Senin, 09 Januari 2017

STSD 01_08

“Ki Rangga,” berkata Pangeran Pati kemudian begitu melihat Ki Rangga hanya diam termangu, “Kesalahan yang kadang tidak kita sadari adalah, memberi harapan yang berlebih padahal kita hanya berusaha menjalin sebuah tali persaudaraan. Semua itu harus dijelaskan secara bijak agar tidak terjadi kesalah-pahaman di kemudian hari,” Pangeran Pati berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Dalam hal Rara Anjani, aku tidak bisa menyalahkan dia karena janji yang disampaikan Ki Rangga sudah jelas. Jika Ki Rangga keluar sebagai pemenang dalam perang tanding itu, Ki Rangga akan membawanya ke Menoreh. Semua orang pasti paham dengan maksud yang terkandung dalam janji itu. Tidak mungkin dengan membawa Rara Anjani ke Menoreh kemudian Ki Rangga akan menempatkannya di sembarang tempat, di gardu peronda atau di banjar padukuhan misalnya. Semua orang tentu maklum bahwa Ki Rangga secara tidak langsung telah berjanji untuk mengambil Rara Anjani sebagai istri.”

Jika saja ada guntur yang meledak di langit saat itu, tentu Ki Rangga tidak akan sekaget mendengar kata-kata pewaris Mataram itu. Betapa penyesalan telah merajam hatinya atas keterlanjuran  sikapnya ketika menghadapi perang tanding dengan murid perguruan Tal Pitu itu. Seharusnya dia tidak perlu mengikut sertakan Rara Anjani sebagai persyaratan dalam perang tanding itu.

Namun semua itu sudah menjadi masa lalu, dan kini Rara Anjani telah menjadi selir pangeran Pati. Maka jawab Ki Rangga kemudian sambil menyembah dalam-dalam, “Mohon ampun Pangeran, semua itu memang salah hamba. Hamba tidak mengira bahwa tanggapan Rara Anjani menjadi begitu dalam atas persyaratan yang hamba minta dalam perang tanding itu. Namun hamba kira semuanya kini telah berlalu dan Rara Anjani telah hidup berbahagia di Ndalem Kapangeranan.”

“Siapa bilang Rara Anjani telah hidup berbahagia?” sergah Pangeran Pati itu sedikit keras, “Aku mengambilnya menjadi selirku karena aku tidak tahu dengan gamblang latar belakangnya. Demikian juga Rara Anjani, dia menerima pinanganku dengan harapan untuk membuka lembaran baru,” Pangeran Pati berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Namun seiring dengan berlalunya waktu, aku sering melihat Rara Anjani termenung berlinang air mata di malam-malam yang sunyi. Kadang aku memergoki Rara Anjani hampir seharian duduk di taman Ndalem Kapangeranan  tanpa berbuat apa-apa, hanya berlinang air mata dengan tatapan mata yang kosong menerawang ke kejauhan.”

Kali itu jantung Ki Rangga bagaikan sebuah belanga yang jatuh di atas tanah berbatu-batu, hancur berkeping-keping tak berbentuk lagi.

“Sudahlah Ki Rangga. Bukan maksudku mengungkit masa lalu kalian berdua. Namun aku di sini merasa ikut bertanggung-jawab atas masa depan Rara Anjani. Jujur saja, aku ingin melihat Rara Anjani meraih kebahagian yang diimpikannya.  Demikian juga aku harap Ki Rangga menjadi laki-laki yang tangguh tanggon bukan hanya dalam hal olah kanuragan jaya kawijayan saja, namun juga kuat dalam menjalani  kehidupan bebrayan khususnya dalam membina sebuah keluarga.”

Ki Rangga masih terdiam belum berusaha menjawab. Hatinya telah teraduk-aduk  oleh perasaan bersalah.

“Sekarang aku akan memberitahu Ki Rangga, tentang rencanaku sehubungan dengan masa depan Rara Anjani” berkata Pangeran Pati kemudian tanpa memperdulikan Ki Rangga yang terlihat semakin gelisah, “Rara Anjani sekarang sedang mendapat karunia dari Yang Maha Agung untuk mengemban amanahNYA. Dalam beberapa bulan kedepan jika Yang Maha Agung mengijinkan, Rara Anjani akan segera melahirkan anakku, darah dagingku.”

Entah sudah untuk ke berapa kalinya jantung Ki Rangga terkoyak-koyak. Namun senapati pasukan khusus itu tetap bertahan dalam kediamannya.

“Setelah anakku lahir, aku akan memberikan kebebasan kepada Rara Anjani,” berkata Pangeran Pati selanjutnya yang membuat dada Ki Rangga semakin berdebar-debar. Lanjut Pangeran Pati kemudian, “Jika Rara Anjani merasa tidak bahagia tinggal di Ndalem Kapangeranan, aku akan menawarkan kepadanya untuk menjadi Putri  Triman.”

Jantung Ki Rangga kali ini benar-benar meledak. Gemuruhnya terasa sampai ke dasar hatinya yang paling dalam. Sejenak nafas  kakak sepupu Glagah Putih itu bagaikan tersumbat. Dia menyadari sepenuhnya, siapakah yang akan menerima Rara Anjani itu nantinya sebagai Putri Triman.

“Yang akan mendapat kehormatan menerima Putri Triman itu nantinya adalah seorang Tumenggung,” berkata Pangeran Pati selanjutnya yang membuat Ki Rangga terlonjak. Tanpa sadar Ki Rangga pun telah mengangkat wajahnya. Sementara Pangeran Pati pun segera melanjutkan kata-katanya, “Seorang Tumenggung yang bergelar Tumenggung Ranakusuma, yang mengandung makna bunga peperangan, karena selama ini namanya selalu harum di setiap medan pertempuran.”

Untuk beberapa saat Ki Rangga justru telah diam membeku. Dia tidak mengerti akan arah pembicaraan Pangeran Pati. Sedangkan Pangeran Pati justru telah tersenyum melihat Ki Rangga yang kebingungan itu.

“Penerimaan Putri Triman itu nantinya akan digelar bersamaan dengan wisuda kenaikan pangkat seorang prajurit yang berpangkat Rangga. Atas jasa-jasanya selama ini dalam menegakkan panji-panji Mataram, dia akan dianugrahi pangkat menjadi Tumenggung dengan gelar Tumenggung Ranakusuma.”

Dengan dada yang berdebaran Ki Rangga mencoba memandang ke arah Pangeran Pati.  Kali ini agaknya Pangeran Pati sudah tidak sampai hati untuk berteka teki. Maka katanya kemudian, “Ki Rangga, sudah menjadi ketetapan Ayahanda Prabu Hanyakrawati dan juga atas saran Eyang Buyut Patih Mandaraka, sudah waktunya pasukan khusus yang berkedudukan di Menoreh dipimpin oleh seorang Tumenggung, dan Ki Rangga akan segera diwisuda menjadi Tumenggung dengan gelar Tumenggung  Ranakusuma.”

Kali ini sekujur tubuh Ki Rangga terasa dingin bagaikan diguyur banyu sewindu. Bahkan seluruh persendiannya bagaikan terlepas satu-persatu. Ki Rangga benar-benar tidak menduga bahwa dirinya akan mendapat anugrah diwisuda menjadi seorang Tumenggung. Namun yang paling mendebarkan dari semua peristiwa yang rencananya akan dilaksanakan beberapa bulan ke depan itu adalah hadiah Putri Triman itu.

“Ki Rangga.”  berkata Pangeran Pati selanjutnya, “Nama Tumenggung Ranakusuma itu adalah pilihan Ayahanda Prabu Hanyakrawati sendiri. Apakah Ki Rangga mempunyai pilahan gelar tersendiri?”

Kalimat terakhir dari Pangeran Pati itu barulah membangunkan Ki Rangga dari mimpi panjangnya. Dengan merangkapkan kedua tangannya yang gemetar, Ki Rangga pun segera menghaturkan sembah sambil menjawab, “Mohon beribu ampun Pangeran. Hamba hanya dapat mengucapkan terima kasih yang tak terhingga. Hamba tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang Tumenggung.”

“Bagaimana dengan Putri Triman itu?” bertanya Pangeran Pati kemudian dengan serta merta.

Untuk sesaat lidah Ki Rangga  bagaikan kelu. Namun Ki Rangga segera menyadari bahwa titah seorang Pangeran Pati tidak mungkin ditolak. Maka jawabnya kemudian sambil menyembah dan membungkuk dalam-dalam, “Hamba akan menjunjung tinggi setiap titah dari paduka Pangeran Pati Mataram.”


Pangeran Pati tampak tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya kemudian, “Ki Rangga, semua yang kita bicarakan tadi masih bersifat rahasia. Belum ada yang mengetahui rencana ini kecuali tiga orang, Ayahanda Prabu, Eyang Buyut Mandaraka dan aku sendiri. Sengaja hal ini aku sampaikan agar hatimu telah siap sejak awal terutama tentang Rara Anjani,” Pangeran Pati berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Bicarakanlah masalah ini dengan istrimu dari hati ke hati. Jangan hanya menurutkan hawa nafsu saja. Ingat, laki-laki memang diciptakan untuk mengatur perempuan namun bukan berarti kita berhak untuk memaksakan sebuah kehendak.”

26 komentar :

  1. Matur nuwun mbah
    Kalimat terakhirnya mantap mbah...

    BalasHapus
  2. Ingat, laki-laki memang diciptakan untuk mengatur perempuan namun bukan berarti kita berhak untuk memaksakan sebuah kehendak.”

    BalasHapus
  3. Matur-nuwun mBah-Man atas rontalnya,mau gak mau ,akhirnya mau juga...jalannya bagus ,mBah-Man.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Ki Widi..baru sekesai diaspal kemarin jalannya...๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†

      Hapus
  4. Solusi yang sangat jitu dari Mbah Man Ki Widiaxa.
    Tinggal nasib PW yang blm jelas

    BalasHapus
  5. Ya Ki Tunjung, mBah-Man top markotop.

    BalasHapus
  6. Akan tetapi, sebelum diserahkan pasti akan berliku dulukah? akhirnya apakah akan jadi madunya Sekar Mirah ? hanya mBah-Man yang tahu....

    BalasHapus
  7. mampir pas istirhat macul .... ada wedaran siap saji .... mbah man memang tooopp ..... matur nuwun mbah man

    BalasHapus
  8. Matur nuwun sanget Mbah Man..๐Ÿ™๐Ÿ™ sangat mengharu birukan seperti kisah "Cintaku di kampus biru dan dibulaksumur menjadi saksi,karena jika cintaku tertolak akan menyemplungkan diri disumur"....

    Akhirnya gagasan Anjani untuk kawin lari ditunda karena sempat nguping jadi putri Triman yang hadiahnya bukan kerbau dan sawah tapi gelar kepangkatan Tumenggung sesuai dengan jenjang pendidikan Prof.DR. Temenggung Ranakusuma SH,MM,Msc,Phd,dll...selamat berbahagia udah dapat jabatan dapat tambahan istri lagi....ahh nyaman sekali jadi tokoh utama....hehehe

    BalasHapus
  9. Cerita bakal semakin ruwet. Masalah Rara Anjani, masalah tlatah Menoreh . . . . Akhirnya Ki RAS tidak tahan dan mengundurkan diri, pilih madeg pandhita . . . .

    BalasHapus
  10. Matur nuwun Mbah Man, putri triman ? Nggak mau ah ..... tetap semangat !

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jelas da mau kalau diberi putri Pakde Triman Srimulat...wis akeh buntute...hehehe

      Hapus
  11. mengejutkan keputusan-keputusan para lakon ini, tmsk nanti mundurnya Ki Rangga dr keprajuritan dgn segala akibatnya

    BalasHapus
  12. Lama tak berkunjung telah jauh jalan cerita, membaca cerita yang terakhir, rasanya jadi berdebar2, Mbah mang sip mengurai utik jalan cerita

    BalasHapus
  13. Lama tak berkunjung telah jauh jalan cerita, membaca cerita yang terakhir, rasanya jadi berdebar2, Mbah mang sip mengurai utik jalan cerita

    BalasHapus
  14. akhire AS iso neloni : SM, PW, RA...tinggal mateg aji kakang kawah adi ari2

    BalasHapus
  15. Balasan
    1. Sami sami...hati hati dijalan ya...ojo ngebut...hehehe

      Hapus
  16. Matur nuwun Mbah_man.....monggo ki tumenggung AS ditrimo wae...hehe

    BalasHapus
  17. Sugeng ndalu .... mudah2xan malam ini ada lanjutan cerita .... siapa tahu mbah man ngirim hadiah malem malem .... hehehehe

    BalasHapus
  18. Semoga semuanya berakhir dengan baik. Gurih tenan ki Rangga AS.. Harta, Pangkat dan Wanita...

    BalasHapus
    Balasan
    1. ... gurrriiihh .... bahasane menggelitik ...heheheheh

      Hapus
  19. jadi deg2 an tentang anjani, matur nuwun mbahman

    BalasHapus
  20. Geng-sore ,inguk'' yang kesekian kali...
    mugi'' mBah-Man sehat.Aamiin.

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.