Dengan perlahan-lahan Glagah
Putih bangkit dan kemudian duduk bersila. Ketika pandangan matanya menyapu ke
sekitar tepian, tampak Ki Rangga dan yang lainnya masih tetap pada sikap mereka
semula.
Ki Rangga masih tetap duduk
di bawah sebatang pohon yang rindang ditemani Ki Waskita. Keduanya tampak
sedang membicarakan sesuatu hal dengan sungguh-sungguh. Sementara Ki Jayaraga
justru sedang bermain mul-mulan dengan Ki Bango Lamatan. Mereka membuat
garis-garis di atas tanah sebagai bidang permainan serta menggunakan batu-batu
kecil sebagai alat bermain.
Glagah Putih tersenyum.
Orang-orang tua kadang bersikap seperti
kanak-kanak kembali, bermain mul-mulan bahkan sesekali untuk mengurangi
kejenuhan mereka juga senang bermain engklek bersama anak-anak di bawah siraman
Bulan purnama.
Untuk beberapa saat Glagah
Putih tidak tahu harus berbuat apa. Sementara suara derap kaki-kaki kuda itu
semakin keras dan akhirnya dari tanggul seberang sungai yang cukup tinggi, muncul tiga ekor kuda dengan penunggangnya.
Sejenak ketiga penunggang
kuda itu segera mengekang tali kendali kuda masing-masing. Tanpa turun dari
kuda, mereka mengamat-amati Ki Rangga dan kawan-kawannya yang sedang duduk-duduk
melepaskan lelah di seberang tepian.
“Orang-orang miskin,” geram
seorang yang bertubuh besar dan berjambang lebat.
“Belum tentu kakang,” jawab orang
yang di sebelahnya, bertubuh pendek tapi terlihat sangat kekar, “Kelihatannya
saja mereka miskin. Kuda yang kecil dan cenderung kurus, pakaian yang lusuh dan
wajah-wajah tak bergairah. Namun siapa tahu mereka justru menyimpan kepingan
uang emas serta keris-keris yang berpendok emas dan bertretes berlian.”
“Ah, macam kau!” geram orang
yang dipanggil kakang itu, “Engkau selalu bermimpi yang muluk-muluk setiap kali
kita bertemu dengan calon mangsa. Ingat, di saat terakhir kita menjumpai seorang
pengembara tua itu, engkau bermimpi dia membawa emas berlian di balik baju
kumalnya. Ternyata yang kita jumpai benar-benar seorang gelandangan yang hampir
mati kelaparan.”
Orang ketiga yang sedari
tadi diam saja telah tertawa. Sementara orang yang berperawakan pendek itu hanya
dapat mendengus sambil bersungut-sungut.
“Sudahlah. Lupakan
saja,” berkata orang berjambang itu
sambil bergerak menghela kudanya menjauhi tanggul.
“Kakang tunggu,” tiba-tiba
orang yang pendek itu berbisik, “Lihatlah timang yang dipakai orang yang sedang
bermain mul-mulan itu.”
Orang berjambang yang sudah
memutar kudanya itu tertegun. Tanpa sadar dia menghela kudanya mendekati
tanggul kembali. Ketika matanya yang tajam itu kemudian melihat ke arah
pinggang Ki Bango Lamatan, hati orang berjambang itupun berdesir tajam. Timang
itu tampak berkilat-kilat tertimpa sinar Matahari yang sesekali menerobos
rimbunnya dedaunan.
“Gila!” umpat orang
berjambang itu kemudian, “Engkau benar. Mereka kelihatannya memang orang-orang
kaya yang sedang berpura-pura miskin. Marilah. Ini kesempatan kita untuk
mendapatkan hasil yang banyak dan akan semakin menambah kepercayaan Ki Lurah kepada kita.”
“Dan di lain kesempatan kita
akan dipercaya untuk melaksanakan tugas yang lebih menantang,” sahut orang yang
ketiga.
Orang berjambang yang sudah
menggerakkan kendali kudanya itu sejenak tertegun. Sambil berpaling kearah
orang itu dia bertanya, “Apa maksudmu dengan tugas yang lebih menantang?”
Orang itu tersenyum. Jawabnya
kemudian, “Aku sudah bosan menjadi penyamun. Mungkin sesekali kita diberi tugas
untuk merampok rumah Ki Gede Matesih barangkali dan menculik anak gadisnya yang
cantik itu.”
“Dan besoknya kepalamu akan
dipenggal oleh Raden Mas Harya Surengpati,” geram orang berjambang itu.
Selesai berkata demikian
orang berjambang itu segera memutar kudanya menjauhi tanggul. Sedangkan kedua
kawannya sejenak masih termangu-mangu sebelum akhirnya .bergerak ikut menuruni
tanggul.
Dalam pada itu, Glagah Putih
yang sedari tadi mengawasi ketiga orang berkuda itu dengan sudut matanya telah
menarik nafas dalam-dalam sambil memalingkan wajahnya ke arah kakak sepupunya.
Namun tampaknya Ki Rangga dan Ki Waskita tidak memperhatikan keadaan di
sekelilingnya karena sedang terlibat pembicaraan yang bersungguh-sungguh.
Glagah Putih yang tadi sempat
mengetrapkan aji sapta pangrungu telah mendengar pembicaraan mereka dengan
jelas. Ketiga orang berkuda itu kemungkinannya sedang mencari tanggul yang
landai untuk mendekat ke arah mereka.
“Siapakah mereka itu?”
bertanya Glagah Putih dalam hati sambil meluruskan kedua kakinya, “Mereka tidak
mungkin hanya perampok kecil yang bernyali terlalu besar. Kelihatannya mereka
tidak berdiri sendiri. Salah satu telah menyebut nama Ki Lurah dan seorang
pemimpin yang agaknya sangat mereka segani, Raden Mas Harya Surengpati.”
Ada keinginan dari Glagah
Putih untuk memberi tahu yang lain. Namun niat itu segera ditepisnya. Keempat orang
itu adalah orang-orang yang linuwih, tentu mereka sudah mengetahui dan
menyadari serta memperhitungkan kemungkinan yang dapat terjadi.
“Di sebelah timur itu
agaknya ada tanggul sungai yang agak rendah dan kelihatannya memang sudah
menjadi jalur jalan selama ini,” berkata Glagah Putih dalam hati kemudian sambil
mengawasi tanggul sebelah timur yang berjarak sekitar lima puluh tombak, “Kemungkinannya
mereka akan lewat dari tanggul yang rendah itu.”
Ternyata dugaan Glagah Putih
tidak meleset. Sejenak kemudian, ketiga penunggang kuda itupun telah muncul
dari balik tanggul yang rendah dan segera menghela kuda-kuda mereka untuk
menyeberangi kali Krasak yang airnya hanya setinggi lutut orang dewasa.
Ketika kaki-kaki kuda itu
mulai menapak tanah berpasir di tepian, Glagah Putih pun sudah tidak dapat
menahan diri lagi. Dengan cepat dia segera meloncat turun dari batu besar yang
didudukinya.
“Mereka telah tertarik
dengan timang emas yang dipakai Ki Bango Lamatan,” berkata Glagah Putih dalam
hati, “Mungkin timang itu hadiah dari Pangeran Pati karena Ki Bango Lamatan
telah diangkat menjadi pengawal pribadinya.”
Untuk beberapa saat Glagah
Putih masih melihat kuda-kuda itu berderap dengan lambat di atas tepian yang
berpasir, namun ketiga penunggangnya dengan keras telah melecutnya. Sedangkan kuda-kuda
Ki Rangga dan kawan-kawannya justru telah meringkik keras-keras begitu kuda-kuda ketiga orang itu telah melangkah
semakin dekat.
Saat rehat dapat kiriman rontal, museum mbah Man
BalasHapusMatur nuwun Mbah Man
BalasHapusAlhamdulillah, sesore ini ternyata ada wedaran rontal ..... matur nuwun Mbah Man !
BalasHapusMatur-nuwun mBah-Man, atas rontalnya.
BalasHapusHups...
BalasHapusBegitu tiba dirumah, buka hp...
Jreng........
Satu rontal sudah hadir.
Matur suwun Panembahan.
Matur Suwun mBah....
BalasHapusSowan maleh mangke Insya Alloh dinten Kamis (ssi jadwal wedaran)
....wah... wah...wah dapat mecungul bareng bersama Ki Mas (H)Aryo .....panggilan- keren-nya jadinya Mas Har....
Hapus....hehehe....matur nuwun Mbah....
Salam...
Matur nuwun mbah.
BalasHapusSurengpati ... Karimunjawa
BalasHapus...memang sangat menarik Ki BK....
HapusPasukan tempur Mataram memang terdiri dan berasal dari berbagai kesatuan terpilih dan ada yang dari luar pulau Djawa....misalnya batalyon "Daeng" dari Sulawesi ...dari Madura...dll....
...silakan menyaksikan parade pasukan tempur Kerajaan Mataram pada saat acara sekatenan....
...hehehe...
....apalagi "pasukan tempur" yang paling mutakhir saat ini....nyaris terbentuk dari semua wakil anak bangsa......ada mahasiswa, petani, pedagang, dokter,prajurit beberan, pak polisi...
HapusProfesor....pokoknya lengkap...Bhineka Tunggal Ika...
Silakan untuk menyaksikan paradenya Ki....
....ralat...maksudnya...prajuruit beneran....
Hapusprajurit 'beberan' niku dos pundi gelar pasukane ki DH ....
Hapus...hehehe...nggih di beber / di gelar wonten "layar lebar-e " Ki Dalang wayang kulit Ki BK....hehehe...
Hapus...mpun diralat ngoten teng nginggil....
...tinimbang sepii...
hehehehehe prajurit beberan ada pandawa kurawa ya Ki ....
Hapuslek buyar .. bar dibeber ... digulung dilebokno ktak
HapusAlhamdulillah ada wedaran lagi.Matur nuwun, Mbah_Man.
BalasHapusMatur nuwun mbah atas wedarannya
BalasHapusMatur nuwun sanget Mbah Man wedaranipun .... ternyata sore2x kemarin ada wedaran ... berarti hari ini ada lg ya mbah ... hehehehe
BalasHapusSehat terus Mmbah Man ....
Matur nuwun Mbah_man....lanjutkan...haha isih kurang.... :-)
BalasHapus...nggih...mpun diparingi 3 (tigang)gerbong malih...
HapusTerima Kasih Mbah Man
BalasHapus