapusAkhirnya bisa masuk juga...tp untung pintune ga penyok...
BalasHapusSugeng enjang Mbah Man...
Selamat pagi sedoyo mawon kepanggih malih kalih kulo wonten mriki..
#isin jane melu2 bae ndusel ndusel..hehe..
Sugeng dalu Nyi Rien...memang pintune agak pendek...😊
HapusSugeng dalu ugi ki..sugeng dalu waktu padepokan nggih... 😅😊
HapusKi Adiwa...ajari kulo mencungulkan gambar kancane avatar dong..hehe
Inggih kulo dulu Sugeng tetonggo Nyi Endang....hehe
HapusMenchunguli avatar diklik namanya "rien maulina" nanti keluar blognya ada status profil pencet saja yg gambar kamera ...saya juga iseng jadi punya blog sekarang hehe...Mbah Man pinter bikin promisi membuat blog😆😆
Sugeng ngaku sedaya can men
BalasHapusSugeng ndalu
HapusmBah .... pundi terusane ....
BalasHapusmelu test
HapusAlhamdulillah, Matur sembah Nuwun Mbah Man kagem lontaripun.
BalasHapus