Rabu, 04 Januari 2017

STSD 01_05

“Apakah sekarang aku harus menyembah kepadanya?” di sudut hatinya yang paling dalam bertanya.

“Tentu saja engkau harus menyembah Ki Rangga,” sudut hatinya yang lain menjawab, “Anjani yang sekarang bukan Anjani yang dulu, perempuan kleyang kabur kanginan yang tidak mempunyai masa depan yang jelas. Sekarang dengan gelar Rara dan menjadi selir Pangeran Pati, semua orang harus menghormatinya, tidak terkecuali engkau.”

“Ah,” Ki Rangga berdesah. Baginya lebih baik menghadapi seribu musuh dengan ilmu yang ngedab-edabi sekalipun dari pada menghadapi satu orang saja, orang yang selama ini dia merasa bersalah karena belum dapat memenuhi janjinya.

“Dengan berkenannya Pangeran Pati mengambil Anjani sebagai selir, janjiku kepada Anjani sudah tidak berlaku lagi,” berkata Ki Rangga dalam hati sambil sekali lagi menarik nafas dalam-dalam, “Namun entah mengapa, aku merasa malu bahwa pada akhirnya Anjani telah sinengkakae ing ngaluhur dan tinggal di Ndalem Kapangeranan, sama sekali jauh dengan apa yang pernah aku janjikan, tinggal di Menoreh.”

Ketika Ki Rangga sedang asyik dengan lamunannya, tiba-tiba saja pintu yang menghubungkan ruang dalam dengan ruang tengah terbuka. Pangeran Pati telah muncul sambil tersenyum dan melangkah memasuki ruang dalam.

“Apakah Ki Rangga telah menungguku terlalu lama?” bertanya Pangeran Pati itu sambil melangkah mendekat dan mengulurkan tangannya.

Dengan cepat Ki Rangga segera bangkit berdiri sambil menyambut uluran tangan Pangeran Pati itu. Jawab Ki Rangga kemudian, “O, tidak Pangeran. Hamba baru saja duduk beberapa saat ketika Pangeran telah datang.”

Pangeran Pati  tersenyum sambil mempersilahkan Ki Rangga duduk kembali.  Pangeran Pati pun kemudian mengambil tempat duduk di hadapan Ki Rangga.

Setelah sejenak menanyakan keselamatan masing-masing, Pangeran Pati pun segera mengungkapkan tujuan yang sebenarnya untuk memanggil Ki Rangga menghadap.

“Aku telah menitipkan Ki Bango Lamatan kepada Eyang Buyut Mandaraka untuk menyertakan dia dalam tugas bersama Ki Rangga,” Pangeran Pati itu berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Memang Ki Bango Lamatan telah mendapat gemblengan di pertapaan Mintaraga beberapa saat yang lalu. Kehadirannya di sini atas perintah dan jaminan dari Kanjeng Sunan dan aku tidak mungkin menolaknya. Untuk itulah tugas ke gunung Tidar ini aku anggap sebagai pendadaran baginya sebelum suwitanya di Ndalem Kapangeranan ini benar-benar aku terima.”

Ki Rangga mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan Pangeran Pati. Terjawab sudah pertanyaan yang selama ini menghantui pikirannya. Pada saat mereka berempat menghadap Ki Patih di ruang dalam Kepatihan beberapa saat yang lalu, Ki Rangga telah dikejutkan dengan kehadiran Ki Bango Lamatan di ruangan itu.

Namun Ki Rangga tidak berani mempermasalahkannya. Dengan hadirnya Ki Bango Lamatan pada saat itu, Ki Rangga sudah dapat menduga, tentu semua itu sudah menjadi tanggung jawab Ki Patih Mandaraka.

“Bagaimana Ki Rangga? Apakah Ki Rangga berkeberatan?” pertanyaan Pangeran Pati telah membuyarkan lamunannya.

Dengan cepat Ki Rangga menghaturkan sembah sambil menjawab, “Justru hamba menghaturkan banyak terima kasih atas perkenan Pangeran Pati memperbantukan Ki Bango Lamatan. Tugas kami ke gunung Tidar benar-benar cukup berat dan semoga kehadiran Ki Bango Lamatan akan memberikan bantuan tenaga yang sangat berarti.”

Pangeran Pati mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum. Namun pertanyaan selanjutnya dari Putra Mahkota itu hampir saja membuat jantung Ki Rangga terlepas dari tangkainya.

“Ki Rangga,” berkata Pangeran Pati kemudian , “Aku ingin bertanya sesuatu sehubungan dengan Rara Anjani.”

Berdesir jantung Ki Rangga bagaikan tersentuh ujung duri kemarung. Namun dengan cepat Ki Rangga segera menyesuaikan dirinya. Katanya kemudian, “Ampun Pangeran, masalah apakah yang ingin  Pangeran sampaikan sehubungan dengan diri Rara Anjani?”

Sejenak Pangeran Pati termenung. Namun sebelum Pangeran Pati menjawab pertanyaan Ki Rangga, tiba-tiba saja pintu yang menghubungkan ruang dalam dengan ruang tengah berderit dan terbuka.

Ketika Ki Rangga kemudian berpaling, yang muncul dari pintu ruang tengah itu adalah sesosok tubuh yang langsing terbalut seperangkat pakaian mewah dan gemerlap, Rara Anjani.

Tertegun Ki Rangga melihat seorang perempuan yang kecantikannya nyaris sempurna. Dalam pakaian yang paling sederhana pun Rara Anjani sudah terlihat begitu menawan. Apalagi kini dengan pakaian yang gemerlap penuh berhiaskan permata, Rara Anjani benar-benar menjelma menjadi seorang Putri Raja yang kecantikannya hanya ada dalam tulisan babat dan dongeng-dongeng.

Ki Rangga benar-benar terpesona seolah-olah baru kali ini dia bertemu Rara Anjani. Segala gerak-geriknya tidak luput dari pengamatan Senapati pasukan khusus yang berkedudukan di Menoreh itu. Langkahnya yang kemudian dengan hati-hati berlutut bertumpu pada kedua lututnya di atas lantai. Dengan cekatan namun tetap terkesan  gemulai, diturunkannya dua mangkuk minuman hangat dan beberapa makanan dari atas nampan kayu dan kemudian dihidangkan di hadapan mereka berdua. Sejenak kemudian Rara Anjani pun surut selangkah, berdiri perlahan-lahan sambil membalikkan badan dan akhirnya hilang kembali di balik pintu.


Ketika bayangan Rara Anjani telah hilang di balik pintu yang tertutup rapat, barulah Ki Rangga Agung Sedayu bagaikan tersadar dari sebuah mimpi yang mengasyikkan.

40 komentar :

  1. MAtur nuwun sanget wedaranipun Mbah Man .... Alhamdulillah ... ada wedaran berarti Mbah Man sehat wal afiat .....

    Tetap bikin deg deg plassss .....

    BalasHapus
  2. Anjani, padahal cuma selir, terus garwa padmi nya seperti apa ya . . . ?

    BalasHapus
  3. Seeŕrrr.....jantung ini terasa copot dari tangkainya kenapa pula justru Rara Anjani yang berpakaian lengkap yang menyajikan minuman.....

    Matur nuwun sanget Mbah Man.....

    BalasHapus
  4. matur nuwun mbah, ceritanya tambah seru saja

    BalasHapus
  5. Matur-nuwun mBah-Man, atas wedaranipun.Sehat selalu.

    BalasHapus
  6. Matur suwun Mbah_Man
    Tambah penasaran aja.
    Nambah mghih Mbah

    BalasHapus
  7. Matur nuwun mbah wedarannya, ditunggu dari pagi bolak balik nengokin tenyata sore baru nongol.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf Ki HRG Mbah Man lupa naruh laptopnya...ini baru ketemu..maaf ya......hehehe

      Hapus
    2. ....dan yang sangat disesali beliau...lupa mengajak klub Ki...... untuk ikut menengok ke rs. Kendalisada...hehehe....

      Hapus
    3. Iya ternyata Ki Bango Lamatan yang diajak membesuk....hehe

      Hapus
  8. Wilujeng dalu.
    Nganglang antar padepokan, mampir disini.
    Hi hi hi ..., gak ada yang kelihatan disini.
    Apa sudah belajar Aji Panglemunan Bango Lamatan ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. wkwkwkwk sdg ajar aji ugat uget mas satpam jd susah kelihatan atau kelihatannya susah atau susah kok kelihatan ....

      Hapus
    2. Aji panglimunan Ki Bango Lamatan masih kalah sempurna dengan aji menghilang ditikungan jalan...yang tak akan tampak lagi kecuali balik lagi karena ada yang ketinggalan....hehehe

      Sedang bergadang malam ini dan sudah dapat izin dari Bang Rhoma....

      Hapus
    3. Anjani ki sakjane kalah ayu ro pandan wangi...mung deweke nduwe ilmu gendam 1000 bunga

      Hapus
    4. Anjani ki sakjane kalah ayu ro pandan wangi...mung deweke nduwe ilmu gendam 1000 bunga

      Hapus
    5. Kalau om Aryo, punya aji menggandaka komen.
      hi hi hi .....

      Hapus
    6. hihihi menggandakan rontal lebih bagus mungkin ya mas satpam ....

      Hapus
    7. Weh ternyata banyak bergadang tadi malam......

      Komentar mas aryo memang selalu double karena efek dari ilmu kakang pembarep adi wuragil yang masih nempel di jari telunjuk....

      Sepertinya Anjani lebih cantik karena sudah dipaparkan sangat detail oleh Mbah Man, sedangkan Pandan Wangi tak sempat diulas kecantikkanya hanya pernah jadi rebutan cinta saja dengan Rudita anak Ki Waskita

      Hapus
  9. Pada jaman itu umum kalau laki2 punya isteri lebih dari 1. Agak aneh memang kalau Sekar Mirah waringuten dengan Anjani . . . .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul karena waktu itu perempuan lebib banyak dari lelaki...bukan kurangnya populasi lelaki, tapi para lelaki banyak yang mati karena sering tawuran/perang contohnya Ki Swandaru juga pralaya dan tambahlah satu janda lagi...monggo daftar hadiahne tanah perdikan...hehe

      Hapus
  10. Matur nuwun Mbah_man, tas mbesuk gandok ono rontal....grimis grimis moco rontal asyiik...nambah Mbah, tanduk tanduuk..😂😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Weh Ki DurMon....matur suwun sudah cukup Mbah Man sedang menjaga kesehatan agar kolesterol tidak tinggi Mbah sedang mengurangi makan Duren...apa lagi jenis montong....hehehehelm...helm...helm...

      Hapus
    2. Padahal duren montong itu wueeenakk tenannn .....

      Hapus
    3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  11. semakin hari memang semakin piawi mbah man menggoyang pikiran pembaca, tingkat kesulitannya adalah ngreko2 waktu dalam hal ini sejarah dibandingkan dengan usia pemeran utama dst, sebagaimana diketahui bahwa ceritera ini adalah fiktif adanya dimana pangkat rangga tidak pernah naik karena kalau pangkatnya jadi senopati atau panglima nama itu tidak tercatat di sejarah sebagaimana Rara Anjani sebagai tokoh ciptaan Panembahan Mandaraka nggih mbah man sendiri yang seangkatan ki Ageng Pemanahan berkuasa 1558 - 1584 = 26 th ditambah usia menapak karir puncak 40 - 45 th maka usia K.A. Pemanahan 56 - 60 seperti masa pejabat sekarang kita asumsikan usia Ki PM adalah 56-60 th, masa berkuasa P senopati 1584 - 1601 = 17 tahun dilanjutkan Mas Jolang 1601 - 1613 maka ketika RM rangsang jadi raja usia ki PM adalah 85 - 90 tahun masih masuk akal sebagai penasehat raja dan perkiraan usia Ki AG adalah 48 - 53 th sebagai Agul-aguling kerajaan masih masuk akal dengan anak ki AG mereka 13 - 15 th Anak ki SG 18 - 20 Anak Ki untara 20 - 23.
    Jadi saat menyerang batavia anak mereka sudah memimpin sanat wajar. sebagaimana anak2 sutawijaya berperang bersama ki AG.
    tetapi ini pun hanya ento2 saja supaya dalam STSD ini diperoleh cerita yg seimbang dan tentunya dengan anjani segera sudah putus dengan sendirinya dan mulai memikirkan penerusnya dengan mendidik mereka supaya masa sebelum pereang dengan belanda tambah ramai.

    BalasHapus
  12. Menarik ini skema perbandingan umur yang dikemukakan ki Reso ini ... jadi kira kira Ki Rangga Agung Sedayu masih akan berperan hingga sekitar 20 tahun kemudian ....

    BalasHapus
  13. yay... dapet giliran baca rontal yg masih kinyis kinyis...
    matur nuwun mbah man...

    BalasHapus
  14. Sayang update sekali liburnya seminggu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mohon kiranya dimaklumi Ki Isma"ll karena para tokohnya sudah banyak yang sepuh dan sudah digambarkan oleh Ki Reso jadi memang butuh liburan panjang....bukankah sangat senang kalau libur panjang bisa kumpul keluarga....hehehe

      Hapus
    2. ...Setuju Ki Adi...waktu remaja saya bisa baca komik Mahabarata - Bende Mataram - Nagasasra...ADBM...tulisan Ki KPHoo...lebih dari 8 buku sehari...

      ...kalau sekarang membaca 1 gerbong rontal setiap 3 hari sudah terobati kangennya.....

      ...kalau mencoba menulis sendiri dengan alasan iseng untuk menghilangkan rasa suntuk....hanya bisa 1 paragraf sepekannya....


      ...hehehe....

      Boleh pinjam salamnya ya Ki Wid.....Geng siang...sabar....semangat.....

      Hapus
    3. masih balik ke sini tidak ya.... bab enam sudah dibuka..,,

      saya coba cari judul buku Karangan kho ping hoo yang kemudian diteruskan oleh ilustratornya , Ki Dik Har tahu gak ya...? juga terusannya ini judulnya apa,sudah lama sekali .

      Hapus
    4. ...itu mungkin si pendekar bodoh Ki Wid...lalu muncul cucunya si Wiro Sableng ???...

      ...Kalau dektektif versi terbaru...gerombolan Gagak Seto ...karya Bapak Pujangga Any Asmara ???

      ...???

      Hapus
  15. Hadir, ternyata kemarin salah masuk ..... tetap semangat !

    BalasHapus
  16. Tuh kan Ki Martana saja bisa salah masuk....untung saja prajurit jaga belum tidur bisa mengantar....hehe

    Ki Dik Har kalau nulis 1 paragraf sepekan persir sepur kluthuk kehabisan kayu bakar...sama dengan Ki Jayaraga yang telunjuknya sudah gemetar...mau melepas ilmu nunjuk bukit malah rumah ki Patih yang hancur....jadi harus banyak maklum..hihihi

    Nambah Mbah....hanya nerusi amanat Ki DurMon....hahaha

    Selamat berjum'atan semoga langkah kaki ke Mesjid diberi pahala sesuai banyaknya langkah ....aamin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin YRA ki Adiwaswa ,,,, sambil terus melangkah muteri taman ... biar itungannya jadi banyak langkahnya .. wkwkwkwk

      Hapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.