Kamis, 19 Januari 2017

STSD 01_13

“Nah, aku akan memulai sebuah cerita yang cukup menarik,” berkata Ki Patih selanjutnya sambil mengayunkan langkahnya perlahan-lahan, “Cerita ini bermula saat Kanjeng Sunan menyerahkan Ki Bango Lamatan sebagai pengawal pribadi Pangeran Pati,” Ki Patih berhenti sejenak. Dihirupnya udara dini hari yang sejuk untuk memenuhi rongga dadanya. Lanjutnya kemudian, “Selain Ki Bango lamatan, ternyata Kanjeng Sunan juga menyarankan seseorang yang menyebut dirinya Ki Tanpa Aran untuk menjadi penasehat dan sekaligus pembimbing Pangeran Pati dalam hal kawruh lahir maupun batin yang berhubungan dengan kehidupan bebrayan.”

Kedua orang itu tampak mengangguk-anggukkan kepala mereka. Ki Rangga lah yang kemudian bertanya, “Ampun Ki Patih, siapakah sebenarnya orang yang menyebut dirinya Ki Tanpa Aran itu?”

“Itulah yang aku sendiri juga belum mengetahuinya,” jawab Ki Patih, “Sejauh yang aku ketahui, menurut keterangan Pangeran Pati, dia adalah murid dan juga sekaligus sahabat Kanjeng Sunan.”

Mendengar jawaban Ki Patih, Ki Rangga hanya dapat menarik nafas panjang dengan wajah kecewa. Keterangan itu juga yang dia dapatkan dari Pangeran Pati, tidak lebih dan tidak kurang.

“Ampun Ki Patih,” sekarang giliran Ki Waskita yang mengajukan pertanyaan, “Apakah Ki Patih pernah bertemu muka dengan Ki Tanpa Aran itu?”

Ki Patih menggeleng. Jawabnya kemudian, “Dia selalu menghindar untuk bertemu muka denganku. Pernah suatu saat aku perintahkan Pangeran Pati menghadap dengan membawa serta Ki Tanpa Aran itu. Namun selalu saja ada alasan darinya untuk menghindari pertemuan denganku.”

Hampir bersamaan Ki Waskita dan Ki Rangga mengangguk-anggukkan kepala. Bertanya Ki Rangga kemudian, “Ampun Ki Patih. Apakah Ki Patih mempunyai sebuah dugaan tentang diri orang yang bernama Ki Tanpa Aran itu?”

Ki Patih menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan Ki Rangga. Dipandanginya langit yang terlihat bersih tanpa awan selembar pun. Berjuta bintang tampak berkerlap-kerlip menghiasi langit.

“Aku hanya menduga-duga saja,” akhirnya Ki Patih menjawab pertanyaan Ki Rangga, “Namun dugaanku ini belum berdasar. Maka untuk itulah aku mencoba memancingnya dengan isyarat khusus ini,” Ki Patih berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Aku masih ingat pada saat terjadi pertentangan Pajang dengan Jipang. Telah muncul orang yang mengaku bernama Kiai Pager Wesi dari goa susuhing angin di sebelah utara gunung Merbabu yang berpihak kepada Kadipaten Jipang dan mengancam akan membunuh Adipati Pajang. Perguruan-perguruan yang mendukung Pajang pun telah bersiap untuk menghadapinya. Kita telah sepakat menggunakan sebuah isyarat khusus dalam menyusun kekuatan. Bukankah Ki Waskita juga mengenal isyarat khusus ini walaupun agak sedikit berbeda?”

KI Waskita tersenyum sambil mengangguk-angguk mendengar pertanyaan Ki Patih. jawabnya kemudian, “Sendika Ki Patih. Memang pada saat itu perguruan-perguruan yang mendukung Pajang telah bersepakat untuk menghadapi bersama jika para penghuni Goa susuhing angin di sebelah utara gunung Merbabu itu akan melaksanakan ancamannya,” Ki Waskita berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Dan ternyata Raden Pamungkas dari perguruan Windujati lah yang terlebih dahulu bertindak sehingga Kiai Pager Wesi dan para pengikutnya menarik diri dari perselisihan itu.”

Ki Rangga yang mendengar perguruan Windujati disebut telah berpaling ke arah Ki Waskita. Sengaja Ki Waskita menggunakan nama Raden Pamungkas agar muridnya itu tidak mengetahui bahwa Kiai Gringsing lah yang dimaksud oleh Ki Waskita.

Ki Patih tersenyum mendengar Ki Waskita menyebut nama Raden Pamungkas. Tanpa sadar Ki Patih berpaling ke arah Ki Rangga yang hanya dapat mengerutkan keningnya dalam-dalam.

“Aku menduga Ki Tanpa Aran ini adalah tokoh sakti di masa lalu,” lanjut Ki Patih kemudian, “Entah dia berasal dari masa Demak lama atau pada saat Pajang mengalami benturan dengan Jipang. Semoga saja kehadirannya di masa kini akan memberikan manfaat kepada Mataram di masa mendatang.”

Kembali Ki Waskita dan Ki Rangga mengangguk-anggukkan kepala mereka. Bagi Ki Rangga cerita masa lalu itu hanya diketahuinya sepotong-sepotong, tidak utuh dan runut. Pengetahuannya tentang jati diri gurunya pun sangat terbatas. Sesuai dengan kitab peninggalan gurunya, bahwa ilmu yang mereka warisi adalah bersumber pada sebuah perguruan yang pernah mempunyai nama besar di akhir masa pemerintahan kerajaan Majapahit, perguruan Windujati.

Untuk sejenak suasana menjadi sunyi. Hanya terdengar langkah-langkah ketiga orang itu menapaki jalan tanah berbatu-batu. Tanpa terasa langkah mereka telah mendekati gerbang kota. Beberapa oncor yang dipasang di kanan kiri gerbang sinarnya tampak  menerangi jalan masuk yang dijaga ketat oleh beberapa prajurit.

Agaknya para prajurit jaga itu telah melihat ketiga orang yang berjalan perlahan-lahan menuju ke arah pintu gerbang. Serentak beberapa prajurit segera berloncatan menghadang jalan.

Namun alangkah terkejutnya para prajurit itu begitu mengenali salah satu dari ketiga orang yang sedang berjalan menuju ke pintu gerbang itu adalah ki Patih Mandaraka.

“Segera laporkan kepada Ki Lurah Adiwaswa,” bisik salah seorang prajurit itu kepada kawannya.

Tanpa diperintah dua kali, prajurit itu pun segera meloncat dan berlari ke arah gardu penjagaan yang berada di sisi dalam gerbang.

“Ada apa?” bertanya Ki Lurah Adiwaswa yang sedang duduk di dalam gardu sambil menikmati jenang alot dan wedang sere hangat.

“Ki Lurah,” berkata prajurit itu dengan nafas setengah memburu, “Ki Patih Mandaraka!”

“He?!” bagaikan tersengat kalajengking sebesar ibu jari kaki, Ki Lurah terloncat dari tempat duduknya sambil membentak, “Jangan main-main. Mana ada Ki Patih dini hari begini datang ke gerbang kota?”

“Mereka bertiga,” jawab prajurit itu sambil menunjuk ke arah jalan yang membujur di luar gerbang.

Malam memang masih cukup gelap walaupun sudah mendekati fajar. Namun pandangan tajam Ki Lurah Adiwaswa segera melihat  bayangan tiga orang yang berjalan dengan perlahan menuju gerbang kota.

“Dari mana Ki Patih sepagi ini?” gumam Ki Lurah sambil bergegas mengayunkan langkahnya.

Setibanya di depan gerbang, ki Lurah segera memimpin para prajurit jaga untuk berbaris menyambut kehadiran Ki Patih.

Ki Patih yang melihat kesiap-siagaan para prajurit penjaga gerbang kota tersenyum. Begitu mereka bertiga tinggal tiga langkah saja dari pintu gerbang, Ki Lurah pun segera memberi aba-aba penghormatan.

“Terima kasih,” jawab Ki Patih sambi tersenyum. Sementara Ki Rangga yang mengenal Ki Lurah Adiwaswa telah mengerutkan keningnya.

“Ki Lurah bertugas di sini?” bertanya Ki Rangga.

“Ya Ki Rangga,”  jawab Ki Lurah, “Sepulang dari Lemah Cengkar, aku dipindah-tugaskan untuk menjaga keamanan kota Raja.”

Ki Rangga mengangguk-anggukkan kepalanya. Sedangkan Ki Patih yang tidak begitu mengenal Ki Lurah justru telah bertanya, “Di mana Ki Lurah tinggal?”

“Ampun Ki Patih, hamba masih tinggal di barak prajurit,” jawab Ki Lurah sambil membungkuk hormat.

“He?” hampir bersamaan ketiga orang itu berseru heran.

“Berapa umur Ki Lurah?” Ki Patih bertanya kemudian.

Untuk sejenak lidah ki Lurah bagaikan kelu. Namun pertanyaan Ki Patih itu pun akhirnya dijawab, “Hampir tiga puluh, Ki Patih.”

Ki Patih tertawa pendek. Katanya kemudian, “Sudah lebih dari cukup untuk membangun sebuah keluarga,” Ki Patih berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Apakah Ki Lurah belum mempunyai calon.”

Mendapat pertanyaan seperti itu Ki Lurah hanya dapat menundukkan kepalanya. Sementara para prajurit yang berada di pintu gerbang itu tampak dengan sekuat tenaga berusaha untuk menahan senyum mereka.

Ki Patih agaknya menyadari hal itu. Maka katanya kemudian sambil menepuk pundak ki Lurah, “Bersabarlah dan berdoalah. Semoga Yang Maha Agung segera memberikan jodoh Ki Lurah seorang perempuan yang cantik dan setia.”

“Dari keluarga yang terpandang dan kaya raya,” tambah Ki Rangga sambil tersenyum.

“Anak tunggal yang tidak punya saudara,” Ki Waskita yang sedari tadi diam saja telah ikut bicara.

“Yang kedua orang tuanya sudah tua renta, sehingga warisan segera jatuh ke tangannya,” Ki Patih menambahkan.


Seketika  meledaklah tawa di tempat itu.

39 komentar :

  1. Matur suwun Mbah_man, makin penasaran dgn ki tanpa aran...

    BalasHapus
  2. Matur nuwun wedarannya Mbah_Man...

    BalasHapus
  3. Matur-nuwun mBah-Man, atas Wedaranipun.Sehat slalu,Aamiin.

    BalasHapus
  4. Matur nuwun Ki Haji Panembahan Mandaraka .....

    BalasHapus
  5. Matur nuwun sanget mbah man .... mau pulang mampir dulu Taman Bacaan ... sudah ada sambungan cerita ... mantaaap mbah man ...

    BalasHapus
  6. Ki Lurah Adiwaswa diam seribu bahasa sambil menundukkan mukanya.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe....diam seribu bahasa termasuk bahasa isyarat, dengan gaya barbagai macam suku bangsa,sambil menundukan muka tapi kepalanya tetap tegak....karena mukanya hanya topeng dan bisa dicantoli di tiang sebagai hiasan....hihihi

      Hapus
  7. Anjani wae dadekke putri triman nggo ki adiswa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah setuju mas Aryo menunggu putri triman lanjutan dari Ki RAS, semoga Ki RAS dan Nyi Sekar Mirah selalu cekcok keluarganya dengan kehadiran Rara Anjani...hehehe

      Sudah bisa balik dengan cinta pertamanya malah mlirik yang lain, coba kurang apa Nyi Pandan Wangi...

      1. cantik setia sabar walaupun sudah janda,
      2. Dari keluarga terpandang dan kaya raya
      3. Anak tunggal tidak bersaudara
      4. Bapaknya tua renta tapi kaya karena pemilik Tanah Perdikan Manoreh, dan bersahabat dengan KTA bukan masalah hutang tapi membimbing Karwuh lahir dan bathin.....bukan begitu Ki Gembleh......hehehe

      Hapus
  8. Matur nuwun sanget Mbah Man ....untuk episode 12 - 13 ๐Ÿ™๐Ÿ™

    Matur nuwun Ki Rangga,Ki Waskita, Ki Patih atas doanya dan guyonanne.....hehehe

    Dapat istri cantik,dari keluarga terpandang dan kaya rasa,anak tunggal, camernya sudah tua renta dan berteman akrab dengan KTA, dan berpesan ....calon mantu tolong rawatlah anakku dan KTA sampai tuntas itu warisanmu..nggih bapake saya akan rawat dengan baik dan semoga saya bisa belajar banyak dengan KTA...bagus..bugus..itu baru canlon mantu karena semua yang kumiliki ini berkat KTA...kau pasti kenal dengan KTA itu....oh kenal sekali bapake...Kiai Tanpa Aran kan? ....bukan itu tauuu!!! ...Tapi Kredit Tanpa Angunan...nah itulah warisan yang akan kuberikan padamu....jadi...jadi...warisannya hutang....sreet mblayuuuu...

    Ah mendingan cari istri yang biasa biasa saja tapi cantik, tidak usah kaya raya tapi cukup makmur, tidak anak tunggal juga tidak apa asal adik kakaknya tidak ngerusui, bapaknya tua renta juga tidak apa apa asal pensiunan Jendral dan banyak colleganya....hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Opo maneh ki KTA Perjuangan : Kredit Tanpa Angsuran

      Hapus
    2. Hehehe.....Kredit Tanpa Angsuran syarat syaratnya dapat makan 2 kali tidurnya dibalik jeruji besi...dan harus mau kerja rodi....๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†

      Hapus
  9. Semangaaaat ki Adiwaswa ..... tak kancani kalau mau ketemu ki tanpa agunan itu ... wkwkwkwkwk lg butuhhhhh ....

    BalasHapus
  10. Hadir, Jum'at Barakah ..... tetap semangat !

    BalasHapus
  11. Wah jebul ki adiwa masih bujangan. Pasti doa ki patih, ki rangga dan ki waskita dikabulkan buat ki adiwa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ...Alhamdulillah....

      Beberapa celotehan usulan ternyata telah mendapatkan perhatian dari Mbah_Man ( mohon maaf...GR mbah...)

      1. RAS segera diberi tiga bitang emas...
      2. Anjani mendapat KTP Mataram....walaupun ada pemuda yang terpaksa merana-merene ....
      3. Ki Lurah yang telah "me-mantankan - diri" winisudo malih.....
      4. ....masih ugungan satu lagi mbah....mecungulnya Trah Bre Pandan Alas.....(...bukankah masih keturunan Madjapahit ?...)

      Jadi akan tambah regeng dan gayeng...Trah Sutowijoyo ....Trah Seda Lepen.....Trah Pandan Alas....Trah Sadewa....Trah Manoreh....Trah Sangkal Putung .....

      .....ngapuntene Mbah_Man....matur sanget nuwun...salam hormat.

      Hapus
    2. Hehehe....itulah Ki HRG berkat ilmu Tolak Keriput alias ilmu awet muda yang dipelajari dari Ki Lurah Wira Sembada yang sebenarnya di berikan ke Ki RAS, karena Ki RAS tidak mau meminum ramuan Ilmu Tolak Keriput, ya dari pada mubajir maka ilmu itu dimanfaatkan oleh Ki Lurah ingak inguk sehingga Mbah Man sedikit meleset untuk memperkirakan umur Ki Lurah yang masih kelihatan ganteng dan sempat menerima lirikan Anjani....hehehe

      Hapus
    3. Nggih Ki Dik Har....lah wong sudah pensiun malah njebul malih dengan status mesih enom...hehehe

      Mbah Man dalam penutupan episode 13 tidak meninggal misteri lagi.....karena mereka bertiga tertawa terbahak bahak....mungkin episode ke 14 perlu waktu lama karena Ki Patih dan Ki Waskita sedang sakit perut akibat banyak tertawa....hehehe

      Hapus
    4. ....masih ada misteri buesaaar yang terselip Ki....kapan resepsinya???.....apakah semua camen akan mendapat undangan???.....

      ....hehehe.....ndelik sik ah.....

      geng enjang....

      Hapus
    5. Sugeng enjang ki adiwa, ki dik har, ki dp, ki jokowo dan semua cantrik semoga ada wedaran hari ini

      Hapus
    6. Sugeng dalu Ki Hrg., tuwin sedoyo CAMEN.

      Semoga kita semuanya senantiasa mendapatkan Rahmat dan Hidayah Allah SWT. Aamin.

      Hapus
  12. Alhamdulillah bisa hadir hari ini. Barokalloh pada para hadirin. Maturnuwun Mbah_Man atas kucuran rontal" sampean, sehat selalu ya Mbah_Man.

    BalasHapus
  13. Panase pol..,dalam rumah 35, klo di pantai bisa 40 lebih...

    BalasHapus
  14. minggu malem mampir taman bacaan nunggu wedaran .... semoga mbah man sehat sehat saja ...

    BalasHapus
  15. Jadwal wedaran : pakem terakhir
    Senin, Selasa, Kamis

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mohon maaf jadwal wedaran agak berubah dikarenakan Ki Patih dan Ki Waskita masih kurang sehat, mungkin episode selanjutnya agak melongkap dengan hadirnya tokoh misterius yang menamakan KTA terungkap, dan mungkin canmen yang penasaran akan hilang dan sedikit gembira dan tidak usah tertawa tapi berserulah..."Wooow" ternyata KTA itu adalah KTM (Ki Tanu Metir)....bukan begitu Ki Gembleh....begitulah tapi lebih dikenalnya Kiai Gringsing...mungkin lho??...seru Ki Gembleh.....hehehe

      Ngapunten Mbah Man...๐Ÿ™๐Ÿ™

      Nuwun sewu Ki Gembleh sudah hatamkah baca ADBM Ki SHM,
      Kulo masih meliput di lereng merapi untuk memantau pembebasan Sekar Mirah di padepokan Tambak Wedi dan sedang mewancarai Kiai Gringsing dengan cara apa yang akan ditempuh untuk menyelamatkan Sekar Mirah demikian liputan dari lereng merapi....hehehe

      Hapus
  16. matur nuwun mbah-man, kalih nenggo sak lajengipun

    BalasHapus
  17. Sangat senang sekali, sebagai anak jawa lali dusune, sy sangat terhibur dengan ADBM, dikenalkan oleh alm bapak saat sy masih SD, eehhh jadi senang dengan Agung Sedayu n geng dilanjut mbah Man dan ikut ndeprok saja

    BalasHapus
  18. Masukkan komentar Anda...mbah man minta kiriman stds jili 14 halaman 2,3 matur sembah nuwun mbah man

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.