“Apakah sekarang aku harus
menyembah kepadanya?” di sudut hatinya yang paling dalam bertanya.
“Tentu saja engkau harus
menyembah Ki Rangga,” sudut hatinya yang lain menjawab, “Anjani yang sekarang
bukan Anjani yang dulu, perempuan kleyang kabur kanginan yang tidak mempunyai
masa depan yang jelas. Sekarang dengan gelar Rara dan menjadi selir Pangeran
Pati, semua orang harus menghormatinya, tidak terkecuali engkau.”
“Ah,” Ki Rangga berdesah.
Baginya lebih baik menghadapi seribu musuh dengan ilmu yang ngedab-edabi
sekalipun dari pada menghadapi satu orang saja, orang yang selama ini dia merasa
bersalah karena belum dapat memenuhi janjinya.
“Dengan berkenannya Pangeran
Pati mengambil Anjani sebagai selir, janjiku kepada Anjani sudah tidak berlaku
lagi,” berkata Ki Rangga dalam hati sambil sekali lagi menarik nafas
dalam-dalam, “Namun entah mengapa, aku merasa malu bahwa pada akhirnya Anjani
telah sinengkakae ing ngaluhur dan tinggal
di Ndalem Kapangeranan, sama sekali jauh dengan apa yang pernah aku janjikan,
tinggal di Menoreh.”
Ketika Ki Rangga sedang
asyik dengan lamunannya, tiba-tiba saja pintu yang menghubungkan ruang dalam
dengan ruang tengah terbuka. Pangeran Pati telah muncul sambil tersenyum dan
melangkah memasuki ruang dalam.
“Apakah Ki Rangga telah
menungguku terlalu lama?” bertanya Pangeran Pati itu sambil melangkah mendekat
dan mengulurkan tangannya.
Dengan cepat Ki Rangga
segera bangkit berdiri sambil menyambut uluran tangan Pangeran Pati itu. Jawab
Ki Rangga kemudian, “O, tidak Pangeran. Hamba baru saja duduk beberapa saat
ketika Pangeran telah datang.”
Pangeran Pati tersenyum sambil mempersilahkan Ki Rangga
duduk kembali. Pangeran Pati pun
kemudian mengambil tempat duduk di hadapan Ki Rangga.
Setelah sejenak menanyakan
keselamatan masing-masing, Pangeran Pati pun segera mengungkapkan tujuan yang
sebenarnya untuk memanggil Ki Rangga menghadap.
“Aku telah menitipkan Ki
Bango Lamatan kepada Eyang Buyut Mandaraka untuk menyertakan dia dalam tugas
bersama Ki Rangga,” Pangeran Pati itu berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian,
“Memang Ki Bango Lamatan telah mendapat gemblengan di pertapaan Mintaraga beberapa
saat yang lalu. Kehadirannya di sini atas perintah dan jaminan dari Kanjeng
Sunan dan aku tidak mungkin menolaknya. Untuk itulah tugas ke gunung Tidar ini
aku anggap sebagai pendadaran baginya sebelum suwitanya di Ndalem Kapangeranan
ini benar-benar aku terima.”
Ki Rangga
mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan Pangeran Pati. Terjawab
sudah pertanyaan yang selama ini menghantui pikirannya. Pada saat mereka
berempat menghadap Ki Patih di ruang dalam Kepatihan beberapa saat yang lalu,
Ki Rangga telah dikejutkan dengan kehadiran Ki Bango Lamatan di ruangan itu.
Namun Ki Rangga tidak berani
mempermasalahkannya. Dengan hadirnya Ki Bango Lamatan pada saat itu, Ki Rangga
sudah dapat menduga, tentu semua itu sudah menjadi tanggung jawab Ki Patih Mandaraka.
“Bagaimana Ki Rangga? Apakah
Ki Rangga berkeberatan?” pertanyaan Pangeran Pati telah membuyarkan lamunannya.
Dengan cepat Ki Rangga
menghaturkan sembah sambil menjawab, “Justru hamba menghaturkan banyak terima
kasih atas perkenan Pangeran Pati memperbantukan Ki Bango Lamatan. Tugas kami
ke gunung Tidar benar-benar cukup berat dan semoga kehadiran Ki Bango Lamatan
akan memberikan bantuan tenaga yang sangat berarti.”
Pangeran Pati
mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum. Namun pertanyaan selanjutnya
dari Putra Mahkota itu hampir saja membuat jantung Ki Rangga terlepas dari
tangkainya.
“Ki Rangga,” berkata
Pangeran Pati kemudian , “Aku ingin bertanya sesuatu sehubungan dengan Rara
Anjani.”
Berdesir jantung Ki Rangga
bagaikan tersentuh ujung duri kemarung. Namun dengan cepat Ki Rangga segera
menyesuaikan dirinya. Katanya kemudian, “Ampun Pangeran, masalah apakah yang
ingin Pangeran sampaikan sehubungan
dengan diri Rara Anjani?”
Sejenak Pangeran Pati
termenung. Namun sebelum Pangeran Pati menjawab pertanyaan Ki Rangga, tiba-tiba
saja pintu yang menghubungkan ruang dalam dengan ruang tengah berderit dan
terbuka.
Ketika Ki Rangga kemudian
berpaling, yang muncul dari pintu ruang tengah itu adalah sesosok tubuh yang langsing
terbalut seperangkat pakaian mewah dan gemerlap, Rara Anjani.
Tertegun Ki Rangga melihat
seorang perempuan yang kecantikannya nyaris sempurna. Dalam pakaian yang paling
sederhana pun Rara Anjani sudah terlihat begitu menawan. Apalagi kini dengan
pakaian yang gemerlap penuh berhiaskan permata, Rara Anjani benar-benar
menjelma menjadi seorang Putri Raja yang kecantikannya hanya ada dalam tulisan babat
dan dongeng-dongeng.
Ki Rangga benar-benar
terpesona seolah-olah baru kali ini dia bertemu Rara Anjani. Segala gerak-geriknya
tidak luput dari pengamatan Senapati pasukan khusus yang berkedudukan di
Menoreh itu. Langkahnya yang kemudian dengan hati-hati berlutut bertumpu pada
kedua lututnya di atas lantai. Dengan cekatan namun tetap terkesan gemulai, diturunkannya dua mangkuk minuman
hangat dan beberapa makanan dari atas nampan kayu dan kemudian dihidangkan di
hadapan mereka berdua. Sejenak kemudian Rara Anjani pun surut selangkah,
berdiri perlahan-lahan sambil membalikkan badan dan akhirnya hilang kembali di
balik pintu.
Ketika bayangan Rara Anjani
telah hilang di balik pintu yang tertutup rapat, barulah Ki Rangga Agung Sedayu
bagaikan tersadar dari sebuah mimpi yang mengasyikkan.
MAtur nuwun sanget wedaranipun Mbah Man .... Alhamdulillah ... ada wedaran berarti Mbah Man sehat wal afiat .....
BalasHapusTetap bikin deg deg plassss .....
Anjani, padahal cuma selir, terus garwa padmi nya seperti apa ya . . . ?
BalasHapusSeeŕrrr.....jantung ini terasa copot dari tangkainya kenapa pula justru Rara Anjani yang berpakaian lengkap yang menyajikan minuman.....
BalasHapusMatur nuwun sanget Mbah Man.....
Matur nuwun mbah Man
BalasHapusmatur nuwun mbah, ceritanya tambah seru saja
BalasHapusMatur-nuwun mBah-Man, atas wedaranipun.Sehat selalu.
BalasHapusMatur suwun Mbah_Man
BalasHapusTambah penasaran aja.
Nambah mghih Mbah
Matur nuwun mbah wedarannya, ditunggu dari pagi bolak balik nengokin tenyata sore baru nongol.
BalasHapusMaaf Ki HRG Mbah Man lupa naruh laptopnya...ini baru ketemu..maaf ya......hehehe
Hapus....dan yang sangat disesali beliau...lupa mengajak klub Ki...... untuk ikut menengok ke rs. Kendalisada...hehehe....
HapusIya ternyata Ki Bango Lamatan yang diajak membesuk....hehe
HapusWilujeng dalu.
BalasHapusNganglang antar padepokan, mampir disini.
Hi hi hi ..., gak ada yang kelihatan disini.
Apa sudah belajar Aji Panglemunan Bango Lamatan ya?
wkwkwkwk sdg ajar aji ugat uget mas satpam jd susah kelihatan atau kelihatannya susah atau susah kok kelihatan ....
HapusAji panglimunan Ki Bango Lamatan masih kalah sempurna dengan aji menghilang ditikungan jalan...yang tak akan tampak lagi kecuali balik lagi karena ada yang ketinggalan....hehehe
HapusSedang bergadang malam ini dan sudah dapat izin dari Bang Rhoma....
Anjani ki sakjane kalah ayu ro pandan wangi...mung deweke nduwe ilmu gendam 1000 bunga
HapusAnjani ki sakjane kalah ayu ro pandan wangi...mung deweke nduwe ilmu gendam 1000 bunga
HapusKalau om Aryo, punya aji menggandaka komen.
Hapushi hi hi .....
hihihi menggandakan rontal lebih bagus mungkin ya mas satpam ....
HapusWeh ternyata banyak bergadang tadi malam......
HapusKomentar mas aryo memang selalu double karena efek dari ilmu kakang pembarep adi wuragil yang masih nempel di jari telunjuk....
Sepertinya Anjani lebih cantik karena sudah dipaparkan sangat detail oleh Mbah Man, sedangkan Pandan Wangi tak sempat diulas kecantikkanya hanya pernah jadi rebutan cinta saja dengan Rudita anak Ki Waskita
Pada jaman itu umum kalau laki2 punya isteri lebih dari 1. Agak aneh memang kalau Sekar Mirah waringuten dengan Anjani . . . .
BalasHapusBetul karena waktu itu perempuan lebib banyak dari lelaki...bukan kurangnya populasi lelaki, tapi para lelaki banyak yang mati karena sering tawuran/perang contohnya Ki Swandaru juga pralaya dan tambahlah satu janda lagi...monggo daftar hadiahne tanah perdikan...hehe
HapusMatur nuwun Mbah_man, tas mbesuk gandok ono rontal....grimis grimis moco rontal asyiik...nambah Mbah, tanduk tanduuk..😂😂
BalasHapusWeh Ki DurMon....matur suwun sudah cukup Mbah Man sedang menjaga kesehatan agar kolesterol tidak tinggi Mbah sedang mengurangi makan Duren...apa lagi jenis montong....hehehehelm...helm...helm...
HapusPadahal duren montong itu wueeenakk tenannn .....
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusMatur nuwun Mbah
BalasHapusDuh Anjani...
semakin hari memang semakin piawi mbah man menggoyang pikiran pembaca, tingkat kesulitannya adalah ngreko2 waktu dalam hal ini sejarah dibandingkan dengan usia pemeran utama dst, sebagaimana diketahui bahwa ceritera ini adalah fiktif adanya dimana pangkat rangga tidak pernah naik karena kalau pangkatnya jadi senopati atau panglima nama itu tidak tercatat di sejarah sebagaimana Rara Anjani sebagai tokoh ciptaan Panembahan Mandaraka nggih mbah man sendiri yang seangkatan ki Ageng Pemanahan berkuasa 1558 - 1584 = 26 th ditambah usia menapak karir puncak 40 - 45 th maka usia K.A. Pemanahan 56 - 60 seperti masa pejabat sekarang kita asumsikan usia Ki PM adalah 56-60 th, masa berkuasa P senopati 1584 - 1601 = 17 tahun dilanjutkan Mas Jolang 1601 - 1613 maka ketika RM rangsang jadi raja usia ki PM adalah 85 - 90 tahun masih masuk akal sebagai penasehat raja dan perkiraan usia Ki AG adalah 48 - 53 th sebagai Agul-aguling kerajaan masih masuk akal dengan anak ki AG mereka 13 - 15 th Anak ki SG 18 - 20 Anak Ki untara 20 - 23.
BalasHapusJadi saat menyerang batavia anak mereka sudah memimpin sanat wajar. sebagaimana anak2 sutawijaya berperang bersama ki AG.
tetapi ini pun hanya ento2 saja supaya dalam STSD ini diperoleh cerita yg seimbang dan tentunya dengan anjani segera sudah putus dengan sendirinya dan mulai memikirkan penerusnya dengan mendidik mereka supaya masa sebelum pereang dengan belanda tambah ramai.
Menarik ini skema perbandingan umur yang dikemukakan ki Reso ini ... jadi kira kira Ki Rangga Agung Sedayu masih akan berperan hingga sekitar 20 tahun kemudian ....
BalasHapusMantappp Ki Reso ....
BalasHapusyay... dapet giliran baca rontal yg masih kinyis kinyis...
BalasHapusmatur nuwun mbah man...
Sayang update sekali liburnya seminggu.
BalasHapusMohon kiranya dimaklumi Ki Isma"ll karena para tokohnya sudah banyak yang sepuh dan sudah digambarkan oleh Ki Reso jadi memang butuh liburan panjang....bukankah sangat senang kalau libur panjang bisa kumpul keluarga....hehehe
Hapus...Setuju Ki Adi...waktu remaja saya bisa baca komik Mahabarata - Bende Mataram - Nagasasra...ADBM...tulisan Ki KPHoo...lebih dari 8 buku sehari...
Hapus...kalau sekarang membaca 1 gerbong rontal setiap 3 hari sudah terobati kangennya.....
...kalau mencoba menulis sendiri dengan alasan iseng untuk menghilangkan rasa suntuk....hanya bisa 1 paragraf sepekannya....
...hehehe....
Boleh pinjam salamnya ya Ki Wid.....Geng siang...sabar....semangat.....
masih balik ke sini tidak ya.... bab enam sudah dibuka..,,
Hapussaya coba cari judul buku Karangan kho ping hoo yang kemudian diteruskan oleh ilustratornya , Ki Dik Har tahu gak ya...? juga terusannya ini judulnya apa,sudah lama sekali .
...itu mungkin si pendekar bodoh Ki Wid...lalu muncul cucunya si Wiro Sableng ???...
Hapus...Kalau dektektif versi terbaru...gerombolan Gagak Seto ...karya Bapak Pujangga Any Asmara ???
...???
terima kasih infonya....
HapusHadir, ternyata kemarin salah masuk ..... tetap semangat !
BalasHapusTuh kan Ki Martana saja bisa salah masuk....untung saja prajurit jaga belum tidur bisa mengantar....hehe
BalasHapusKi Dik Har kalau nulis 1 paragraf sepekan persir sepur kluthuk kehabisan kayu bakar...sama dengan Ki Jayaraga yang telunjuknya sudah gemetar...mau melepas ilmu nunjuk bukit malah rumah ki Patih yang hancur....jadi harus banyak maklum..hihihi
Nambah Mbah....hanya nerusi amanat Ki DurMon....hahaha
Selamat berjum'atan semoga langkah kaki ke Mesjid diberi pahala sesuai banyaknya langkah ....aamin
Aamiin YRA ki Adiwaswa ,,,, sambil terus melangkah muteri taman ... biar itungannya jadi banyak langkahnya .. wkwkwkwk
HapusTerima Kasih Mbah Man...
BalasHapus