Beberapa saat kemudian,
Pangeran Pati pun telah hadir di pringitan untuk menemui Ki Tanpa Aran.
Setelah menanyakan
keselamatan dan kesehatan masing-masing, Pangeran Pati pun mulai menanyakan
keperluan Ki Tanpa Aran menghadap pagi itu.
“Ampun Pangeran,” berkata Ki
Tanpa Aran kemudian, “Untuk beberapa hari ke depan, mungkin satu atau dua
pekan, hamba mohon ijin untuk mengurus sebuah keperluan. Jika Pangeran
memerlukan hamba dalam waktu dekat ini, mungkin hamba tidak ada di tempat.”
Untuk beberapa saat Pangeran
Pati termenung. Hampir saja Pangeran Pati menanyakan apa keperluan Ki Tanpa
Aran, namun pertanyaan yang sudah ada di ujung lidahnya itu segera ditelannya
kembali. Maka jawabnya kemudian, “KI Tanpa Aran tinggal di Ndalem Kapangeranan
ini adalah atas permintaanku, sehingga jika Ki Tanpa Aran
mempunyai keperluan khusus dan akan bepergian untuk beberapa hari kedepan, aku
tidak mempunyai kewenangan untuk mencegah apalagi melarang.”
“Ah,” desah Ki Tanpa Aran,
“Ampun Pangeran, bukan maksud hamba untuk memaksakan kehendak, namun karena
suatu urusan pribadi yang sangat penting, hamba mohon ijin meninggalkan Ndalem
Kapangeranan untuk beberapa hari saja.”
Pangeran Pati tersenyum.
Jawabnya kemudian, “Silahkan Ki, semoga urusan pribadi Ki Tanpa Aran segera
selesai dan kembali dengan selamat ke Ndalem Kapangeranan,” Pangeran Pati
berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Apakah Ki Tanpa Aran akan menempuh
perjalanan bersama Ki Rangga Agung Sedayu dan kawan-kawannya? Mereka rencananya pagi ini akan berangkat dari Istana Kepatihan menuju ke gunung Tidar.”
Tiba-tiba wajah Ki Tanpa
Aran yang biasanya tenang dan sareh itu berubah tegang. Namun perubahan itu
hanya sekejap. Dengan tertawa Ki Tanpa Aran pun kemudian menjawab, “Tentu tidak
Pangeran. Hamba mempunyai keperluan yang berbeda dengan mereka.”
Pangeran Pati
mengangguk-anggukkan kepalanya. Walaupun hanya sekejap, perubahan wajah Ki Tanpa Aran itu sempat ditangkap oleh pewaris Trah Mataram itu.
“Baiklah Ki,” berkata
Pangeran Pati kemudian, “Silahkan mengurus keperluan pribadi Ki Tanpa Aran.
Semoga segala sesuatunya berjalan dengan baik sesuai dengan harapan kita.”
“Terima kasih Pangeran.
Hamba mohon diri,” berkata Ki Tanpa Aran kemudian.
“Kapan Ki Tanpa Aran akan
berangkat?” bertanya Pangeran Pati sambil bangkit dari duduknya diikuti oleh Ki
Tanpa Aran.
“Hari ini juga Pangeran,” jawab Ki tanpa Aran.
”Hari ini juga?” bertanya
Pangeran Pati dengan wajah keheranan, “Begitu tergesa-gesa?”
“Hamba Pangeran. Hamba
berharap semakin cepat hamba mengurus keperluan pribadi ini, akan semakin cepat pula urusan ini selesai.”
“Baiklah, Ki,” berkata
Pangeran Pati kemudian sambil berjalan ke arah pintu pringitan, “Semoga Yang
Maha Agung selalu melindungi perjalanan Ki Tanpa Aran.”
“Terima kasih Pangeran,”
jawab Ki Tanpa Aran sambil mengikuti langkah Pangeran Pati menuju pintu yang
membatasi pringitan dengan pendapa.
Dalam pada itu, Matahari
telah memanjat semakin tinggi di langit sebelah timur. Sinarnya yang garang
terasa mulai menggatalkan kulit. Lima ekor kuda berderap dengan kencang
melintas di jalan tanah yang
berbatu-batu dan meninggalkan debu berhamburan yang membumbung tinggi ke
udara.
“Apakah kita akan
beristirahat sejenak di Kali Krasak, ngger?” bertanya Ki Waskita kepada Ki Rangga yang berkuda di sebelahnya.
Untuk sejenak Ki Rangga
terdiam. Pandangan matanya terlempar jauh ke depan, ke titik-titik di kejauhan.
Kenangannya pun terlempar ke beberapa saat yang lalu ketika menghadap Pangeran
Pati di Ndalem Kapangeranan.
“Tumenggung Ranakusuma,”
desis Ki Rangga dalam hati, “Dan Putri Triman itu. Aku benar-benar belum siap
untuk mendapatkan kedua-duanya.”
“Bagaimana Kakang?”
tiba-tiba Glagah Putih yang berkuda di belakangnya bertanya sehingga membuyarkan
lamunannya.
Sejenak Ki Rangga Agung
Sedayu berpaling sekilas ke belakang. Jawabnya kemudian, “Sesuai pesan Ki Patih, ada baiknya kita
beristirahat sebentar di tepian kali Krasak untuk sekedar memberi waktu
kuda-kuda minum dan merumput,” Ki Rangga Agung Sedayu berhenti
sebentar. Sambil berpaling ke penunggang di sebelahnya dia melanjutkan, “Ki
Waskita, ada baiknya kita memasuki Perdikan Matesih sebelum senja agar tidak banyak menarik perhatian.”
Ki Waskita tidak menjawab.
Hanya kepalanya saja yang tampak mengangguk-angguk. Sementara di belakangnya
Glagah Putih, Ki Jayaraga dan Ki Bango Lamatan tampak ikut mengangguk-anggukkan
kepala mereka.
Demikianlah ketika jalan
yang mereka lalui mulai menurun dan menikung tajam, mereka pun segera menyadari
bahwa tepian kali Krasak telah semakin dekat. Dengan segera mereka memperlambat
laju kuda-kuda mereka. Ketika tanah di bawah kaki kuda-kuda mereka itu mulai
bercampur pasir dan bau khas air sungai serta gemuruh arus air mulai
lamat-lamat terdengar , mereka pun segera menghentikan kuda-kuda mereka dan
meloncat turun.
“Kita mencari tepian yang
landai dan teduh,” berkata Ki Rangga sambil menuntun kudanya.
“Dan yang banyak batu-batu
besarnya,” sahut Glagah Putih beberapa langkah di belakang Ki Rangga.
Ki Bango Lamatan yang berada
di belakang Glagah Putih sejenak mengerutkan kening. Tanya Ki Bango Lamatan
kemudian, “Untuk apa?”
Ki Jayaraga yang mendengar
pertanyaan Ki Bango Lamatan itu segera menyahut, “Untuk apa lagi kalau bukan untuk
alas tidur?”
Mereka yang mendengar
jawaban Ki Jayaraga itu tertawa kecuali Ki Bango Lamatan. Dia hanya menarik
nafas dalam-dalam sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Memang Ki Bango
Lamatan masih memerlukan waktu untuk bisa menyesuaikan diri dengan mereka.
Demikianlah ketika mereka
menemukan tempat yang benar-benar nyaman untuk sekedar melepaskan lelah,
kuda-kuda mereka pun sengaja di lepas agar dapat minum sepuas-puasnya serta
merumput di tepian.
Glagah Putih yang melihat
ada sebuah batu besar yang sedikit menjorok ke air segera meloncat ke atasnya. Sejenak
kemudian anak laki-laki Ki Widura itu pun segera merebahkan dirinya dan mulai dibuai oleh rasa kantuk yang
tak tertahankan.
Ketika rasa kantuk itu
hampir saja membuatnya jatuh tertidur, tiba-tiba saja pendengarannya yang
sangat terlatih telah mendengar sayup-sayup suara derap beberapa ekor kuda.
Pada awalnya Glagah Putih
mengira suara derap kaki-kaki kuda itu berada di dalam alam mimpinya. Namun ketika suara derap kaki-kaki kuda
itu terdengar semakin keras, Glagah Putih pun perlahan-lahan mulai menemukan kesadarannya
kembali.
Asyiiiikkk.... weruh nomer siji
BalasHapusmatur suwun Mbah dobelane
Hapusberhasil ogrokannya hehehe..
HapusLho... ada lagi.
BalasHapusMatur suwun Panembahan
Alhamdulillah....
Hapusmenjelang maghrib mugo2 ono maneh...ben hattrick di awal 2017
Kalau lama wedaran nggrutu,kalau cepat seolah olah kaget....hehehe
HapusMatur nuwun sanget Mbah Man....🙏🙏
wah ada wedaran lagi hari ini .... matur nuwun sanget mbah man .... luar biasa .... penasaran makin tinggi ...
Hapushari ini dapat double, matur nuwun mbah-man
BalasHapusMatur nuwun mbah atas dobelannya
BalasHapusWah ada dobelan ini ..... matur nuwun Mbah Man !
BalasHapusPulang kantor ada dobelan, Lang hilang capek . . . .
BalasHapusmatur nuwun mbah Man ....wah jadi makin penasaran wedaran berikutnya
BalasHapusMatur nuwun dobelan rontalipun Mbah_Man. Sinambi nyruput teh anget lawuh mendoan + sambel kecap. Tambah mantap.
BalasHapusWah GP terganggu tidurnya.
BalasHapusWah GP terganggu tidurnya.
BalasHapusSiji maneh entuk hadiah mangkok
HapusBerikut isinya mie bakso plus sendok garpu...
HapusMatur-nuwun mbahman,atas 2 rontalipun.
BalasHapusAlhamdulillah habis liburan dapat dobelan rontal.
BalasHapusMatur nuwun Mbah Man
Alhamdulillah habis liburan dapat dobelan rontal.
BalasHapusMatur nuwun Mbah Man
Alhamdulillah, ga menyesal sudah mampir malam ini. Ternyata ada rontal lanjutan. Matur nuwun, Mbah_Man.
BalasHapusAlhamdulillah, ga menyesal sudah mampir malam ini. Ternyata ada rontal lanjutan. Matur nuwun, Mbah_Man.
BalasHapushahahahah ini kok pada komen dobelan gini ya ..... hehehehe berarti mbah man besok dobelan wedaran lagi yaaa ... Aamiiinnn .....
BalasHapusNgapunten Mbah Man ... cuma berharap hehehehe
Refleks, Ki DP. Untuk dobelannya, aamiin.
HapusMatur nuwun Mbah_man, wah tas mbukak Gandok wis siap rontal.. hihi telat...
BalasHapusMatur nuwun mbah man dobelannya.
BalasHapusHadir ..... tetap semangat !
BalasHapusTerima Kasih Mbah Man
BalasHapus