Selasa, 24 Januari 2017

STSD 01_16

Dengan perlahan-lahan Glagah Putih bangkit dan kemudian duduk bersila. Ketika pandangan matanya menyapu ke sekitar tepian, tampak Ki Rangga dan yang lainnya masih tetap pada sikap mereka semula.

Ki Rangga masih tetap duduk di bawah sebatang pohon yang rindang ditemani Ki Waskita. Keduanya tampak sedang membicarakan sesuatu hal dengan sungguh-sungguh. Sementara Ki Jayaraga justru sedang bermain mul-mulan dengan Ki Bango Lamatan. Mereka membuat garis-garis di atas tanah sebagai bidang permainan serta menggunakan batu-batu kecil sebagai alat bermain.

Glagah Putih tersenyum. Orang-orang tua  kadang bersikap seperti kanak-kanak kembali, bermain mul-mulan bahkan sesekali untuk mengurangi kejenuhan mereka juga senang bermain engklek bersama anak-anak di bawah siraman Bulan purnama.

Untuk beberapa saat Glagah Putih tidak tahu harus berbuat apa. Sementara suara derap kaki-kaki kuda itu semakin keras dan akhirnya dari tanggul seberang sungai yang cukup tinggi,  muncul tiga ekor kuda dengan penunggangnya.

Sejenak ketiga penunggang kuda itu segera mengekang tali kendali kuda masing-masing. Tanpa turun dari kuda, mereka mengamat-amati Ki Rangga dan kawan-kawannya yang sedang duduk-duduk melepaskan lelah di seberang tepian.

“Orang-orang miskin,” geram seorang yang bertubuh besar dan berjambang lebat.

“Belum tentu kakang,” jawab orang yang di sebelahnya, bertubuh pendek tapi terlihat sangat kekar, “Kelihatannya saja mereka miskin. Kuda yang kecil dan cenderung kurus, pakaian yang lusuh dan wajah-wajah tak bergairah. Namun siapa tahu mereka justru menyimpan kepingan uang emas serta keris-keris yang berpendok emas dan bertretes berlian.”

“Ah, macam kau!” geram orang yang dipanggil kakang itu, “Engkau selalu bermimpi yang muluk-muluk setiap kali kita bertemu dengan calon mangsa. Ingat, di saat terakhir kita menjumpai seorang pengembara tua itu, engkau bermimpi dia membawa emas berlian di balik baju kumalnya. Ternyata yang kita jumpai benar-benar seorang gelandangan yang hampir mati kelaparan.”

Orang ketiga yang sedari tadi diam saja telah tertawa. Sementara orang yang berperawakan pendek itu hanya dapat mendengus sambil bersungut-sungut.

“Sudahlah. Lupakan saja,”  berkata orang berjambang itu sambil bergerak menghela kudanya menjauhi tanggul.

“Kakang tunggu,” tiba-tiba orang yang pendek itu berbisik, “Lihatlah timang yang dipakai orang yang sedang bermain mul-mulan itu.”

Orang berjambang yang sudah memutar kudanya itu tertegun. Tanpa sadar dia menghela kudanya mendekati tanggul kembali. Ketika matanya yang tajam itu kemudian melihat ke arah pinggang Ki Bango Lamatan, hati orang berjambang itupun berdesir tajam. Timang itu tampak berkilat-kilat tertimpa sinar Matahari yang sesekali menerobos rimbunnya dedaunan.

“Gila!” umpat orang berjambang itu kemudian, “Engkau benar. Mereka kelihatannya memang orang-orang kaya yang sedang berpura-pura miskin. Marilah. Ini kesempatan kita untuk mendapatkan hasil yang banyak dan akan semakin menambah  kepercayaan Ki Lurah kepada kita.”

“Dan di lain kesempatan kita akan dipercaya untuk melaksanakan  tugas  yang lebih menantang,” sahut orang yang ketiga.

Orang berjambang yang sudah menggerakkan kendali kudanya itu sejenak tertegun. Sambil berpaling kearah orang itu dia bertanya, “Apa maksudmu dengan tugas yang lebih menantang?”

Orang itu tersenyum. Jawabnya kemudian, “Aku sudah bosan menjadi penyamun. Mungkin sesekali kita diberi tugas untuk merampok rumah Ki Gede Matesih barangkali dan menculik anak gadisnya yang cantik itu.”

“Dan besoknya kepalamu akan dipenggal oleh Raden Mas Harya Surengpati,” geram  orang berjambang itu.

Selesai berkata demikian orang berjambang itu segera memutar kudanya menjauhi tanggul. Sedangkan kedua kawannya sejenak masih termangu-mangu sebelum akhirnya .bergerak ikut menuruni tanggul.

Dalam pada itu, Glagah Putih yang sedari tadi mengawasi ketiga orang berkuda itu dengan sudut matanya telah menarik nafas dalam-dalam sambil memalingkan wajahnya ke arah kakak sepupunya. Namun tampaknya Ki Rangga dan Ki Waskita tidak memperhatikan keadaan di sekelilingnya karena sedang terlibat pembicaraan yang bersungguh-sungguh.

Glagah Putih yang tadi sempat mengetrapkan aji sapta pangrungu telah mendengar pembicaraan mereka dengan jelas. Ketiga orang berkuda itu kemungkinannya sedang mencari tanggul yang landai untuk mendekat ke arah mereka.

“Siapakah mereka itu?” bertanya Glagah Putih dalam hati sambil meluruskan kedua kakinya, “Mereka tidak mungkin hanya perampok kecil yang bernyali terlalu besar. Kelihatannya mereka tidak berdiri sendiri. Salah satu telah menyebut nama Ki Lurah dan seorang pemimpin yang agaknya sangat mereka segani, Raden Mas Harya Surengpati.”

Ada keinginan dari Glagah Putih untuk memberi tahu yang lain. Namun niat itu segera ditepisnya. Keempat orang itu adalah orang-orang yang linuwih, tentu mereka sudah mengetahui dan menyadari serta memperhitungkan kemungkinan yang dapat terjadi.

“Di sebelah timur itu agaknya ada tanggul sungai yang agak rendah dan kelihatannya memang sudah menjadi jalur jalan selama ini,” berkata Glagah Putih dalam hati kemudian sambil mengawasi tanggul sebelah timur yang berjarak sekitar lima puluh tombak, “Kemungkinannya mereka akan lewat dari tanggul yang rendah itu.”

Ternyata dugaan Glagah Putih tidak meleset. Sejenak kemudian, ketiga penunggang kuda itupun telah muncul dari balik tanggul yang rendah dan segera menghela kuda-kuda mereka untuk menyeberangi kali Krasak yang airnya hanya setinggi lutut orang dewasa.

Ketika kaki-kaki kuda itu mulai menapak tanah berpasir di tepian, Glagah Putih pun sudah tidak dapat menahan diri lagi. Dengan cepat dia segera meloncat turun dari batu besar yang didudukinya.

“Mereka telah tertarik dengan timang emas yang dipakai Ki Bango Lamatan,” berkata Glagah Putih dalam hati, “Mungkin timang itu hadiah dari Pangeran Pati karena Ki Bango Lamatan telah diangkat menjadi pengawal pribadinya.”


Untuk beberapa saat Glagah Putih masih melihat kuda-kuda itu berderap dengan lambat di atas tepian yang berpasir, namun ketiga penunggangnya dengan keras telah melecutnya. Sedangkan kuda-kuda Ki Rangga dan kawan-kawannya justru telah meringkik keras-keras  begitu kuda-kuda ketiga orang itu telah melangkah semakin dekat.

22 komentar :

  1. Saat rehat dapat kiriman rontal, museum mbah Man

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah, sesore ini ternyata ada wedaran rontal ..... matur nuwun Mbah Man !

    BalasHapus
  3. Matur-nuwun mBah-Man, atas rontalnya.

    BalasHapus
  4. Hups...
    Begitu tiba dirumah, buka hp...
    Jreng........
    Satu rontal sudah hadir.
    Matur suwun Panembahan.

    BalasHapus
  5. Matur Suwun mBah....

    Sowan maleh mangke Insya Alloh dinten Kamis (ssi jadwal wedaran)

    BalasHapus
    Balasan
    1. ....wah... wah...wah dapat mecungul bareng bersama Ki Mas (H)Aryo .....panggilan- keren-nya jadinya Mas Har....

      ....hehehe....matur nuwun Mbah....


      Salam...

      Hapus
  6. Balasan
    1. ...memang sangat menarik Ki BK....

      Pasukan tempur Mataram memang terdiri dan berasal dari berbagai kesatuan terpilih dan ada yang dari luar pulau Djawa....misalnya batalyon "Daeng" dari Sulawesi ...dari Madura...dll....

      ...silakan menyaksikan parade pasukan tempur Kerajaan Mataram pada saat acara sekatenan....

      ...hehehe...

      Hapus
    2. ....apalagi "pasukan tempur" yang paling mutakhir saat ini....nyaris terbentuk dari semua wakil anak bangsa......ada mahasiswa, petani, pedagang, dokter,prajurit beberan, pak polisi...
      Profesor....pokoknya lengkap...Bhineka Tunggal Ika...

      Silakan untuk menyaksikan paradenya Ki....

      Hapus
    3. ....ralat...maksudnya...prajuruit beneran....

      Hapus
    4. prajurit 'beberan' niku dos pundi gelar pasukane ki DH ....

      Hapus
    5. ...hehehe...nggih di beber / di gelar wonten "layar lebar-e " Ki Dalang wayang kulit Ki BK....hehehe...

      ...mpun diralat ngoten teng nginggil....

      ...tinimbang sepii...

      Hapus
    6. hehehehehe prajurit beberan ada pandawa kurawa ya Ki ....

      Hapus
    7. lek buyar .. bar dibeber ... digulung dilebokno ktak

      Hapus
  7. Alhamdulillah ada wedaran lagi.Matur nuwun, Mbah_Man.

    BalasHapus
  8. Matur nuwun sanget Mbah Man wedaranipun .... ternyata sore2x kemarin ada wedaran ... berarti hari ini ada lg ya mbah ... hehehehe

    Sehat terus Mmbah Man ....

    BalasHapus
  9. Matur nuwun Mbah_man....lanjutkan...haha isih kurang.... :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. ...nggih...mpun diparingi 3 (tigang)gerbong malih...

      Hapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.