Sabtu, 18 Februari 2017

STSD 02_09

Kalau saja Ki Gede tidak menguatkan hatinya, tentu dia sudah berteriak ketakutan melihat raut wajah orang yang berada di sebelahnya itu. Seraut wajah yang rata, tidak tampak adanya sepasang mata, hidung atau pun mulut. Seraut wajah yang benar-benar tampak mengerikan.

Namun Ki Gede bukanlah anak kemarin sore yang ketakutan seperti melihat orang-orangan pengusir burung di sawah. Menurut dugaannya, orang itu pasti menggunakan sejenis topeng tipis dari kulit binatang yang disamak dengan halus sehingga terlihat seperti kulit wajah manusia. Berpikir sampai disitu, dengan mengendapkan hatinya yang sempat bergejolak, Ki Gede pun segera bergerak meraih topeng yang menutupi wajah orang itu.

Namun sebelum tangan Ki Gede sempat meraih wajah orang itu, tiba-tiba saja dirasakan sekujur tubuhnya menjadi lemas tak bertenaga. Tulang-belulangnya pun  bagaikan terlepas dari persendian. Bersamaan dengan itu, terasa telapak tangan orang bertopeng itu mengusap tengkuknya.

Sejenak kemudian, Ki Gede merasakan kantuk yang luar biasa beratnya dan tak tertahankan.. Namun sebelum Ki Gede jatuh tertidur, terdengar orang bertopeng itu membisikkan sesuatu di telinganya.

Demikianlah akhirnya, Ki Gede yang telah siuman dari pingsannya itu telah tak sadarkan kembali, namun kali ini Ki Gede merasakan ketenangan yang luar biasa dalam tidurnya.

Ketika Ki Gede kemudian terbangun dari tidur nyenyaknya, dia mendapatkan dirinya sedang terbaring di bawah sebatang pohon disebelah perigi.

“He?” desis Ki Gede sambil bangkit dan bertelekan pada kedua tangannya, “Di mana aku? Apa sebenarnya yang telah terjadi?”

Perlahan-lahan Ki Gede mencoba merangkai ingatannya kembali. Segera saja ingatan Ki Gede tertuju pada seraut wajah yang mengerikan, wajah yang tampak rata tak berbentuk bagaikan sebuah dinding batu saja.

“Mengapa orang bertopeng itu membawaku kemari?” bertanya Ki Gede dalam hati sambil memperbaiki duduknya, “Orang yang aneh, namun kesaktiannya benar-benar ngedab-edabi,” Ki Gede berhenti berangan-angan sejenak. Kemudian lanjutnya, “Atau aku saja yang terlalu malas untuk mendalami Aji Cunda Manik?”

Berpikir sampai disitu, tiba-tiba saja terbesit niat di dalam hati Ki Gede untuk menjalani laku yang sudah ditentukan dalam menyempurnakan puncak ilmunya.

“Namun guru sudah lama meninggal,” kembali Ki Gede berangan-angan, “Aku tidak berani menjalani laku terakhir itu tanpa bimbingan seorang guru.”

Niat yang sudah menggebu-gebu di dalam hatinya itu tiba-tiba saja surut kembali bagaikan sinar  sebuah dlupak yang kehabisan minyak.

“Ah, sudahlah,” desah Ki Gede kemudian, “Itu akan aku pikirkan kemudian. Kelihatannya sekarang sudah mendekati waktu sepi uwong. Aku telah berjanji dengan Ki Jagabaya untuk bertemu di banjar.”

Sambil berpegangan pada sebatang pohon sawo kecik di sebelahnya, Ki Gede pun kemudian mencoba untuk bangkit. Diedarkan pandangan matanya ke sekelilingnya sambil mengibas-kibaskan kain panjangnya yang menjadi sedikit kotor. Hujan memang telah berhenti sejak sore tadi, namun tanah tempat ki Gede terbaring masih terasa basah.

“Hem,” desah Ki Gede sambil mengamat-amati lampu dlupak yang disangkutkan di teririsan. Tampak beberapa orang pengawal sedang tidur silang melintang. Bahkan ada yang bersandaran tiang di teritisan itu.

“Banjar padukuhan Klangon,” desis Ki Gede dalam hati dengan jantung yang berdebaran begitu mengenali tempat itu, “Para pengawal itu seharusnya berjaga-jaga, namun mengapa mereka justru telah tertidur?”

Dengan tetap tidak meninggalkan kewaspadaan, ki Gede pun mulai melangkahkan kakinya menuju banjar padukuhan.

“Mereka tidur dalam keadaan tidak sewajarnya,” kembali Ki Gede berkata dalam hati begitu dia sampai di dekat teritisan, “Sebaiknya aku tidak perlu mengusik mereka. Aku akan masuk dan menemui kelima perantau itu.”

Dengan sedikit bergegas Ki Gede pun segera membuka pintu butulan dan melangkahkan kakinya memasuki dapur.

Di dalam dapur itu ternyata tidak ada sebuah dlupak pun yang menyala sehingga suasana benar-benar gelap. Untunglah Ki Gede bukan orang kebanyakan. Dengan mengerahkan kemampuannya untuk mempertajam pandangan matanya, Ki Gede pun tidak mengalami kesulitan sedikit pun untuk melintasi dapur dan menuju ke ruang tengah.

Begitu Ki Gede membuka pintu yang menghubungkan dapur dengan ruang tengah, sepercik sinar segera saja menyambarnya. Ternyata di ruang tengah itu ada sebuah dlupak yang di letakkan di ajug-ajug. Walaupun sinarnya tidak begitu terang, namun sudah cukup untuk menerangi ruang tengah yang cukup luas itu.

Demikian Ki Gede melangkah memasuki  ruang tengah, lamat-lamat dia mendengar suara orang yang sedang bercakap-cakap.

“Mereka agaknya di pringgitan,” berkata Ki Gede dalam hati sambil mengayunkan langkahnya.
Namun tiba-tiba saja sebuah keragu-raguan telah  menyelinap di hatinya sehingga ki Gede telah menghentikan langkahnya.

“Bagaimana jika orang bertopeng itu sengaja menjebakku?” pertanyaan itu telah berputar-putar di benak Ki Gede.

Memang sebelum jatuh tertidur beberapa saat tadi, Ki Gede sempat mendengar bisikan orang bertopeng itu di telinganya, “Bergabunglah dengan kelima orang di banjar itu, Ki Gede. Sesungguhnya mereka orang-orang yang dapat dipercaya.”


Pesan singkat itu memang sangat jelas. Namun tidak menutup kemungkinan jika yang terjadi kemudian adalah justru sebaliknya. Mereka adalah para pengikut Trah Sekar Seda Lepen, atau bahkan salah satu dari mereka adalah Raden Wirasena sendiri. 

35 komentar :

  1. Alhamdulillah..... matur suwun sanget Mbah Man.... Barakallah ...

    BalasHapus
  2. Allhamdullilah Mbah Man sehat wal'afiat....matur nuwun sanget Mbah Man 🙏🙏

    Ternyata Ki Gede terkejut melihat topeng, ya begitulah ulah Ki Tanu Metir itu...hehehe

    Ki Gede memang tidak pernah takut melihat orang-orangan sawah...tapi kalau kumpeni sangat takut sekali, apalagi dengan petani daerah Sukowati...makanya setiap ketemu para petani kumpeni selalu meng-har-dik..."Hei!!...kowe orang apa orang-orangan sawah ta bedil kowe"....

    BalasHapus
    Balasan
    1. sedikit koreksi ki lurah....
      "Hei!!...kowe olang apa olang-olangan sawah ta bedil kowe"..

      Hapus
    2. Itu yang ngomong kumpeni ireng sejenis bangsa dewek..dan yang meng-dik-har dengan gaya bahasa "kowe olang atau olang olangan sawah"... itu tentara dari Mongol waktu nyerbu Majapahit..dan Raden Mas Aryo Surengpati belum lahir...hehehe

      Hapus
  3. Bakda maghrib sambang padepokan, ternyata sudah ada satu rontal jatuh.
    Matur suwun Panembahan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ki P Satpam diisengi mas aryo....karena bawa muatan ke gandhok GS tidak ngetwuit....tuit...tuit....lagi hehehe

      Hapus
  4. Bakda maghrib sambang padepokan, ternyata sudah ada satu rontal jatuh.
    Matur suwun Panembahan

    BalasHapus
  5. wayah sepi uwong sambang padepokan, ternyata masih satu rontal yg jatuh.
    Matur suwun Panembahan

    BalasHapus
  6. Matur nuwun sanget nggih mbah. Wedaran bakda maghrib

    BalasHapus
  7. Matur nuwun sanget nggih mbah. Wedaran bakda maghrib

    BalasHapus
  8. Matur nuwun sanget nggih mbah. Wedaran bakda maghrib

    BalasHapus
  9. Alhandulillah ,,,, malem minggu nyambangi taman bacaan sudah ada wedaran ... matur nuwun sanget Mbah Man ... sedeeep ,,,

    BalasHapus
  10. Matur nuwun mbah wedaran hari ini

    BalasHapus
  11. Waduh.... ketinggalan spur. Matur nuwun Mbah_Man.

    BalasHapus
  12. Maturnuwun Mbah_man.......manteeep...

    BalasHapus
  13. Terima kasih Mbah Man.....acung jempol !!!

    BalasHapus
  14. Semangat pagi....olah raga jari-jari perlu sekali karena didunia Maya, jari-jari harus selalu sehat dari kelingking sampai jempol..karena hukum dunia Maya "Jari-jarimu yang akan mencekekmu" berbeda hukum didunia nyata "mulutmu harimaumu"...

    Bukan begitu Ki Gede??..tidak usah ragu dengan bisikan itu, percayalah mereka adalah "Mataram Lima" kode sandinya...oh begitu...begitu seru Ki Gede jadi mereka itu sama dengan tokoh tokoh Pandawa Lima....begitulah....dan yang selalu diam itu namanya Bimakah???....bukan..bukan...itu Ki Bango Lamatan pelindung olang olangan sawah dari saran tumbak dan panah prajurit Mongol.....oh!!! begitu baiklah aku percaya seru Ki Gede...tapi agar Ki Gede lebih percaya lagi pakailah helm ber SNI..untuk amannya....bukan begitu Ki Gede...

    BalasHapus
    Balasan
    1. tidak lupa pula memakai jaket anti air dan anti api.... untuk menahan aji sasra dahana dan aji segara muntab....

      Hapus
    2. Wah kalau pakai jaket anti air dan anti api...ga bisa bikin kopi dong.....hehehe

      Hapus
  15. Sebentar lgi jga muncul tokoh perpaduan pengging dg gunung kidul....anak MJ - RW

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ki Gedekah??...mas aryo..

      Share info surat terbuka untuk Pak Presiden yang jadi viral....


      Salam,Pak Jok.
      Hari ini saya mengikuti perkembangan
      Pilkada 2017, kami atas nama rakyat senang
      atas adanya pilkada ini karna kami bisa libur
      kerja dan leyeh leyeh dirumah. Sehubungan
      beredarnya issue putaran ke 2 pilkada
      Jakarta,kami mau nanya,apa nanti kita
      Libur lagi pak?Jika libur lagi,kami rakyat
      jelata siap mendukung.utk pilkada sampai
      10 putaran.

      Demikian surat terbuka ini pak.

      Salam,
      Rakyat Indonesia

      Hehehe....mari kita sikapi dengan memakai helm...

      Hapus
    2. Ki Adiwa Swarna, apa ga mumet kalau sampai muter sepuluh kali? Dua putaran sajalah, cukup. Lha wong kuatnya mung pindo. Hehehe perlu helm juga nih.

      Hapus
    3. Ki Adiwa Swarna, apa ga mumet kalau sampai muter sepuluh kali? Dua putaran sajalah, cukup. Lha wong kuatnya mung pindo. Hehehe perlu helm juga nih.

      Hapus
    4. bener Ki Zen... moco komen dobel2 terus wae wes mumet... opo maneh dobel ping 10

      Hapus
    5. Jangan dibikin mumet Ki Zaini...santai aja sambil leyeh-leyeh kalimat ini yang bikin adem....hehehe

      Ojo lali ngango helm....contoh pembalap motor pakai helmnya double dikepala dan di dengkul yang wajib dilindungi...karena kadang-kadang dan juga kata orang yang Gede Ambek kalau lagi marah-marah "otak ditaruh didengkul"....kalau tawuran kepala ditutupi helm, makanya otaknya pindah kedengkul...hehehe...guyonan sore Ki..sambil nunggu Bab 10 😆😆

      Hapus
  16. Matur nuwun Mbah Man, ternyata kemarin ada wedaran .....

    BalasHapus
  17. Matur-nuwun mBah-Man, ada Wedaran kemarin....

    BalasHapus
  18. Matur-nuwun mBah-Man, ada Wedaran kemarin....

    BalasHapus
  19. Sugeng ndalu sedanten .... Minggu malem nyambangi taman bacaan sambil bawa termos isi kopi jahe panassss ... tambah wajik temen ngopi .... stand by di taman bacaan sapa tahu ada yang mampir bawa gudeg ....hehehehe ...

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.