Beberapa saat kemudian
rombongan berkuda itu telah memasuki sebuah padang rumput yang luas di pinggir
hutan sebelah barat padukuhan Gesik. Rombongan itu pun segera keluar dari jalur
jalan setapak yang menjelujur di pinggir hutan itu. Kuda-kuda itupun kemudian dapat berpacu dengan cepat di sela-sela
gerumbul-gerumbul perdu yang banyak tersebar di padang rumput itu.
Sesekali mereka tampak mendongakkan
wajah mereka ke langit. Awan yang gelap mulai tampak bergerombol dan
berarak-arak di cakrawala langit sebelah barat. Kelihatannya musim kemarau akan
segera berakhir dan sudah saatnya hujan
turun membasahi bumi yang kering.
“Mungkin ini akan menjadi
hujan yang pertama yang akan turun,” desis Ki Waskita yang berkuda di samping
Ki Rangga.
Ki Rangga mendongakkan wajahnya
sekilas. Jawabnya kemudian, “Semoga sebelum hujan kita sudah memasuki padukuhan
Klangon.”
Yang mendengar kata-kata Ki
Rangga itupun telah mengangguk-anggukkan kepala. Mereka memang berharap tidak
sampai kehujanan di tengah perjalanan.
Ketika hutan di sebelah
barat padukuhan itu menjadi semakin
tipis dan pohon-pohon yang besar telah berganti dengan tanaman perdu serta
semak belukar, padang rumput yang mereka lalui itu pun telah menyempit. Sejenak
kemudian di hadapan mereka telah terbentang tanah pesawahan yang luas. Jalan
setapak di pinggir hutan itu pun telah tersambung dengan sebuah bulak panjang.
Di sepanjang bulak, banyak pepohonan yang
tumbuh atau memang sengaja ditanam di kiri kanan jalan. Sementara di langit
awan hitam mulai bergerak menutupi sinar Matahari sehingga
pemandangan di sepanjang bulak itu
terlihat mulai remang-remang.
Sambil memperlambat laju
kuda-kuda mereka, Ki Rangga dan kawan-kawannya pun kemudian membelokkan arah
kuda-kuda mereka ke bulak yang sangat panjang dan sekarang terlihat agak gelap. Angin yang dingin dan
basah mulai bertiup sedikit kencang menggugurkan daun-daun yang sudah menguning
dari tangkainya. Di langit sesekali halilintar mulai bersabung. Suaranya
terdengar menggelegar memekakkan telinga.
“Kelihatannya para petani
sudah mulai mempersiapkan tanah mereka untuk digarap,” berkata Ki Jayaraga yang
berkuda di belakang Ki Rangga sambil mengamati orang-orang yang sedang bekerja
di sawah. Sebagian tampak sedang memperbaiki tanggul, sebagian lainnya tampak
sedang mencangkul.
“Ya, Ki Jayaraga,” sahut Ki
Rangga sambil berpaling sekilas, “Apakah Ki Jayaraga tertarik untuk membantu?”
“Ah,” Ki Jayaraga tertawa
pendek. Lanjut Ki Jayaraga kemudian, “Aku lupa
membawa cangkul, Ki Rangga.”
Kali ini semua orang yang berada di dalam rombongan itu tertawa cukup keras sehingga membuat
orang-orang yang bekerja di sawah itu telah berpaling.
Demikianlah rombongan
berkuda itu pun kemudian tanpa berusaha menarik perhatian telah berpacu kembali
di bulak panjang. Dari kejauhan tampak debu yang mengepul tinggi di belakang
rombongan berkuda itu.
Ketika rombongan itu telah melewati
tengah-tengah bulak, dari kejauhan
mereka melihat seseorang tampak sedang duduk terkantuk-kantuk di bawah sebatang
pohon di sebelah kiri jalan, hanya beberapa puluh tombak saja dari regol
padukuhan Klangon.
Orang itu terlihat duduk
bersila dengan kedua tangan bersilang di
dada serta kepala yang tertunduk dalam-dalam. Sebuah caping di atas kepalanya
telah menutupi sebagian wajahnya.
Terasa dada Ki Rangga
berdesir, demikian juga Glagah Putih. Sebagai prajurit mereka cukup mengenal
tanda-tanda yang ditunjukkan oleh orang yang sedang beristirahat di tepi jalan
itu.
Ki Rangga segera memberi
isyarat untuk memperlambat kuda-kuda mereka begitu rombongan itu mendekati
tempat orang bercaping itu duduk.
Ki Waskita sejenak
mengerutkan keningnya dalam-dalam sambil berpaling ke arah Ki Rangga. Ketika Ki Rangga kemudian mengangguk, barulah Ki
Waskita menarik nafas dalam-dalam sambil
mengangguk-anggukkan kepalanya. Sementara Glagah Putih yang berkuda di samping
gurunya telah berkata dengan suara yang sedikit lantang, “Angin timur atau
angin barat kah yang bertiup membawa hujan kali ini?”
Tidak terdengar suara jawaban
sama sekali. Bahkan ketika rombongan berkuda itu telah tepat berhenti di
depannya, orang bercaping itu tetap pada sikapnya semula, menunduk dengan
caping menutupi sebagian wajahnya.
Sejenak Ki Rangga menjadi
ragu-ragu. Namun segala sesuatunya harus segera diyakinkan. Maka dengan cepat
Ki Rangga segera meloncat turun dari kudanya dan bergegas menghampiri orang itu.
Ketika jarak Ki Rangga
dengan orang itu tinggal selangkah, jantung Ki Rangga pun bagaikan berhenti
berdetak. Ki Rangga melihat sesuatu yang janggal telah terjadi pada diri orang
itu. Orang itu bagaikan sebuah patung yang diletakkan begitu saja di bawah
pohon, sama sekali tidak bergerak. Bahkan gerakan tubuh yang menandakan bahwa
dia masih bernafas pun tidak terlihat.
Tanpa meninggalkan
kewaspadaan, dengan gerak cepat Ki Rangga maju selangkah sambil membungkuk. Ketika tangan Ki Rangga kemudian terjulur
untuk membuka caping itu, alangkah terkejutnya Ki Rangga. Terlihat sebuah paser kecil
telah menancap dalam-dalam di leher orang itu.
“Gila!” geram Ki Rangga
sambil berusaha meraba detak nadi di leher dan kedua pergelangan tangan orang
itu. Namun Ki Rangga tidak menemukan apa yang dicarinya.
Perlahan Ki Rangga
mengembalikan caping itu di atas kepala orang itu sambil menarik nafas
dalam-dalam untuk melonggarkan dadanya yang berdebaran. Ketika Ki Rangga kemudian menegakkan
tubuhnya dan berbalik, yang pertama-tama dilakukannya adalah menggeleng sambil
berdesis, “Orang itu telah mati.”
“Mati?” hampir serentak mereka
yang masih berada di atas punggung kuda itu mengulang. Dengan bergegas mereka
pun kemudian segera berloncatan turun dari atas punggung kuda masing-masing.
Sejenak kemudian kelima
orang itupun telah mengerumuni orang bercaping yang telah menjadi mayat dalam
keadaan duduk di bawah sebatang pohon itu.
“Paser beracun,” desis Ki
Waskita sambil mengamat-amati paser yang menancap dalam-dalam di leher orang
itu.
“Ya Ki Waskita,” sahut Ki
Rangga, “Kelihatannya seseorang dengan sengaja telah melontarkan paser kecil
itu melalui sebuah sumpit,” Ki Rangga berhenti sejenak sambil mengedarkan
pandangan matanya ke sekelilingnya. Lanjutnya kemudian, “Hanya orang yang mempunyai
kemampuan tinggi yang mampu
melakukan semua ini.”
Yang mendengar keterangan Ki
Rangga telah mengangguk-anggukkan kepala mereka. Tentu diperlukan tenaga yang
sangat kuat untuk dapat melontarkan paser kecil itu sehingga menancap hampir
seluruhnya di leher orang itu.
“Bagaimana kakang,” bertanya
Glagah Putih kemudian, “Menilik ciri-cirinya, dia adalah petugas sandi Mataram.
Apakah kita akan menguburkannya?”
Mendengar pertanyaan Glagah
Putih, Ki Rangga segera menyingkap baju orang itu untuk melihat timang ikat
pinggangnya. Dan apa yang diduga oleh Glagah Putih memang benar. Timang itu
bagi orang kebanyakan memang tidak akan banyak berarti, namun bagi sesama
petugas sandi atau prajurit Mataram, tanda yang berada di lempengan timang itu
mengandung arti tersendiri.
“Seharusnya memang
demikian,” jawab Ki Rangga kemudian sambil berpaling ke arah adik sepupunya
itu, “Namun kita harus mencari tempat yang layak dan tidak begitu banyak menarik perhatian orang.”
“Baik kakang,” sahut Glagah
Putih kemudian sambil maju mendekat untuk mengangkat tubuh yang sudah tak
bernyawa itu.
Namun sebelum Glagah Putih
menyentuh tubuh itu, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara teriakan riuh
rendah yang berasal dari arah regol padukuhan Klangon.
Serentak mereka berpaling.
Tampak berpuluh-puluh orang sedang
berlari-larian dari arah regol padukuhan Klangon menuju ke tempat mereka berkerumun.
“Tangkap pembunuh..!” teriak
beberapa orang dengan senjata yang teracu.
bersambung ke STSD jilid 2
wah.... kadingaren iso ndisiki.
BalasHapusHi hi hi .....
matur suwun Panembahan.
Matur nuwun mbah man.
BalasHapusMatur nuwun mbah_man, ngancani Ki satpam moco rontal sore sore...Hehehe..
BalasHapusMatur nuwun Mbaj Man, 31 Januari 2017 STSD jilid 1 tamat !
BalasHapusmatur nuwun mbah Man atas rontalnya
BalasHapusMaturnuwun mbah Man...senengnya nemu hidangan saat santai menunggu magrib
BalasHapusMatur nuwun mbah.
BalasHapusJilid 2 pasti tambah seru
Kalo memang rontal kali ini dianggap sebagai penutup jilid 1 .... Mbah Man monggo rehat rumiyin....
BalasHapusrontal pembuka jilid 2 diwedar tanggal 1 bln depan saja....
sumonggo....
Semoga kelanjutannya semakin seru
BalasHapusMatur suwun mbah Man
Salam ADB
Matur nuwun sanget mbah man .... ternyata sore tadi ada wedaran .... mantaaap bisa buat temen ronda malem ini .....
BalasHapusHadir ..... tetap semangat !
BalasHapusMatur-nuwun nuwun mBah-Man, atas rontalipun.
BalasHapusMatur-nuwun nuwun mBah-Man,kulo tenggo rontal se lajengipun
BalasHapusWah ini perangkap, mungkin pembunuhnya akan memfitnah rombongan Ki Rangga.
BalasHapusMatur nuwun Mbah_Man, sehat lan sejahtra slalu.
mbah man cuti seminggu saja, boleh kan?
Hapusmatur suwun
Monggo mBah dipun sekecaaken
HapusRontale mang oasrahke dateng kulo, mangke dak posting ssi jadwal
Matur suwun
Lah... lha ngggih monggo Panembahan.
HapusPanembahan libur, canmen juga libur, "mengerjakan tugas di rumah" kata pak guru.
untuk Om Aryo, Vouchernya bisa diambil di sengkaling.
Monggo Mbsh Msndaraka .... Mbah Man kan pasti butuh istirahat jalan jalan tetirah hehehehe .... Monggo dipun sekecaaken kemawon Mbah ... canmen pasti setia tetep muter taman bacaan ...
HapusMonggo Mbah Man dipun sekecaaken semoga setelah Mbah Man istirohat...Ki Dandang Wesi bin Truna Podang bin Si Gembala tua bin Kiai Tanpa Aran bin Kiai Gringsing menchungul di STSD jilid 2...hehehe
HapusMatur suwun sanget Mbah Man untuk Jilid 1 STSD berakhir dengan sukses....semoga kesehatan selalu mengiringi Mbah Man dan Keluarga Amin...🙏🙏
Monggo dipun sekecakaken.....
BalasHapusHadir ..... tetap semangat !
BalasHapustetep semangaaat ....sugeng sonten semua
BalasHapusMeski sudah diberi tahu Panembahan libur seminggu, ya tetap saja ngintip.
BalasHapusHi hi hi....
ah... canmen disini emang pada ngeyelan bin usil.... termasuk satpam-nya.... :-p
BalasHapusMau kukirim STSD jilid 2 ?...baru ada 5 buku
HapusHadir, Jum'at Barakah ..... tetap semangat !
BalasHapusMeskipun Mbah_Man sedang cuti, saya tetap hadir lho... untuk memperdalam ilmu kesabaran yg ga pernah tuntas.
BalasHapusKalau ga pernah tuntas ilmunya berarti ga sabar dong nunggu Mbah Man cuti.....harus berguru dengan Ki Widiaxa yang dijuluki Ki Ageng Sabar....Ki Zaini
Hapus....betul sekali Ki ZY. .....ingak ...inguk padepokan terasa lebih nikmat...
BalasHapus.....ingak inguk "hot news" cuma bikin gerah....
....#kangen Mbah_Man...hehehe....
Selamat siang, silent reader mencoba muncul ke permukaan. Salam kenal can-men semua 😀
BalasHapusSelamat sore...selamat mecungul di permukaan padepokan....selamat bergabung bersama para ca-men padepokan, Ki IF.
Hapus....dikarenakan Ki Lurah Adiwa yang ditugasi piket sedang ikutan cuti...terpakso saya sedikit mencoba menjelaskan kepada Ki IF. : ....bahwa jangan terkejut nantinya...bahasa komunikasi di gandok ini menggunakan sedikitnya tujuh bahasa...termasuk bahasa isyarat..bahasa tubuh...bahasa pameling...dan beberapa bahasa langka lain-nya yang bahkan sampai saat ini mbah geogle - pun belum dapat memaknainya...
...hehehe....salam.
Saya tidak cuti Ki Dik Har....karena sedang mencari senjata yang hilang...karena kehilangan senjata bagi seorang prajurit sama saja separuh nyawanya hilang...bukan begitu Ki Gembleh??
HapusLho??..Ki Gembleh sedang apa meraba raba ditempat gelap....sedang mencari separuh nyawa yang hilang geram Ki Gembleh yang juga kehilangan senjata.....
Oh tapi kalau di taman Ki Gembleh tidak dikenal yang tercantum ditaman Ki Dhanang Ksatro atau Ki Djarot Wicaksono.....sudah ketularan Kiai Gringsing disetiap daerah ganti nama....hehehehelm...helm
Mecungul wayah bocah dolanan. Ki gembleh kok nggak nongol ya? Ganti nama apa lagi ya ki adiwa?
HapusMungkin kalau menchungul pakai nama Ki Dandang Ireng Ki HRG...saat ini sedang semedi diam dalam seribu bahasa ....setelah selesai semedi mungkin komentarnya memakai bahasa kumpeni...."kowe orang apa orang orang sawah heh!!"...orang sedang semedi masih sadja digangoe...toenggoe toejoeh poernama lagi koe toenggoe di poencang kembar....
HapusBetoel ki adiwa, perloe ditoenggoe beberapa poernama lagi oentoek lihat ku mbleh mecoengoel kita orang sambil noenggoe wedaran mbah man yang lagi liboeran seminggoe
HapusNunggu rontal rasanya kaya orang lg puasa nunggu waktu buka. ��
HapusBlenger kita disuguhkan "hot news" yg simpang-siur, mending ke tamannya Mbah_Man, iyo toh, Ki. DH?.
BalasHapusSetuju sekali Ki....lebih sehat membaca resep ramuan jamu asli....ehh...masudnya ramuan cersil Nusantara asli...
Hapuswww.kangenmbahman.com....
Setuju juga "Kangen mbah Man"
HapusSetuju juga "Kangen Mbah Man"
BalasHapuspasti senin ini.
BalasHapusSelamat berminggu siang poro camen..opo podo wis siap nrimo rontal...? Hehehe
BalasHapusSeminggu = sampai minggu
BalasHapusSesuk brojolan rontal
Setiap hari kumenanti, setiap minggu kumenunggu... Hadir di Taman Bacaan Mbah_Man melatih diri untuk menghadapi pilkada serentak. Semoga tetap aman terkendali dlm bingkai NKRI.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSetiap hari kumenanti, setiap minggu kumenunggu... Hadir di Taman Bacaan Mbah_Man melatih diri untuk menghadapi pilkada serentak. Semoga tetap aman terkendali dlm bingkai NKRI.
BalasHapusSetiap hari kumenanti, setiap minggu kumenunggu... Hadir di Taman Bacaan Mbah_Man melatih diri untuk menghadapi pilkada serentak. Semoga tetap aman terkendali dlm bingkai NKRI.
BalasHapusRaden Mas Aryo Surereng....menurut Ki Waskita yang ahli tafsir komentar itu adalah suatu cara menghindari kecewa kalau jargonnya kalah...pergi ketaman sangatlah tepat apalagi kalau kultum dari Kanjeng Sunan sempat ditampilkan dan ditambah STSD jilid 2 tampil dalam kejar tayang....Ki Bango Lamatan saja bisa insyaf padahal dia pernah ikut dalam gerakan makar....hehehe
HapusIkutan ah......
BalasHapusSetiap hari kumenanti, setiap minggu kumenunggu... Hadir di Taman Bacaan Mbah_Man melatih diri untuk menghadapi pilkada serentak. Semoga tetap aman terkendali dlm bingkai NKRI.
Ikut juga....Setiap hari kumenanti, setiap minggu kumenunggu... Hadir di Taman Bacaan Mbah_Man melatih diri untuk menghadapi pilkada serentak. Semoga tetap aman terkendali dlm bingkai NKRI
BalasHapusIkut juga....Setiap hari kumenanti, setiap minggu kumenunggu... Hadir di Taman Bacaan Mbah_Man melatih diri untuk menghadapi pilkada serentak. Semoga tetap aman terkendali dlm bingkai NKRI
BalasHapusWah panitia sedikit bingung kira kira hadiah apa yang pantas diberikan pada komentar2 yang sama diatas....sebenar cukup tambah satu komentar saja sudah bisa dapat voucher....tapi yang keluar tujuh komentar....
HapusSilahkan pilih saja hadiahnya saya tidak bertanggung jawab kalau rontal turunnya ngegerojok semoga bingkai NKRI tetap kuat karena di lindungi oleh Ki Dandang Wesi urat kawat tulang baja dengan tameng Pancasila...MERDEKA!!!!....
Lomba untuk dapat voucher payung. Hi hi hi....
BalasHapusIkutan ah.....hi hi hi...
HapusHadiah payung dengan gambar tengkorak bajak laut... ..hehehe
"Tangkap pembunuh..!" teriak beberapa orang dengan senjata teracu....
BalasHapus"Tunggu..!"...jangan menuduh sembarangan, apakah ada saksinya??
"Banyak saksinya...mau berapa orang!!"...ayo teman teman kita pergi ke taman untuk mendaftarkan jadi saksi..
Lho..??? yang dibutuhkan saksi mata...bukan banyaknya cukup 1 atau 2 saja karena kalau 3 mungkin dapat voucher, apalagi jumlahnya banyak biaya buat hadiah voucher cukup besar lho??
"Bukannya tambah banyak saksi tambah mantabbb"...dan voucher yang dikeluarkan akan seimbang hasilnya....bukan begitu Ki Gembleh??
Bukan bukan seru Ki Gembleh....lebih baik kita tunggu saksi ahli Panembahan Mandaraka, beliaulah yang lebih tepat dan bijaksana, jangan dulu berprasangka....begitu....seru Ki Gembleh sambil makan jenang alot sambil ngupi....
"Tapi seminggoe serasa sewindoe Ki..!! ah itukan penantian orang yang sedang menunggu pacar....bercerminlah pada Ki Widiaxa.....sabaaarr....geng enjing...sanak kadang dan salam kompak selalu....itu jadi lebih baik...seru Ki mbleh yang bijaksana......sreet...jilid 2 stsd akan tampil setelah pariwara berikut ini....eng..ing...eng....mungkin lho????😆
Hati2 menjadi saksi...bisa ditersangka kan .... tgt bayarane
HapusHehehe...sugeng enjing Raden Mas Aryo....tapi kalau "saksi bisu" tidak akan jadi tersangka dan tidak menuntut...contohnya saksi bisu monumen nasional...walau ada yang bersumpah akan digantung di monas,... tapi monas tidak pernah menagih janjinya, begitu juga banyak yang berdemo dimonas, Monas tetap diam seribu bahasa termasuk bahasa telik sandi.....hihihi
HapusSekali-sekali terdengar petir bersambung di udara. Setiap kali suaranya menggelegar memenuhi lereng Gunung Lawu. Hujan diluar seakan-akan tercurah dari langit. Ayu Sekar Melati terbangun dari mimpinya. Setengah terkejut , masih terduduk menggigil diatas amben bambu, wajahnya menjadi kian pucat. Udara sangat dingin dan suasana sangat mencemaskan.
HapusTetapi tiba-tiba Ayu Sekar Melati itu mengangkat wajahnya. Sesuatu telah menyentuh hatinya lewat telinganya. Suara seruling, syahdu, melantunkan tembang asmoro – wuyung.
Mula-mula Ayu Sekar Melati ragu-ragu atas pendengarannya sendiri. Di dalam keadaan serupa ini, apakah ada seseorang yang sempat meniup serulingnya? Apalagi suara itu datang dari arah gerojogan sewu di tengah rimba tanah perdikan Matesih ini.
……kakang Raden Mas Harya Surengpati…?
...hehehe....sumber: edit bebas campur bawur...
www.kangenmbahman.com
Ohh... "Ayu Sekar Melati" alismu bak semut tiarap, matamu bulat seperti bola pingpong, hidungmu mancung bak seludang, bibirmu merah merona seperti cat mobil ferrari, pipimu yang lesung seperti sarang burung pipit, dan rabutmu terurai bagai jalan jalur sutera....oh..uh..
HapusTunggu.... Ki Adiwa Swarna, saksi ahlinya sedang cuti. Mungkin shok pohon karetnya disadap orang.
HapusTunggu.... Ki Adiwa Swarna, saksi ahlinya sedang cuti. Mungkin shok pohon karetnya disadap orang.
HapusHehe...kurang satu Ki Zaini Yacub ...tambah satu lagi mungkin dapat hadiah bibit pohon karet yang belum bisa disadap....hehehe
HapusGeng injang... Senin Barokah...
BalasHapusTangkap...hujan rontal yang akan segera menyebar...tapi sabaaar dulu. Harak ngoten tho?.
Hadir ..... tetap semangat !
BalasHapusSugeng enjang sedanten ..... hadir senin siang .. tetep semangat nunggu Mbah Man selesai liburan .....
BalasHapusMbah... mbah... bangun mbah...
BalasHapusSeleret sinar yang sangat terang tiba tiba menyambar menembus lubang-lubang kecil dinding bilik Ayu Sekar Melati. Disusul bunyi ledakan dahsyat yang memekakan telinga. Ayu Sekar Melati terloncat berdiri……..karenanya .. .…Ia telah mendapatkan kesadaran diri sepenuhnya dari kondisinya semula yang setengah bermimpi…..
BalasHapusBunyi seruling itupun ti ba –tiba terdengar meninggi , berusaha mengatasi bunyi petir, bergelora, seolah sedang membangun benteng pertahanan untuk melindungi kekasihnya dari gangguan hati yang lain…..
Ayu Sekar Melati tersipu sendiri….baru Ia menyadari…….bahwa sudah hampir dua warsa berjanan, ayahnya, Ki Gede Matesih, telah menitipkan dirinya berguru kawruh kasantikan dan kawruh olah kapradjan kepada sahabat ayahnya, Panembahan Donoloyo , di Pertapaan Wukir - Tawangmangu… ..
Ki Gembleh hanya bisa geleng geleng kepala melihat kelakuan dua remaja yang sedang kasmaran sehingga mimpi Ayu Sekar Melati sempat juga diganggu oleh ledakan petir dan anehnya kekasihnya mencoba melawan ledakan petir dengan bunyi serulingnya untuk membangun ketahan dari serangan petir, kenapa tidak ditangkap saja petir itu??, seperti Ki Ageng Sela ...ah tapi memang suara seruling lebih ampuh dan sudah menjadi trend saat itu kalau dua remaja sedang jatuh cinta serulinglah menjadi saksi bisu dan seolah olah suara seruling itu jadi makcomblang, dan grup dangdut tanpa seruling sama saja masak sayur lodeh tanpa garam...begitulah guman Ki Gembleh...sambil menarik selimutnya sampai menutupi kepala untuk membuat pertahanan dari ledakan petir agar kalau mimpi tidak terganggu....zzzz..$$$..€€€...£££...¥¥¥..(mimpi wong sugih)....hehehe....ngglayut
HapusHadir, aku masih seperti yang dulu .... tetap semangat !
BalasHapusPanembahan Mandaraka1 Februari 2017 12.43
BalasHapusmbah man cuti seminggu saja, boleh kan?
matur suwun
ge ngeh,...nek seminggu kuwi 7 hari, berarti mBahe kondur tgl 8
...tgl.9 tindak tuwi kantor disik...tgl. 10 nutugake tapak asmo serat wigati sing tertunda...tgl. 11 nganti 14 minggu tenang.....tgl.16 lagi sempat nyerat rontal....
Hapus....pancene luwih becik "like" wae...manut tagline "Ki Gede Sabar".....
....hehehe.....
Kita para CA-MEN tansah ndedonga, muga Gusti Allah SWT. tansah paring kanugrahan kasarasan,karahajon,kesabaran, dumateng Mbah_Man tuwin Kulawarga.
Aamin YRA.
www.kangenmbahman.com
...ngelanguuuttt....
BalasHapuswww.kangenmbahman.com
Sabaaar............
BalasHapusSabaaaaar..... ternyata sabar itu indah.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus...rapoporapoporapopo....hehehe....
Hapuswedaraaaan sebentaaar lagiii .... sebentar lagiii wedarannn ..... hehehe mudah2xan bener ,,,,
BalasHapusdouble dobelan.....4
BalasHapusMbah... mbah... mbah Man... BaNGuN mbah...
BalasHapusGeng injang.... sabaaaaarrrr selalu.
BalasHapusHadir ..... tetap semangat !
BalasHapusTerima Kasih Mbah Man
BalasHapusMatur suwun wedaranipun mbah Man
BalasHapusRasanya penasaran setiap bag akhir dan ingin tahu kelanjutanya.
BalasHapus