Jumat, 06 Januari 2017

STSD 01_06

Dalam pada itu  di ruang tengah, dengan setengah berlari Rara Anjani segera menuju ke biliknya. Ketika dia berpapasan dengan pelayan dapur yang sedianya bertugas mengantar minuman dan makanan itu ke ruang dalam, nampan kayu itu pun segera diserahkannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Pelayan dapur itu menerima nampan dengan kening berkerut. Tampak Rara Anjani begitu tergesa-gesa menyerahkan nampan itu kepadanya sehingga tidak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibir yang memerah delima itu.

“Aneh,” desis pelayan itu begitu bayangan Rara Anjani menghilang di balik pintu, “Tidak biasanya Rara Anjani bertingkah seperti ini. Dia selalu ramah kepada siapa saja termasuk kami para pelayan.  Dan yang tak pernah lupa dari Rara Anjani adalah ucapan terima kasih dan senyum yang tulus setiap dia meminta pertolongan kepada siapa saja, khususnya kepada para pelayan Ndalem Kapangeranan.”

Namun pelayan Ndalem Kapangeranan yang sudah cukup berumur itu tidak dapat menarik kesimpulan apa pun dari peristiwa yang baru saja terjadi.

“Mungkin hati Rara sedang suntuk,” berkata pelayan itu dalam hati sambil berjalan kembali ke dapur.

Dalam pada itu sesampainya di bilik, Rara Anjani segera menjatuhkan tubuhnya di atas pembaringan sehingga terdengar suara kayu yang berderak-derak. Wajahnya tampak sebentar pucat sebentar memerah. Tanpa terasa air mata telah menganak sungai dari sudut kedua belah matanya yang terpejam rapat.

Tidak ada isak tangis. Hanya suara desah tertahan serta nafas yang sedikit memburu. Hati Rara Anjani benar-benar sedang didera oleh rasa kecewa.

“Mengapa aku masih tidak bisa menerima kenyataan ini?” desahnya diantara nafas yang memburu sehingga tampak dadanya bergelombang, ”Aku telah mencoba menyembunyikan perasaan ini dengan mengabdikan diriku seutuhnya di Ndalem Kapangeranan. Dengan demikian aku berharap tidak akan pernah lagi berjumpa dengan Ki Rangga. Biarlah kenangan indah itu terkubur bersama dengan berlalunya waktu. Namun kenyataannya, aku tetap tidak mampu melupakan Ki Rangga, orang yang pertama kali telah menyentuh hatiku dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan kesabaran serta keteladanan yang selama ini telah ditunjukkannya.”

tiba-tiba Rara Anjani menjadi gelisah. Tanpa sadar dia bangkit dan duduk di bibir pembaringan. Berkali-kali dia berusaha menarik nafas dalam-dalam untuk meredakan gejolak di dalam dada sambil menyeka air mata yang membasahi kedua pipinya dengan ujung bajunya.

“Sengaja aku mengenakan pakaian yang indah ini agar Ki Rangga menjadi silau dan tidak punya keberanian untuk menatapku,” berkata Rara Anjani kemudian sambil matanya menerawang ke langit-langit bilik, “Aku ingin menunjukkan kepada Ki Rangga bahwa ternyata yang aku dapatkan jauh lebih baik dari apa yang dijanjikannya. Namun ternyata Ki  Rangga tidak menjadi silau dan menundukkan kepalanya. Dia justru telah menatapku dengan tatapan mata seperti pertama kali kita bertemu. Tatapan yang memancarkan cahaya penuh kekaguman, penuh kedamaian serta penuh harapan namun yang ternyata telah membuatku salah paham.”

Kembali Rara Anjani menarik nafas panjang. Sambil membetulkan letak sanggulnya kembali dia berkata dalam hati, “Sebenarnyalah hati kecilku tidak mampu untuk membenci Ki Rangga. Apa yang ingin aku pamerkan di hadapan Ki Rangga justru telah melukai hatiku sendiri.”

Untuk beberapa saat Rara Anjani masih merenungi dirinya. Tiba-tiba saja sebuah gagasan menyelinap di dalam benaknya dan membuat Rara Anjani tersenyum.

“Aku akan melakukannya,” desisnya kemudian sambil bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke geledek  kayu jati  berukir indah yang terletak di sudut bilik.

Dalam pada itu di ruang dalam, sepeninggal Rara Anjani, Pangeran Pati yang sedari tadi selalu mengikuti gerak gerik Ki Rangga telah menahan senyumnya. Katanya kemudian, “Ki Rangga, Rara Anjani telah banyak bercerita tentang diri Ki Rangga,” Pangeran Pati itu berhenti sejenak sambil mengamati perubahan yang terjadi pada wajah Ki Rangga. Namun Ki Rangga tampak hanya diam membisu. Maka kata Pangeran Pati kemudian, “Rara Anjani mengaku telah ditolong oleh Ki Rangga dari cengkeraman kedua gurunya yang jahat.”

Sampai disini Ki Rangga masih diam membisu sambil menundukkan kepalanya dalam dalam. Dia belum dapat menebak ke arah mana pembicaraan Putra Mahkota itu.

“Rara Anjani juga bercerita tentang janji Ki Rangga untuk membawanya ke Menoreh,” berkata Pangeran Pati selanjutnya.


Sampai disini jantung Ki Rangga benar-benar bagaikan ditusuk ujung duri kemarung. Sejenak dada Senapati pasukan khusus yang berkedudukan di Menoreh itu  menjadi pepat bagaikan tertindih berbongkah-bongkah batu padas yang berguguran dari lereng bukit. 

28 komentar :

  1. Ki Rangga.. ki Rangga... Nini Nini...
    Matur sembah nuwun Mbah_Man

    BalasHapus
  2. Matur-nuwun mBah-Man, atas rontalipun.

    BalasHapus
  3. matur nuhun mbah man, karya mbah man mengalir pelan, mirip dengan ki shm..alur ndak terlalu cepat, enak dibaca..nuhun sanget

    BalasHapus
  4. Matur nuwun sanget mbah Man, Wedaran Jumat Barokah.

    BalasHapus
  5. Matur nuwun sanget mbah Man, Wedaran Jumat Barokah.

    BalasHapus
  6. Apakah Anjani akan dikembalikan pada Ki Rangga AS ???

    BalasHapus
  7. Matur nuwun Mbah Man ..... Jum'at Mubarak !

    BalasHapus
  8. Memang benar kata orang, 'cinta tidak harus memiliki' . . . . Sabar Ki Rangga . . . .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi kalau kata orang orangan sawah "cinta itu harus dimiliki bahkan ditunggui kalau tidak ingin dicuri burung emprit" nanti bisa gagal panen efek biss paceklik...hehehelmhelm.... ngilangi kantuk...zzzzz

      Hapus
  9. Wedaran jumat sore buat bekal weekend. Matur nuwun mbah man.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biar irit bekalnya baca 2 jam sekali cukup 3 baris...pasti bisa sampai hari minggu Ki HRG..hahaha...

      Pulang ah bekalnya sudah habis...zzzz

      Hapus
    2. Ha ha betul.
      Tapi siapa tahu mbah man nggak tega cantrik pada nunggu kelamaan terus banjir rontal.

      Hapus
  10. Senada dg komen sdr Henki Mainart alur cerita karya mbah Man 100% mirip dg karya SHM. Bahkan menurut saya lebih hidup dan lebih mantap. Ketika menggambarkan suasana hati tokoh2nya terasa sangat hidup dan membawa pembacanya ikut larut dlm suasana tsb.
    Hebat mbah Man ... semoga selalu dikaruniai kesehatan oleh Allah SWT shg dpt terus berkarya. Amiin ya Robbal 'alamiin.

    Buku2nya sdh diterbitkan belum ya ?

    BalasHapus
  11. Senada dg komen sdr Henki Mainart alur cerita karya mbah Man 100% mirip dg karya SHM. Bahkan menurut saya lebih hidup dan lebih mantap. Ketika menggambarkan suasana hati tokoh2nya terasa sangat hidup dan membawa pembacanya ikut larut dlm suasana tsb.
    Hebat mbah Man ... semoga selalu dikaruniai kesehatan oleh Allah SWT shg dpt terus berkarya. Amiin ya Robbal 'alamiin.

    Buku2nya sdh diterbitkan belum ya ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepindah maleh..dpt hadiah cangkir

      Hapus
    2. Berikut gula dan kopi cap sepur....cocok untuk teman bergadang kalau ada perlunya...sambil moco rontal wayah rame tuyul,meeting karo Anjani yang sedang mempunyai gagasan untuk kawin lari..hehehe

      Matur nuwun sanget Mbah Man...

      Hapus
    3. ditambah jadah dan tempe goreng ki biar passss

      Hapus
  12. Matur nuwun mbah_man, waduh anjani anjani....

    BalasHapus
  13. Kalau baca postingan Mbah Man rasanya nggak sabar tuk baca kelanjutannya. Persis ketika nunggu jaman Ki SHM. Matur nuwun Mbah Man

    BalasHapus
  14. Matur nuwun mbah man wedarannya ....

    mudah2xan ada lagi hari ini ..... hehehe
    siapa tahu ketemu anjani waktu muter taman ....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Weh...sepertinya taman rumah Ki DP luas, seluas Taman Mini Indonesia Indah....pantesan belum pulang dari Jum'atan kemarin padahal Masjidnya disebelah rumah.....tunggu aja Ki DP Anjani lagi otw......hehehe

      Nambah Mbah.....hihihi

      Hapus
  15. Semoga mBah Man selalu diparingi sehat.... Aamiin...

    BalasHapus
  16. mbah man oh mbah man...
    bnr2 bikin penasaran...
    hmmm...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Penasaran itu memang selalu datang belakangan setelah habis membaca, kalau penasaran datang duluan itu namanya pendaftaran...minta tolong dibuatkan penasaran..misalnya nambah malih Mbah Man 4 halaman saja..hehehe

      Hapus
  17. Itulah indahnya suatu harapan dari sebuah cinta kasih disimpang jalan ... Makasih Mbah Man

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.