Selasa, 31 Januari 2017

STSD 01_21

Beberapa saat kemudian rombongan berkuda itu telah memasuki sebuah padang rumput yang luas di pinggir hutan sebelah barat padukuhan Gesik. Rombongan itu pun segera keluar dari jalur jalan setapak yang menjelujur di pinggir hutan itu. Kuda-kuda itupun kemudian  dapat berpacu dengan cepat di sela-sela gerumbul-gerumbul perdu yang banyak tersebar di padang rumput itu.

Sesekali mereka tampak mendongakkan wajah mereka ke langit. Awan yang gelap mulai tampak bergerombol dan berarak-arak di cakrawala langit sebelah barat. Kelihatannya musim kemarau akan segera  berakhir dan sudah saatnya hujan turun membasahi bumi yang kering.

“Mungkin ini akan menjadi hujan yang pertama yang akan turun,” desis Ki Waskita yang berkuda di samping Ki Rangga.

Ki Rangga mendongakkan wajahnya sekilas. Jawabnya kemudian, “Semoga sebelum hujan kita sudah memasuki padukuhan Klangon.”

Yang mendengar kata-kata Ki Rangga itupun telah mengangguk-anggukkan kepala. Mereka memang berharap tidak sampai kehujanan di tengah perjalanan.

Ketika hutan di sebelah barat padukuhan  itu menjadi semakin tipis dan pohon-pohon yang besar telah berganti dengan tanaman perdu serta semak belukar, padang rumput yang mereka lalui itu pun telah menyempit. Sejenak kemudian di hadapan mereka telah terbentang tanah pesawahan yang luas. Jalan setapak di pinggir hutan itu pun telah tersambung dengan sebuah bulak panjang. Di sepanjang bulak,  banyak pepohonan yang tumbuh atau memang sengaja ditanam di kiri kanan jalan. Sementara di langit awan hitam mulai bergerak menutupi sinar Matahari  sehingga  pemandangan di sepanjang bulak itu  terlihat  mulai remang-remang.

Sambil memperlambat laju kuda-kuda mereka, Ki Rangga dan kawan-kawannya pun kemudian membelokkan arah kuda-kuda mereka ke bulak yang sangat panjang dan sekarang  terlihat agak gelap. Angin yang dingin dan basah mulai bertiup sedikit kencang menggugurkan daun-daun yang sudah menguning dari tangkainya. Di langit sesekali halilintar mulai bersabung. Suaranya terdengar menggelegar memekakkan telinga.

“Kelihatannya para petani sudah mulai mempersiapkan tanah mereka untuk digarap,” berkata Ki Jayaraga yang berkuda di belakang Ki Rangga sambil mengamati orang-orang yang sedang bekerja di sawah. Sebagian tampak sedang memperbaiki tanggul, sebagian lainnya tampak sedang mencangkul.

“Ya, Ki Jayaraga,” sahut Ki Rangga sambil berpaling sekilas, “Apakah Ki Jayaraga tertarik untuk membantu?”

“Ah,” Ki Jayaraga tertawa pendek.  Lanjut Ki Jayaraga kemudian, “Aku lupa membawa cangkul, Ki Rangga.”

Kali ini semua orang yang berada di dalam rombongan itu tertawa cukup keras sehingga membuat orang-orang yang bekerja di sawah itu telah berpaling.

Demikianlah rombongan berkuda itu pun kemudian tanpa berusaha menarik perhatian telah berpacu kembali di bulak panjang. Dari kejauhan tampak debu yang mengepul tinggi di belakang rombongan berkuda itu.

Ketika rombongan itu telah melewati tengah-tengah  bulak, dari kejauhan mereka melihat seseorang tampak sedang duduk terkantuk-kantuk di bawah sebatang pohon di sebelah kiri jalan, hanya beberapa puluh tombak saja dari regol padukuhan Klangon.

Orang itu terlihat duduk bersila dengan kedua tangan  bersilang di dada serta kepala yang tertunduk dalam-dalam. Sebuah caping di atas kepalanya telah menutupi sebagian wajahnya.

Terasa dada Ki Rangga berdesir, demikian juga Glagah Putih. Sebagai prajurit mereka cukup mengenal tanda-tanda yang ditunjukkan oleh orang yang sedang beristirahat di tepi jalan itu.

Ki Rangga segera memberi isyarat untuk memperlambat kuda-kuda mereka begitu rombongan itu mendekati tempat orang bercaping itu duduk.

Ki Waskita sejenak mengerutkan keningnya dalam-dalam sambil berpaling ke arah Ki Rangga.  Ketika Ki Rangga kemudian mengangguk, barulah Ki Waskita  menarik nafas dalam-dalam sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Sementara Glagah Putih yang berkuda di samping gurunya telah berkata dengan suara yang sedikit lantang, “Angin timur atau angin barat kah yang bertiup membawa hujan kali ini?”

Tidak terdengar suara jawaban sama sekali. Bahkan ketika rombongan berkuda itu telah tepat berhenti di depannya,  orang bercaping itu  tetap pada sikapnya semula, menunduk dengan caping menutupi sebagian wajahnya.

Sejenak Ki Rangga menjadi ragu-ragu. Namun segala sesuatunya harus segera diyakinkan. Maka dengan cepat Ki Rangga segera meloncat turun dari kudanya dan bergegas  menghampiri  orang itu.

Ketika jarak Ki Rangga dengan orang itu tinggal selangkah, jantung Ki Rangga pun bagaikan berhenti berdetak. Ki Rangga melihat sesuatu yang janggal telah terjadi pada diri orang itu. Orang itu bagaikan sebuah patung yang diletakkan begitu saja di bawah pohon, sama sekali tidak bergerak. Bahkan gerakan tubuh yang menandakan bahwa dia masih bernafas pun tidak terlihat.

Tanpa meninggalkan kewaspadaan, dengan gerak cepat Ki Rangga maju selangkah sambil membungkuk.  Ketika tangan Ki Rangga kemudian terjulur untuk membuka caping itu, alangkah terkejutnya Ki Rangga. Terlihat sebuah paser kecil telah menancap dalam-dalam di leher orang itu.

“Gila!” geram Ki Rangga sambil berusaha meraba detak nadi di leher dan kedua pergelangan tangan orang itu. Namun Ki Rangga tidak menemukan apa yang dicarinya.

Perlahan Ki Rangga mengembalikan caping itu di atas kepala orang itu sambil menarik nafas dalam-dalam untuk melonggarkan dadanya yang berdebaran. Ketika Ki Rangga kemudian menegakkan tubuhnya dan berbalik, yang pertama-tama dilakukannya adalah menggeleng sambil berdesis, “Orang itu telah mati.”

“Mati?” hampir serentak mereka yang masih berada di atas punggung kuda itu mengulang. Dengan bergegas mereka pun kemudian segera berloncatan turun dari atas punggung kuda masing-masing.

Sejenak kemudian kelima orang itupun telah mengerumuni orang bercaping yang telah menjadi mayat dalam keadaan duduk di bawah sebatang pohon itu.

“Paser beracun,” desis Ki Waskita sambil mengamat-amati paser yang menancap dalam-dalam di leher orang itu.

“Ya Ki Waskita,” sahut Ki Rangga, “Kelihatannya seseorang dengan sengaja telah melontarkan paser kecil itu melalui sebuah sumpit,” Ki Rangga berhenti sejenak sambil mengedarkan pandangan matanya ke sekelilingnya. Lanjutnya kemudian, “Hanya orang yang mempunyai kemampuan  tinggi  yang mampu melakukan semua ini.”

Yang mendengar keterangan Ki Rangga telah mengangguk-anggukkan kepala mereka. Tentu diperlukan tenaga yang sangat kuat untuk dapat melontarkan paser kecil itu sehingga menancap hampir seluruhnya di leher orang itu.

“Bagaimana kakang,” bertanya Glagah Putih kemudian, “Menilik ciri-cirinya, dia adalah petugas sandi Mataram. Apakah kita akan menguburkannya?”

Mendengar pertanyaan Glagah Putih, Ki Rangga segera menyingkap baju orang itu untuk melihat timang ikat pinggangnya. Dan apa yang diduga oleh Glagah Putih memang benar. Timang itu bagi orang kebanyakan memang tidak akan banyak berarti, namun bagi sesama petugas sandi atau prajurit Mataram, tanda yang berada di lempengan timang itu mengandung arti tersendiri.

“Seharusnya memang demikian,” jawab Ki Rangga kemudian sambil berpaling ke arah adik sepupunya itu, “Namun kita harus mencari tempat yang layak dan tidak begitu banyak menarik perhatian  orang.”

“Baik kakang,” sahut Glagah Putih kemudian sambil maju mendekat untuk mengangkat tubuh yang sudah tak bernyawa itu.

Namun sebelum Glagah Putih menyentuh tubuh itu, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara teriakan riuh rendah yang berasal dari arah regol padukuhan Klangon.

Serentak mereka berpaling. Tampak berpuluh-puluh orang  sedang berlari-larian dari arah regol padukuhan Klangon menuju ke tempat mereka berkerumun.


“Tangkap pembunuh..!” teriak beberapa orang dengan senjata yang teracu.

bersambung ke STSD jilid 2

86 komentar :

  1. wah.... kadingaren iso ndisiki.

    Hi hi hi .....
    matur suwun Panembahan.

    BalasHapus
  2. Matur nuwun mbah_man, ngancani Ki satpam moco rontal sore sore...Hehehe..

    BalasHapus
  3. Matur nuwun Mbaj Man, 31 Januari 2017 STSD jilid 1 tamat !

    BalasHapus
  4. matur nuwun mbah Man atas rontalnya

    BalasHapus
  5. Maturnuwun mbah Man...senengnya nemu hidangan saat santai menunggu magrib

    BalasHapus
  6. Matur nuwun mbah.
    Jilid 2 pasti tambah seru

    BalasHapus
  7. Kalo memang rontal kali ini dianggap sebagai penutup jilid 1 .... Mbah Man monggo rehat rumiyin....

    rontal pembuka jilid 2 diwedar tanggal 1 bln depan saja....

    sumonggo....

    BalasHapus
  8. Semoga kelanjutannya semakin seru
    Matur suwun mbah Man


    Salam ADB

    BalasHapus
  9. Matur nuwun sanget mbah man .... ternyata sore tadi ada wedaran .... mantaaap bisa buat temen ronda malem ini .....

    BalasHapus
  10. Matur-nuwun nuwun mBah-Man, atas rontalipun.

    BalasHapus
  11. Matur-nuwun nuwun mBah-Man,kulo tenggo rontal se lajengipun

    BalasHapus
  12. Wah ini perangkap, mungkin pembunuhnya akan memfitnah rombongan Ki Rangga.
    Matur nuwun Mbah_Man, sehat lan sejahtra slalu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mbah man cuti seminggu saja, boleh kan?
      matur suwun

      Hapus
    2. Monggo mBah dipun sekecaaken
      Rontale mang oasrahke dateng kulo, mangke dak posting ssi jadwal

      Matur suwun

      Hapus
    3. Lah... lha ngggih monggo Panembahan.
      Panembahan libur, canmen juga libur, "mengerjakan tugas di rumah" kata pak guru.

      untuk Om Aryo, Vouchernya bisa diambil di sengkaling.

      Hapus
    4. Monggo Mbsh Msndaraka .... Mbah Man kan pasti butuh istirahat jalan jalan tetirah hehehehe .... Monggo dipun sekecaaken kemawon Mbah ... canmen pasti setia tetep muter taman bacaan ...

      Hapus
    5. Monggo Mbah Man dipun sekecaaken semoga setelah Mbah Man istirohat...Ki Dandang Wesi bin Truna Podang bin Si Gembala tua bin Kiai Tanpa Aran bin Kiai Gringsing menchungul di STSD jilid 2...hehehe

      Matur suwun sanget Mbah Man untuk Jilid 1 STSD berakhir dengan sukses....semoga kesehatan selalu mengiringi Mbah Man dan Keluarga Amin...🙏🙏

      Hapus
  13. Monggo dipun sekecakaken.....

    BalasHapus
  14. tetep semangaaat ....sugeng sonten semua

    BalasHapus
  15. Meski sudah diberi tahu Panembahan libur seminggu, ya tetap saja ngintip.
    Hi hi hi....

    BalasHapus
  16. ah... canmen disini emang pada ngeyelan bin usil.... termasuk satpam-nya.... :-p

    BalasHapus
  17. Hadir, Jum'at Barakah ..... tetap semangat !

    BalasHapus
  18. Meskipun Mbah_Man sedang cuti, saya tetap hadir lho... untuk memperdalam ilmu kesabaran yg ga pernah tuntas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau ga pernah tuntas ilmunya berarti ga sabar dong nunggu Mbah Man cuti.....harus berguru dengan Ki Widiaxa yang dijuluki Ki Ageng Sabar....Ki Zaini

      Hapus
  19. ....betul sekali Ki ZY. .....ingak ...inguk padepokan terasa lebih nikmat...

    .....ingak inguk "hot news" cuma bikin gerah....

    ....#kangen Mbah_Man...hehehe....

    BalasHapus
  20. Selamat siang, silent reader mencoba muncul ke permukaan. Salam kenal can-men semua 😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat sore...selamat mecungul di permukaan padepokan....selamat bergabung bersama para ca-men padepokan, Ki IF.

      ....dikarenakan Ki Lurah Adiwa yang ditugasi piket sedang ikutan cuti...terpakso saya sedikit mencoba menjelaskan kepada Ki IF. : ....bahwa jangan terkejut nantinya...bahasa komunikasi di gandok ini menggunakan sedikitnya tujuh bahasa...termasuk bahasa isyarat..bahasa tubuh...bahasa pameling...dan beberapa bahasa langka lain-nya yang bahkan sampai saat ini mbah geogle - pun belum dapat memaknainya...

      ...hehehe....salam.

      Hapus
    2. Saya tidak cuti Ki Dik Har....karena sedang mencari senjata yang hilang...karena kehilangan senjata bagi seorang prajurit sama saja separuh nyawanya hilang...bukan begitu Ki Gembleh??

      Lho??..Ki Gembleh sedang apa meraba raba ditempat gelap....sedang mencari separuh nyawa yang hilang geram Ki Gembleh yang juga kehilangan senjata.....

      Oh tapi kalau di taman Ki Gembleh tidak dikenal yang tercantum ditaman Ki Dhanang Ksatro atau Ki Djarot Wicaksono.....sudah ketularan Kiai Gringsing disetiap daerah ganti nama....hehehehelm...helm

      Hapus
    3. Mecungul wayah bocah dolanan. Ki gembleh kok nggak nongol ya? Ganti nama apa lagi ya ki adiwa?

      Hapus
    4. Mungkin kalau menchungul pakai nama Ki Dandang Ireng Ki HRG...saat ini sedang semedi diam dalam seribu bahasa ....setelah selesai semedi mungkin komentarnya memakai bahasa kumpeni...."kowe orang apa orang orang sawah heh!!"...orang sedang semedi masih sadja digangoe...toenggoe toejoeh poernama lagi koe toenggoe di poencang kembar....

      Hapus
    5. Betoel ki adiwa, perloe ditoenggoe beberapa poernama lagi oentoek lihat ku mbleh mecoengoel kita orang sambil noenggoe wedaran mbah man yang lagi liboeran seminggoe

      Hapus
    6. Nunggu rontal rasanya kaya orang lg puasa nunggu waktu buka. ��

      Hapus
  21. Blenger kita disuguhkan "hot news" yg simpang-siur, mending ke tamannya Mbah_Man, iyo toh, Ki. DH?.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju sekali Ki....lebih sehat membaca resep ramuan jamu asli....ehh...masudnya ramuan cersil Nusantara asli...

      www.kangenmbahman.com....

      Hapus
    2. Setuju juga "Kangen mbah Man"

      Hapus
  22. Selamat berminggu siang poro camen..opo podo wis siap nrimo rontal...? Hehehe

    BalasHapus
  23. Seminggu = sampai minggu
    Sesuk brojolan rontal

    BalasHapus
  24. Setiap hari kumenanti, setiap minggu kumenunggu... Hadir di Taman Bacaan Mbah_Man melatih diri untuk menghadapi pilkada serentak. Semoga tetap aman terkendali dlm bingkai NKRI.

    BalasHapus
  25. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  26. Setiap hari kumenanti, setiap minggu kumenunggu... Hadir di Taman Bacaan Mbah_Man melatih diri untuk menghadapi pilkada serentak. Semoga tetap aman terkendali dlm bingkai NKRI.

    BalasHapus
  27. Setiap hari kumenanti, setiap minggu kumenunggu... Hadir di Taman Bacaan Mbah_Man melatih diri untuk menghadapi pilkada serentak. Semoga tetap aman terkendali dlm bingkai NKRI.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Raden Mas Aryo Surereng....menurut Ki Waskita yang ahli tafsir komentar itu adalah suatu cara menghindari kecewa kalau jargonnya kalah...pergi ketaman sangatlah tepat apalagi kalau kultum dari Kanjeng Sunan sempat ditampilkan dan ditambah STSD jilid 2 tampil dalam kejar tayang....Ki Bango Lamatan saja bisa insyaf padahal dia pernah ikut dalam gerakan makar....hehehe

      Hapus
  28. Ikutan ah......
    Setiap hari kumenanti, setiap minggu kumenunggu... Hadir di Taman Bacaan Mbah_Man melatih diri untuk menghadapi pilkada serentak. Semoga tetap aman terkendali dlm bingkai NKRI.

    BalasHapus
  29. Ikut juga....Setiap hari kumenanti, setiap minggu kumenunggu... Hadir di Taman Bacaan Mbah_Man melatih diri untuk menghadapi pilkada serentak. Semoga tetap aman terkendali dlm bingkai NKRI

    BalasHapus
  30. Ikut juga....Setiap hari kumenanti, setiap minggu kumenunggu... Hadir di Taman Bacaan Mbah_Man melatih diri untuk menghadapi pilkada serentak. Semoga tetap aman terkendali dlm bingkai NKRI

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah panitia sedikit bingung kira kira hadiah apa yang pantas diberikan pada komentar2 yang sama diatas....sebenar cukup tambah satu komentar saja sudah bisa dapat voucher....tapi yang keluar tujuh komentar....
      Silahkan pilih saja hadiahnya saya tidak bertanggung jawab kalau rontal turunnya ngegerojok semoga bingkai NKRI tetap kuat karena di lindungi oleh Ki Dandang Wesi urat kawat tulang baja dengan tameng Pancasila...MERDEKA!!!!....

      Hapus
  31. Lomba untuk dapat voucher payung. Hi hi hi....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ikutan ah.....hi hi hi...

      Hadiah payung dengan gambar tengkorak bajak laut... ..hehehe

      Hapus
  32. "Tangkap pembunuh..!" teriak beberapa orang dengan senjata teracu....

    "Tunggu..!"...jangan menuduh sembarangan, apakah ada saksinya??

    "Banyak saksinya...mau berapa orang!!"...ayo teman teman kita pergi ke taman untuk mendaftarkan jadi saksi..

    Lho..??? yang dibutuhkan saksi mata...bukan banyaknya cukup 1 atau 2 saja karena kalau 3 mungkin dapat voucher, apalagi jumlahnya banyak biaya buat hadiah voucher cukup besar lho??

    "Bukannya tambah banyak saksi tambah mantabbb"...dan voucher yang dikeluarkan akan seimbang hasilnya....bukan begitu Ki Gembleh??

    Bukan bukan seru Ki Gembleh....lebih baik kita tunggu saksi ahli Panembahan Mandaraka, beliaulah yang lebih tepat dan bijaksana, jangan dulu berprasangka....begitu....seru Ki Gembleh sambil makan jenang alot sambil ngupi....

    "Tapi seminggoe serasa sewindoe Ki..!! ah itukan penantian orang yang sedang menunggu pacar....bercerminlah pada Ki Widiaxa.....sabaaarr....geng enjing...sanak kadang dan salam kompak selalu....itu jadi lebih baik...seru Ki mbleh yang bijaksana......sreet...jilid 2 stsd akan tampil setelah pariwara berikut ini....eng..ing...eng....mungkin lho????😆





    BalasHapus
    Balasan
    1. Hati2 menjadi saksi...bisa ditersangka kan .... tgt bayarane

      Hapus
    2. Hehehe...sugeng enjing Raden Mas Aryo....tapi kalau "saksi bisu" tidak akan jadi tersangka dan tidak menuntut...contohnya saksi bisu monumen nasional...walau ada yang bersumpah akan digantung di monas,... tapi monas tidak pernah menagih janjinya, begitu juga banyak yang berdemo dimonas, Monas tetap diam seribu bahasa termasuk bahasa telik sandi.....hihihi

      Hapus
    3. Sekali-sekali terdengar petir bersambung di udara. Setiap kali suaranya menggelegar memenuhi lereng Gunung Lawu. Hujan diluar seakan-akan tercurah dari langit. Ayu Sekar Melati terbangun dari mimpinya. Setengah terkejut , masih terduduk menggigil diatas amben bambu, wajahnya menjadi kian pucat. Udara sangat dingin dan suasana sangat mencemaskan.
      Tetapi tiba-tiba Ayu Sekar Melati itu mengangkat wajahnya. Sesuatu telah menyentuh hatinya lewat telinganya. Suara seruling, syahdu, melantunkan tembang asmoro – wuyung.
      Mula-mula Ayu Sekar Melati ragu-ragu atas pendengarannya sendiri. Di dalam keadaan serupa ini, apakah ada seseorang yang sempat meniup serulingnya? Apalagi suara itu datang dari arah gerojogan sewu di tengah rimba tanah perdikan Matesih ini.
      ……kakang Raden Mas Harya Surengpati…?

      ...hehehe....sumber: edit bebas campur bawur...

      www.kangenmbahman.com

      Hapus
    4. Ohh... "Ayu Sekar Melati" alismu bak semut tiarap, matamu bulat seperti bola pingpong, hidungmu mancung bak seludang, bibirmu merah merona seperti cat mobil ferrari, pipimu yang lesung seperti sarang burung pipit, dan rabutmu terurai bagai jalan jalur sutera....oh..uh..

      Hapus
    5. Tunggu.... Ki Adiwa Swarna, saksi ahlinya sedang cuti. Mungkin shok pohon karetnya disadap orang.

      Hapus
    6. Tunggu.... Ki Adiwa Swarna, saksi ahlinya sedang cuti. Mungkin shok pohon karetnya disadap orang.

      Hapus
    7. Hehe...kurang satu Ki Zaini Yacub ...tambah satu lagi mungkin dapat hadiah bibit pohon karet yang belum bisa disadap....hehehe

      Hapus
  33. Geng injang... Senin Barokah...

    Tangkap...hujan rontal yang akan segera menyebar...tapi sabaaar dulu. Harak ngoten tho?.

    BalasHapus
  34. Sugeng enjang sedanten ..... hadir senin siang .. tetep semangat nunggu Mbah Man selesai liburan .....

    BalasHapus
  35. Seleret sinar yang sangat terang tiba tiba menyambar menembus lubang-lubang kecil dinding bilik Ayu Sekar Melati. Disusul bunyi ledakan dahsyat yang memekakan telinga. Ayu Sekar Melati terloncat berdiri……..karenanya .. .…Ia telah mendapatkan kesadaran diri sepenuhnya dari kondisinya semula yang setengah bermimpi…..
    Bunyi seruling itupun ti ba –tiba terdengar meninggi , berusaha mengatasi bunyi petir, bergelora, seolah sedang membangun benteng pertahanan untuk melindungi kekasihnya dari gangguan hati yang lain…..
    Ayu Sekar Melati tersipu sendiri….baru Ia menyadari…….bahwa sudah hampir dua warsa berjanan, ayahnya, Ki Gede Matesih, telah menitipkan dirinya berguru kawruh kasantikan dan kawruh olah kapradjan kepada sahabat ayahnya, Panembahan Donoloyo , di Pertapaan Wukir - Tawangmangu… ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ki Gembleh hanya bisa geleng geleng kepala melihat kelakuan dua remaja yang sedang kasmaran sehingga mimpi Ayu Sekar Melati sempat juga diganggu oleh ledakan petir dan anehnya kekasihnya mencoba melawan ledakan petir dengan bunyi serulingnya untuk membangun ketahan dari serangan petir, kenapa tidak ditangkap saja petir itu??, seperti Ki Ageng Sela ...ah tapi memang suara seruling lebih ampuh dan sudah menjadi trend saat itu kalau dua remaja sedang jatuh cinta serulinglah menjadi saksi bisu dan seolah olah suara seruling itu jadi makcomblang, dan grup dangdut tanpa seruling sama saja masak sayur lodeh tanpa garam...begitulah guman Ki Gembleh...sambil menarik selimutnya sampai menutupi kepala untuk membuat pertahanan dari ledakan petir agar kalau mimpi tidak terganggu....zzzz..$$$..€€€...£££...¥¥¥..(mimpi wong sugih)....hehehe....ngglayut

      Hapus
  36. Hadir, aku masih seperti yang dulu .... tetap semangat !

    BalasHapus
  37. Panembahan Mandaraka1 Februari 2017 12.43
    mbah man cuti seminggu saja, boleh kan?
    matur suwun

    ge ngeh,...nek seminggu kuwi 7 hari, berarti mBahe kondur tgl 8

    BalasHapus
    Balasan
    1. ...tgl.9 tindak tuwi kantor disik...tgl. 10 nutugake tapak asmo serat wigati sing tertunda...tgl. 11 nganti 14 minggu tenang.....tgl.16 lagi sempat nyerat rontal....

      ....pancene luwih becik "like" wae...manut tagline "Ki Gede Sabar".....

      ....hehehe.....

      Kita para CA-MEN tansah ndedonga, muga Gusti Allah SWT. tansah paring kanugrahan kasarasan,karahajon,kesabaran, dumateng Mbah_Man tuwin Kulawarga.

      Aamin YRA.


      www.kangenmbahman.com

      Hapus
  38. ...ngelanguuuttt....


    www.kangenmbahman.com

    BalasHapus
  39. Sabaaaaar..... ternyata sabar itu indah.

    BalasHapus
  40. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  41. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  42. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  43. wedaraaaan sebentaaar lagiii .... sebentar lagiii wedarannn ..... hehehe mudah2xan bener ,,,,

    BalasHapus
  44. Mbah... mbah... mbah Man... BaNGuN mbah...

    BalasHapus
  45. Geng injang.... sabaaaaarrrr selalu.

    BalasHapus
  46. Matur suwun wedaranipun mbah Man

    BalasHapus
  47. Rasanya penasaran setiap bag akhir dan ingin tahu kelanjutanya.

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.