Senin, 23 Januari 2017

STSD 01_15

Beberapa saat kemudian, Pangeran Pati pun telah hadir di pringitan untuk menemui Ki Tanpa Aran.

Setelah menanyakan keselamatan dan kesehatan masing-masing, Pangeran Pati pun mulai menanyakan keperluan Ki Tanpa Aran menghadap pagi itu.

“Ampun Pangeran,” berkata Ki Tanpa Aran kemudian, “Untuk beberapa hari ke depan, mungkin satu atau dua pekan, hamba mohon ijin untuk mengurus sebuah keperluan. Jika Pangeran memerlukan hamba dalam waktu dekat ini, mungkin hamba tidak ada di tempat.”

Untuk beberapa saat Pangeran Pati termenung. Hampir saja Pangeran Pati menanyakan apa keperluan Ki Tanpa Aran, namun pertanyaan yang sudah ada di ujung lidahnya itu segera ditelannya kembali. Maka jawabnya kemudian, “KI Tanpa Aran tinggal di Ndalem Kapangeranan ini adalah atas permintaanku, sehingga jika Ki Tanpa Aran mempunyai keperluan khusus dan akan bepergian untuk beberapa hari kedepan, aku tidak mempunyai kewenangan untuk mencegah apalagi melarang.”

“Ah,” desah Ki Tanpa Aran, “Ampun Pangeran, bukan maksud hamba untuk memaksakan kehendak, namun karena suatu urusan pribadi yang sangat penting, hamba mohon ijin meninggalkan Ndalem Kapangeranan  untuk beberapa hari saja.”

Pangeran Pati tersenyum. Jawabnya kemudian, “Silahkan Ki, semoga urusan pribadi Ki Tanpa Aran segera selesai dan kembali dengan selamat ke Ndalem Kapangeranan,” Pangeran Pati berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Apakah Ki Tanpa Aran akan menempuh perjalanan bersama Ki Rangga Agung Sedayu dan kawan-kawannya? Mereka rencananya pagi ini akan berangkat dari Istana Kepatihan menuju ke gunung Tidar.”

Tiba-tiba wajah Ki Tanpa Aran yang biasanya tenang dan sareh itu berubah tegang. Namun perubahan itu hanya sekejap. Dengan tertawa Ki Tanpa Aran pun kemudian menjawab, “Tentu tidak Pangeran. Hamba mempunyai keperluan yang berbeda dengan mereka.”

Pangeran Pati mengangguk-anggukkan kepalanya. Walaupun hanya sekejap, perubahan wajah Ki Tanpa Aran itu sempat ditangkap oleh pewaris Trah Mataram itu.

“Baiklah Ki,” berkata Pangeran Pati kemudian, “Silahkan mengurus keperluan pribadi Ki Tanpa Aran. Semoga segala sesuatunya berjalan dengan baik sesuai dengan harapan kita.”

“Terima kasih Pangeran. Hamba mohon diri,” berkata Ki Tanpa Aran kemudian.

“Kapan Ki Tanpa Aran akan berangkat?” bertanya Pangeran Pati sambil bangkit dari duduknya diikuti oleh Ki Tanpa Aran.

“Hari ini  juga Pangeran,”  jawab Ki tanpa Aran.

”Hari ini juga?” bertanya Pangeran Pati dengan wajah keheranan, “Begitu tergesa-gesa?”

“Hamba Pangeran. Hamba berharap semakin cepat hamba mengurus keperluan pribadi ini, akan semakin cepat pula urusan ini selesai.”

“Baiklah, Ki,” berkata Pangeran Pati kemudian sambil berjalan ke arah pintu pringitan, “Semoga Yang Maha Agung selalu melindungi perjalanan Ki Tanpa Aran.”

“Terima kasih Pangeran,” jawab Ki Tanpa Aran sambil mengikuti langkah Pangeran Pati menuju pintu yang membatasi pringitan dengan pendapa.

Dalam pada itu, Matahari telah memanjat semakin tinggi di langit sebelah timur. Sinarnya yang garang terasa mulai menggatalkan kulit. Lima ekor kuda berderap dengan kencang melintas di jalan tanah yang  berbatu-batu dan meninggalkan debu berhamburan yang membumbung tinggi ke udara.

“Apakah kita akan beristirahat sejenak di Kali Krasak, ngger?” bertanya Ki Waskita   kepada Ki Rangga  yang berkuda di sebelahnya.

Untuk sejenak Ki Rangga terdiam. Pandangan matanya terlempar jauh ke depan, ke titik-titik di kejauhan. Kenangannya pun terlempar ke beberapa saat yang lalu ketika menghadap Pangeran Pati di Ndalem Kapangeranan.

“Tumenggung Ranakusuma,” desis Ki Rangga dalam hati, “Dan Putri Triman itu. Aku benar-benar belum siap untuk mendapatkan kedua-duanya.”

“Bagaimana Kakang?” tiba-tiba Glagah Putih yang berkuda di belakangnya bertanya sehingga membuyarkan lamunannya.

Sejenak Ki Rangga Agung Sedayu berpaling sekilas ke belakang. Jawabnya kemudian, “Sesuai pesan Ki Patih, ada baiknya kita beristirahat sebentar di tepian kali Krasak untuk sekedar memberi waktu kuda-kuda  minum dan merumput,” Ki Rangga Agung Sedayu berhenti sebentar. Sambil berpaling ke penunggang di sebelahnya dia melanjutkan, “Ki Waskita, ada baiknya kita memasuki Perdikan Matesih sebelum senja   agar tidak banyak menarik  perhatian.”

Ki Waskita tidak menjawab. Hanya kepalanya saja yang tampak mengangguk-angguk. Sementara di belakangnya Glagah Putih, Ki Jayaraga dan Ki Bango Lamatan tampak ikut mengangguk-anggukkan kepala mereka.

Demikianlah ketika jalan yang mereka lalui mulai menurun dan menikung tajam, mereka pun segera menyadari bahwa tepian kali Krasak telah semakin dekat. Dengan segera mereka memperlambat laju kuda-kuda mereka. Ketika tanah di bawah kaki kuda-kuda mereka itu mulai bercampur pasir dan bau khas air sungai serta gemuruh arus air mulai lamat-lamat terdengar , mereka pun segera menghentikan kuda-kuda mereka dan meloncat turun.

“Kita mencari tepian yang landai dan teduh,” berkata Ki Rangga sambil menuntun kudanya.

“Dan yang banyak batu-batu besarnya,” sahut Glagah Putih beberapa langkah di belakang Ki Rangga.

Ki Bango Lamatan yang berada di belakang Glagah Putih sejenak mengerutkan kening. Tanya Ki Bango Lamatan kemudian, “Untuk apa?”

Ki Jayaraga yang mendengar pertanyaan Ki Bango Lamatan itu segera menyahut, “Untuk apa lagi kalau bukan untuk alas tidur?”

Mereka yang mendengar jawaban Ki Jayaraga itu tertawa kecuali Ki Bango Lamatan. Dia hanya menarik nafas dalam-dalam sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Memang Ki Bango Lamatan masih memerlukan waktu untuk bisa menyesuaikan diri dengan mereka.

Demikianlah ketika mereka menemukan tempat yang benar-benar nyaman untuk sekedar melepaskan lelah, kuda-kuda mereka pun sengaja di lepas agar dapat minum sepuas-puasnya serta merumput di tepian.

Glagah Putih yang melihat ada sebuah batu besar yang sedikit menjorok ke air segera meloncat ke atasnya. Sejenak kemudian anak laki-laki Ki Widura itu pun segera merebahkan dirinya dan mulai dibuai oleh rasa kantuk yang tak tertahankan.

Ketika rasa kantuk itu hampir saja membuatnya jatuh tertidur, tiba-tiba saja pendengarannya yang sangat terlatih telah mendengar sayup-sayup suara derap beberapa ekor kuda.


Pada awalnya Glagah Putih mengira suara derap kaki-kaki kuda itu berada di dalam alam mimpinya. Namun ketika suara derap kaki-kaki kuda itu terdengar semakin keras, Glagah Putih pun perlahan-lahan mulai menemukan kesadarannya kembali.

28 komentar :

  1. Lho... ada lagi.
    Matur suwun Panembahan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah....
      menjelang maghrib mugo2 ono maneh...ben hattrick di awal 2017

      Hapus
    2. Kalau lama wedaran nggrutu,kalau cepat seolah olah kaget....hehehe

      Matur nuwun sanget Mbah Man....🙏🙏

      Hapus
    3. wah ada wedaran lagi hari ini .... matur nuwun sanget mbah man .... luar biasa .... penasaran makin tinggi ...

      Hapus
  2. hari ini dapat double, matur nuwun mbah-man

    BalasHapus
  3. Wah ada dobelan ini ..... matur nuwun Mbah Man !

    BalasHapus
  4. Pulang kantor ada dobelan, Lang hilang capek . . . .

    BalasHapus
  5. matur nuwun mbah Man ....wah jadi makin penasaran wedaran berikutnya

    BalasHapus
  6. Matur nuwun dobelan rontalipun Mbah_Man. Sinambi nyruput teh anget lawuh mendoan + sambel kecap. Tambah mantap.

    BalasHapus
  7. Matur-nuwun mbahman,atas 2 rontalipun.

    BalasHapus
  8. Alhamdulillah habis liburan dapat dobelan rontal.
    Matur nuwun Mbah Man

    BalasHapus
  9. Alhamdulillah habis liburan dapat dobelan rontal.
    Matur nuwun Mbah Man

    BalasHapus
  10. Alhamdulillah, ga menyesal sudah mampir malam ini. Ternyata ada rontal lanjutan. Matur nuwun, Mbah_Man.

    BalasHapus
  11. Alhamdulillah, ga menyesal sudah mampir malam ini. Ternyata ada rontal lanjutan. Matur nuwun, Mbah_Man.

    BalasHapus
  12. hahahahah ini kok pada komen dobelan gini ya ..... hehehehe berarti mbah man besok dobelan wedaran lagi yaaa ... Aamiiinnn .....

    Ngapunten Mbah Man ... cuma berharap hehehehe

    BalasHapus
  13. Matur nuwun Mbah_man, wah tas mbukak Gandok wis siap rontal.. hihi telat...

    BalasHapus
  14. Matur nuwun mbah man dobelannya.

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.