Kamis, 26 Januari 2017

STSD 01_19

Ki Waskita mengangguk-anggukkan kepalanya diikuti oleh yang lainnya.

“Apakah angger mempunyai dugaan siapakah yang dimaksud dengan Raden Mas Harya Surengpati?” bertanya Ki Waskita kemudian setelah sejenak mereka terdiam, “Sewaktu masih di atas tanggul tadi, orang berjambang itu telah menyebut namanya.”

Ki Rangga menggeleng. Jawabnya kemudian, “Mungkin banyak orang yang mengaku masih kerabat dekat dengan Sekar Seda Lepen dan bergabung dengan kelompok itu. Namun aku  yakin bahwa mereka masing-masing  mempunyai pamrih pribadi yang lebih kuat dibanding dengan apa yang mereka sebut sebagai sebuah perjuangan itu.”

Kembali Ki Waskita mengangguk-anggukkan kepalanya dan diikuti oleh yang lainnya.

“Kita harus membuat hubungan terlebih dahulu dengan para petugas sandi sebelum memasuki Perdikan Matesih,” berkata Ki Rangga selanjutnya, “Kita tidak tahu apakah pengaruh kelompok orang-orang yang menyebut dirinya pengikut  Trah Sekar Seda Lepen itu telah merambah sampai ke Perdikan Matesih.”

“Kemungkinan itu ada ngger,”  sahut Ki Waskita, “ Tanah Perdikan Matesih letaknya tidak jauh di sebelah barat gunung Tidar. Tidak menutup kemungkinan ada sebagian penduduk terutama para pemudanya yang menjadi murid perguruan Sapta Dhahana.”

“Dan perguruan Sapta Dhahana menurut keterangan para petugas sandi telah menjalin hubungan dengan Trah Sekar Seda Lepen,” Ki Jayaraga yang berkuda di belakang Ki Rangga menyahut.

Ki Rangga menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian, “Menilik pengaruh para pengikut Trah Sekar Seda Lepen sudah sampai di padukuhan Salam dan sekitarnya, kuat dugaanku Perdikan Matesih pun tidak luput dari pengaruh itu.”

“Jadi bagaimana kakang?” Glagah Putih yang sedari tadi hanya diam saja tidak mampu lagi menahan hati, “Apakah kita akan tetap bermalam di Perdikan Matesih?”

“Seperti yang telah aku katakan tadi, kita membuat hubungan dengan para petugas sandi terlebih dahulu,” jawab Ki Rangga kemudian, “Petugas sandi yang terdekat berada di padukuhan Klangon.”

Glagah Putih mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar keterangan kakak sepupunya itu. Sementara yang lainnya pun  telah ikut mengangguk-angguk pula.

Demikianlah sejenak kemudian mereka segera memacu kuda masing-masing menyusuri bulak yang cukup panjang itu sebelum mencapai hutan kecil di pinggir padukuhan Ngadiluwih.

Dalam pada itu, orang berjambang dan kedua kawannya sedang  memacu kuda-kuda mereka keluar pintu gerbang padukuhan Ngadiluwih. Setelah melewati sebuah bulak pendek, mereka akan memasuki sebuah padukuhan kecil yang selama ini mereka pergunakan sebagai tempat tinggal sementara, padukuhan Salam.

Perjalanan itu hanya memerlukan waktu yang sangat pendek. Ketika pintu gerbang padukuhan yang sangat sederhana telah mereka lalui, orang berjambang beserta kedua kawannya itu segera mengambil jalur ke kanan menyusuri sebuah jalan setapak.

Tidak banyak yang memperhatikan jalan setapak itu. Sebuah jalan setapak yang menembus pategalan yang sangat luas. Di kanan kiri jalan setapak itu tumbuh beberapa jenis pepohonan yang berkayu keras. Beberapa gerombol pohon pisang juga tampak tumbuh di beberapa tempat di sepanjang jalur jalan setapak itu.

 “Ki Lurah pasti akan terkejut melihat hasil kerja kita hari ini,” berkata orang berjambang itu kepada kedua kawannya yang berkuda di belakangnya, “Matahari baru mendekati puncaknya, namun kita sudah pulang dengan membawa hasil yang sedemikian banyaknya.”

Kedua kawannya tidak menyahut dan hanya mengangguk-anggukkan kepala mereka. Tanpa sadar salah seorang telah mendongakkan wajahnya ke langit. Di sela-sela rimbunnya dedaunan, tampak Matahari memang belum sampai pada puncaknya.

Untuk beberapa saat mereka masih menyusuri jalan setapak di pinggir pategalan yang tidak terurus itu. Kelihatannya pemilik pategalan itu sudah lama tidak menengoknya dan dibiarkan saja semak belukar tumbuh subur di pategalan itu. Namun ketiga orang itu sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap keadaan di sekeliling mereka.  Masing-masing sedang berangan-angan untuk mendapatkan  hadiah dari pemimpin mereka serta di masa mendatang akan lebih dipercaya untuk melaksanakan tugas yang lebih besar.

Semakin lama jalan setapak yang mereka lalui semakin sempit sehingga mereka harus berkuda berurutan. Setelah melewati sebuah pohon randu yang batangnya sebesar hampir dua pelukan orang dewasa, mereka pun kemudian berbelok ke kiri dan melalui jalan setapak yang mulai menurun.

“Kita hampir sampai,” berkata orang berjambang itu sambil berpaling sekilas ke belakang, “Aku tidak bisa membayangkan wajah Ki Lurah yang akan terheran-heran melihat hasil kerja kita hari ini.”

Kawannya yang bertubuh pendek dan berkuda tepat di belakangnya tersenyum mendengar angan-angan orang berjambang itu. Tanpa sadar tubuhnya agak membungkuk ke depan sambil tangan kirinya meraba kantong besar yang tersangkut di pelana kudanya.

Namun alangkah terkejutnya orang yang bertubuh pendek itu. Jantungnya bagaikan berhenti berdetak dengan tiba-tiba. Tangan kirinya yang meraba kantong itu tidak menemukan sesuatu apapun. Dicobanya sekali lagi untuk meremas-remas kantong itu, namun hasilnya tetap sama. Kantong itu sama sekali kosong dan tidak ada isinya.

“Kakang..!” terdengar suaranya gemetar memanggil orang berjambang di depannya.

Orang berjambang itu mengerutkan keningnya sambil menoleh. Tanyanya kemudian, “Ada apa?”


“Kantong itu..” orang bertubuh pendek itu tidak mampu menyelesaikan kata-katanya. Dadanya rasa-rasanya telah pepat seolah tertimbun bebatuan yang longsor dari puncak bukit.

39 komentar :

  1. Apa yg akan para begundal perampok itu saat barang bawaan hasil rampokan mereka tak ada secuil barang pun .....
    Ksuwun Mbah Man

    BalasHapus
  2. Apa yg akan para begundal perampok itu saat barang bawaan hasil rampokan mereka tak ada secuil barang pun .....
    Ksuwun Mbah Man

    BalasHapus
  3. ki waskita emang usil...hahaha

    BalasHapus
  4. Matur suwun mBah
    Nunggu doubelan maneh

    BalasHapus
  5. Matur nuwun sanget Mbah Man wedaranipun ..... menunggu lanjutannya ....

    BalasHapus
  6. Makanya jangan berangan2 dulu. Itulah hasilnya.

    BalasHapus
  7. Makanya jangan berangan2 dulu. Itulah hasilnya.

    BalasHapus
  8. Belum kenal mereka siapa Ki waskita. Tertipu kan? Untung saja ilmu itu tdk ada pewarisnya, kalau ada....
    Matur nuwun Mbah_Man.

    BalasHapus
  9. Wah, ada bonus, maturnuwun . . . .

    BalasHapus
  10. wuah politik e elok tenan, sanepane "sapa main politik bakal mangan pepesan kosong"

    BalasHapus
  11. Matur nuwun Mbah_man, jian mantep ki waskito sulap'e....hehe
    Wonten malih mbah rontalipun...? Hehe(maunya...)

    BalasHapus
  12. Matur-nuwun mBah-Man, sugeng sonten.

    BalasHapus
  13. Matur nuwun sanget wedaranipun Mbah Man. Mugi2 MBah Man tansah kaparingan kasarasan lan kabagyan sareng kulawarga. Aamiin

    BalasHapus
  14. Matur nuwun sanget wedaranipun Mbah Man. Mugi2 MBah Man tansah kaparingan kasarasan lan kabagyan sareng kulawarga. Aamiin

    BalasHapus
  15. Hadir, Jum'at Barakah ..... tetap semangat !

    BalasHapus
  16. Jemuah Barokah ... sehat semangat .... sabaaar yang pasti ... semoga sehabis Bholat Jumat ada wedaran yang datang ... Aamiin YRA

    BalasHapus
  17. Ki DP terlalu bersemangat, sholat diketik menjadi Bholat.
    Tdk apa-apa, tetap semangat dlm penantian!
    Saya ikut hadir di belakang sampean Ki.

    BalasHapus
  18. sabaaaaarrrr.. hhh.sampai minggu depan.

    BalasHapus
  19. Matur nuwun mbah. Telat dikit mbacanya

    BalasHapus
  20. Hai Mbah Man .... gong xie fat chai...
    sugeng enjing...

    BalasHapus
  21. Sugeng enjang mbah man dan can men sekalian .... selamat libur ....

    BalasHapus
  22. Ayam emas.... Imlek... Tahun barune cino. Di hari libur ini, semoga Mbah_Man berkenan menurunkan rontal, ya....
    Selamat berhari libur 'tuk poro canmen.

    BalasHapus
  23. Tahun ayam....banyak kegaduhan..esuk2 do ribut....rebutan pangan

    BalasHapus
  24. Angger malem minggu mesthi nglangut

    BalasHapus
  25. Mbah Man liburan juga sepertinya.... wedaran sebentar lagi ... sabaaaar ,,,, mudah2xan mbah man sehat ....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbelink tenan...dikandani wedarane senin seloso kemis....

      Hapus
    2. ....pancene Mbah_Man wis terlatih momong cantrik sing podo mbuuueeelink - mbuueelink...

      ....wis ben - na bae....hehehe.....

      Hapus
    3. hehehehehehe leres Ki .... mbelink tenan ... nggogrok wedaran terusss hehehehehe

      Hapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.