Demikianlah suara derap
kaki-kaki kuda di atas jalan berbatu-batu itu telah mengejutkan orang-orang
yang sedang bertempur dengan sengitnya di padang rumput lemah cengkar.
Ketika pendengaran Ki
Swandaru yang tajam melebihi orang-orang kebanyakan itu lamat-lamat mendengar
detingan senjata yang beradu dan sorak sorei yang riuh rendah, sadarlah Ki
Swandaru bahwa telah terjadi pertempuran di lemah Cengkar.
“Mungkin sepasukan prajurit
Mataram sedang menghadapi sekelompok orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Atau mungkin sekelompok orang-orang yang
tidak senang melihat Mataram berkembang dan menjadi besar,” berkata Ki Swandaru
dalam hati sambil memacu kudanya mendekati lemah Cengkar.
Dalam pada itu Pangeran
Ranapati yang telah bersiap untuk membuat perhitungan dengan Pangeran Jayaraga
telah dikejutkan oleh suara ledakan cambuk yang menggelegar memecah udara
malam.
“Gila!” geram Pangeran
Ranapati.
Pada awalnya Pangeran
Ranapati menyangka Ki Rangga Agung Sedayu lah yang telah meledakkan cambuk itu.
Namun ketika dia berpaling ke arah medan
pertempuran antara Ki Rangga Agung Sedayu melawan Gurunya, terlihat mereka berdua sedang
bertempur dengan sengitnya tanpa menggunakan senjata sama sekali.
Tampak Ki Rangga sedang
mengerahkan kemampuan ilmunya yang dapat menghilangkan bobot tubuhnya. Setiap kali
serangan beruntun datang membadai dari lawannya, dengan ilmu menghilangkan
bobot tubuhnya yang hampir sempurna, Ki Rangga dapat melenting tinggi kemudian
ketika masih di udara pun Ki Rangga mampu melenting lagi ke arah yang tak
terduga.
Namun lawan Ki Rangga kali
ini adalah Ki Ageng Selagilang yang lebih dikenal dengan nama Ki Singawana Sepuh,
guru pangeran Ranapati. Dengan ilmunya yang dapat mengelabuhi pengamatan lawan
atas keberadaan dirinya, dengan tanpa memberi ruang sedikitpun kepada Ki
Rangga, serangan Ki Singawana Sepuh datang bertubi-tubi bagaikan ombak di pantai
yang tak henti-hentinya menghempas karang.
Untuk sementara memang Ki
Rangga hanya dapat menghindar dan menghindar terus. Lawannya tidak pernah
memberi ruang gerak yang cukup untuk balas menyerang. Setiap kali Ki Rangga
dengan sapta panggraitanya mampu mengenali keberadaan lawannya yang hilang dari
pandangan mata, di saat yang bersamaan itu lah lawannya kembali muncul di
tempat yang berbeda sambil melancarkan serangan yang dahsyat.
“Agul-agulnya Mataram itu
lambat laun pasti akan kehabisan nafas,” berkata Pangeran Ranapati dalam hati
sambil tetap mengawasi jalannya pertempuran mereka berdua, “Guru hanya tinggal
menunggu waktu saja, tapi itu pasti akan memakan waktu yang sangat lama. Murid utama
orang bercambuk itu pasti memiliki ketahanan tubuh yang luar biasa. Seharusnya Guru segera saja melepaskan ilmunya
yang lain yang lebih dahsyat agar pertempuran segera berakhir. Aku yakin kemampuan
ilmu Guru masih berada di atas Ki Rangga.”
Ketika Pangeran Ranapati sedang
menilai pertempuran itu dengan sungguh-sungguh, tiba-tiba saja kembali terdengar ledakan cambuk
menggetarkan udara di atas lemah cengkar, disusul dengan ledakan-ledakan cambuk
yang lain berturut-turut. Namun ledakan cambuk berikutnya tidaklah sedahsyat
ledakan cambuk sebelumnya.
“Siapakah yang sedang
bermain-main dengan cambuk yang memuakkan ini?” geram Pangeran Ranapati.
Sementara Pangeran Jayaraga justru telah menarik nafas dalam-dalam untuk
mengendorkan urat syarafnya yang selama ini terasa sangat tegang.
“Kalau aku tidak salah,
tentu saudara muda seperguruan Ki Rangga Agung Sedayu yang datang bersama
murid-murid padepokan orang bercambuk yang lain,” desis Pangeran Jayaraga,
“Semoga kesulitan yang dialami oleh pasukan Mataram segera teratasi.”
Demikian lah ketika sekali
lagi terdengar ledakkan cambuk menggelegar di udara, Pangeran Ranapati pun
sudah tidak dapat menahan hatinya lagi.
“Adimas Pangeran,” berkata
Pangeran yang keras hati itu kemudian, “Masih ada kesempatan untuk berpikir
sekali lagi. Aku akan segera kembali. Tidak perlu banyak waktu bagiku untuk
membungkam suara-suara cambuk yang memuakkan itu selama-lamanya.”
Selesai berkata demikian,
tanpa menunggu tanggapan Pangeran Jayaraga, putra laki-laki satu-satu Rara
Ambarasari itu dengan lengkah bergegas segera menuju ke tempat suara cambuk yang
semakin sering terdengar meledak-ledak.
Matur nuwun sanget mbah man .... cerita makin seru ... dahsyaaat ... nggak sabar nenggo wedaran lanjutannya MBah ...sehat terus ya Mbah ..
BalasHapussami idem ki..mpun mboten kiyat ngampet
HapusKi dp kayaknya jam nya sudah sesuai dengan yang sebenarnya, tidak mundur lagi
HapusLeres Ki HRG ... jamnya sudah passs .....
HapusMenawi kaliyan Abu Dhabi benten tigang jam nģih Ki DiPar ?
HapusLeres Ki Djarot Abu Dhabi menawi kaliyan Jakarta, leres benten tigang jam ... menawi kaliyan Maumere nggih benten gangsal jam Ki ..... hehehe
HapusMatur nuwun mbah man
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMatur nuwun Mbah_Man .......
BalasHapusMatur nuwun sanget Mbah Man....
BalasHapusmatur nuwun mbah Man
BalasHapusMatur sembah nuwun Mbah Mandaraka..
BalasHapusMatur-nuwun mBah-Man, atas wedarannya, sehat selalu.
BalasHapusUps ....... baru sempat baca
BalasHapusSama
HapusMatur nuwun sanget
BalasHapusNostalgia lemah cengkar
BalasHapusnuwun mbaaahhhhhh...... bombong manah kulo mbah
BalasHapusWah... Om Djarot wis pinter.
BalasHapusHi hi hi... Mblayu... Wedi dibalang ote ote...
Keputusan Panembahan untuk buat padepokan sendiri dengan blog.spot ternyata sangat tepat. Muncul wajah wajah baru.
BalasHapusSiip lah... (eh.. Kok seperti merk minuman)
Wajah baru...?
HapusApa mari operasi ?
He...he...he....
Mas Risang, maksudnya wajah baru muka lama atau wajah baru operasi seperti kata Ki Djarot ?
HapusKi-mBleh, kok lama gak muncul nggih....?
HapusKi Gembleh Ki Dhanang Ksatrio dan Ki Gatot Wicaksono seperti ilmu Kakang Pembarep adi wuragil apakah sama Ki DiPar?....3 wujud 2 semu 1 asli....hehehe
HapusMaturnuwun mbah Man....Ceritanya makin dahsyat saja...... semoga mbah Man selalu sehat....
BalasHapusMaturnuwun mbah
BalasHapusNuwun sewu Mbah_Man, baru saja saya transfer ala kadarnya, walaupun tidak berarti tapi kami peduli .....
BalasHapusMatur suwun Ki Jokowo, semoga Yang Maha Agung dan Maha Pemurah melimpahkan berkah kepada panjenengan sekeluarga, Amiin.
HapusSaya juga bade matur Mbah Man, nuwun sewu kemarin ada sedikit kiriman ke rekening Mbah Putri, mohon dapat ditampi rasa peduli dari saya ...
HapusIdem 🙏🙏
Hapus@ Ki Dipar, Ki Adiswa
Hapusmatur suwun sanget kawigatosanipun, mugi Gusti Kang Akaryo Jagad paring rejeki ingkang nuli-nuli kagem panjenengan sakluarga. Amiin