Kalau saja Ki Gede tidak
menguatkan hatinya, tentu dia sudah berteriak ketakutan melihat raut wajah
orang yang berada di sebelahnya itu. Seraut wajah yang rata, tidak tampak adanya sepasang
mata, hidung atau pun mulut. Seraut wajah yang benar-benar tampak mengerikan.
Namun Ki Gede bukanlah anak
kemarin sore yang ketakutan seperti melihat orang-orangan pengusir burung di
sawah. Menurut dugaannya, orang itu pasti menggunakan sejenis topeng tipis dari
kulit binatang yang disamak dengan halus sehingga terlihat seperti kulit wajah
manusia. Berpikir sampai disitu, dengan mengendapkan hatinya yang sempat
bergejolak, Ki Gede pun segera bergerak meraih topeng yang menutupi wajah orang
itu.
Namun sebelum tangan Ki Gede
sempat meraih wajah orang itu, tiba-tiba saja dirasakan sekujur tubuhnya
menjadi lemas tak bertenaga. Tulang-belulangnya pun bagaikan terlepas dari persendian. Bersamaan
dengan itu, terasa telapak tangan orang bertopeng itu mengusap tengkuknya.
Sejenak kemudian, Ki Gede
merasakan kantuk yang luar biasa beratnya dan tak tertahankan.. Namun sebelum
Ki Gede jatuh tertidur, terdengar orang bertopeng itu membisikkan sesuatu di
telinganya.
Demikianlah akhirnya, Ki
Gede yang telah siuman dari pingsannya itu telah tak sadarkan kembali, namun
kali ini Ki Gede merasakan ketenangan yang luar biasa dalam tidurnya.
Ketika Ki Gede kemudian
terbangun dari tidur nyenyaknya, dia mendapatkan dirinya sedang terbaring di
bawah sebatang pohon disebelah perigi.
“He?” desis Ki Gede sambil bangkit
dan bertelekan pada kedua tangannya, “Di mana aku? Apa sebenarnya yang telah
terjadi?”
Perlahan-lahan Ki Gede
mencoba merangkai ingatannya kembali. Segera saja ingatan Ki Gede tertuju pada
seraut wajah yang mengerikan, wajah yang tampak rata tak berbentuk bagaikan
sebuah dinding batu saja.
“Mengapa orang bertopeng itu
membawaku kemari?” bertanya Ki Gede dalam hati sambil memperbaiki duduknya, “Orang
yang aneh, namun kesaktiannya benar-benar ngedab-edabi,” Ki Gede berhenti
berangan-angan sejenak. Kemudian lanjutnya, “Atau aku saja yang terlalu malas
untuk mendalami Aji Cunda Manik?”
Berpikir sampai disitu,
tiba-tiba saja terbesit niat di dalam hati Ki Gede untuk menjalani laku yang
sudah ditentukan dalam menyempurnakan puncak ilmunya.
“Namun guru sudah lama meninggal,”
kembali Ki Gede berangan-angan, “Aku tidak berani menjalani laku terakhir itu
tanpa bimbingan seorang guru.”
Niat yang sudah menggebu-gebu
di dalam hatinya itu tiba-tiba saja surut kembali bagaikan sinar sebuah dlupak yang
kehabisan minyak.
“Ah, sudahlah,” desah Ki
Gede kemudian, “Itu akan aku pikirkan kemudian. Kelihatannya sekarang sudah
mendekati waktu sepi uwong. Aku telah berjanji dengan Ki Jagabaya untuk bertemu
di banjar.”
Sambil berpegangan pada
sebatang pohon sawo kecik di sebelahnya, Ki Gede pun kemudian mencoba untuk bangkit.
Diedarkan pandangan matanya ke sekelilingnya sambil mengibas-kibaskan kain
panjangnya yang menjadi sedikit kotor. Hujan memang telah berhenti sejak sore
tadi, namun tanah tempat ki Gede terbaring masih terasa basah.
“Hem,” desah Ki Gede sambil mengamat-amati
lampu dlupak yang disangkutkan di teririsan. Tampak beberapa orang pengawal
sedang tidur silang melintang. Bahkan ada yang bersandaran tiang di teritisan
itu.
“Banjar padukuhan Klangon,”
desis Ki Gede dalam hati dengan jantung yang berdebaran begitu mengenali tempat
itu, “Para pengawal itu seharusnya berjaga-jaga, namun mengapa mereka justru
telah tertidur?”
Dengan tetap tidak
meninggalkan kewaspadaan, ki Gede pun mulai melangkahkan kakinya menuju banjar
padukuhan.
“Mereka tidur dalam keadaan
tidak sewajarnya,” kembali Ki Gede berkata dalam hati begitu dia sampai di
dekat teritisan, “Sebaiknya aku tidak perlu mengusik mereka. Aku akan masuk dan
menemui kelima perantau itu.”
Dengan sedikit bergegas Ki
Gede pun segera membuka pintu butulan dan melangkahkan kakinya memasuki dapur.
Di dalam dapur itu ternyata
tidak ada sebuah dlupak pun yang menyala sehingga suasana benar-benar gelap. Untunglah
Ki Gede bukan orang kebanyakan. Dengan mengerahkan kemampuannya untuk
mempertajam pandangan matanya, Ki Gede pun tidak mengalami kesulitan sedikit
pun untuk melintasi dapur dan menuju ke ruang tengah.
Begitu Ki Gede membuka pintu
yang menghubungkan dapur dengan ruang tengah, sepercik sinar segera saja menyambarnya.
Ternyata di ruang tengah itu ada sebuah dlupak yang di letakkan di ajug-ajug. Walaupun
sinarnya tidak begitu terang, namun sudah cukup untuk menerangi ruang tengah
yang cukup luas itu.
Demikian Ki Gede melangkah
memasuki ruang tengah, lamat-lamat dia
mendengar suara orang yang sedang bercakap-cakap.
“Mereka agaknya di
pringgitan,” berkata Ki Gede dalam hati sambil mengayunkan langkahnya.
Namun tiba-tiba saja sebuah
keragu-raguan telah menyelinap di
hatinya sehingga ki Gede telah menghentikan langkahnya.
“Bagaimana jika orang
bertopeng itu sengaja menjebakku?” pertanyaan itu telah berputar-putar di benak
Ki Gede.
Memang sebelum jatuh
tertidur beberapa saat tadi, Ki Gede sempat mendengar bisikan orang bertopeng
itu di telinganya, “Bergabunglah dengan kelima orang di banjar itu, Ki Gede. Sesungguhnya
mereka orang-orang yang dapat dipercaya.”
Pesan singkat itu memang
sangat jelas. Namun tidak menutup kemungkinan jika yang terjadi kemudian adalah
justru sebaliknya. Mereka adalah para pengikut Trah Sekar Seda Lepen, atau
bahkan salah satu dari mereka adalah Raden Wirasena sendiri.
Alhamdulillah..... matur suwun sanget Mbah Man.... Barakallah ...
BalasHapusAllhamdullilah Mbah Man sehat wal'afiat....matur nuwun sanget Mbah Man 🙏🙏
BalasHapusTernyata Ki Gede terkejut melihat topeng, ya begitulah ulah Ki Tanu Metir itu...hehehe
Ki Gede memang tidak pernah takut melihat orang-orangan sawah...tapi kalau kumpeni sangat takut sekali, apalagi dengan petani daerah Sukowati...makanya setiap ketemu para petani kumpeni selalu meng-har-dik..."Hei!!...kowe orang apa orang-orangan sawah ta bedil kowe"....
sedikit koreksi ki lurah....
Hapus"Hei!!...kowe olang apa olang-olangan sawah ta bedil kowe"..
Itu yang ngomong kumpeni ireng sejenis bangsa dewek..dan yang meng-dik-har dengan gaya bahasa "kowe olang atau olang olangan sawah"... itu tentara dari Mongol waktu nyerbu Majapahit..dan Raden Mas Aryo Surengpati belum lahir...hehehe
HapusBakda maghrib sambang padepokan, ternyata sudah ada satu rontal jatuh.
BalasHapusMatur suwun Panembahan
Ki P Satpam diisengi mas aryo....karena bawa muatan ke gandhok GS tidak ngetwuit....tuit...tuit....lagi hehehe
HapusBakda maghrib sambang padepokan, ternyata sudah ada satu rontal jatuh.
BalasHapusMatur suwun Panembahan
Suwun mbah man,
BalasHapusMatur nuwun mbah Man
BalasHapuswayah sepi uwong sambang padepokan, ternyata masih satu rontal yg jatuh.
BalasHapusMatur suwun Panembahan
Matur nuwun sanget nggih mbah. Wedaran bakda maghrib
BalasHapusMatur nuwun sanget nggih mbah. Wedaran bakda maghrib
BalasHapusMatur nuwun sanget nggih mbah. Wedaran bakda maghrib
BalasHapusAlhandulillah ,,,, malem minggu nyambangi taman bacaan sudah ada wedaran ... matur nuwun sanget Mbah Man ... sedeeep ,,,
BalasHapusMatur nuwun mbah wedaran hari ini
BalasHapusWaduh.... ketinggalan spur. Matur nuwun Mbah_Man.
BalasHapusMaturnuwun Mbah_man.......manteeep...
BalasHapusTerima kasih Mbah Man.....acung jempol !!!
BalasHapusSemangat pagi....olah raga jari-jari perlu sekali karena didunia Maya, jari-jari harus selalu sehat dari kelingking sampai jempol..karena hukum dunia Maya "Jari-jarimu yang akan mencekekmu" berbeda hukum didunia nyata "mulutmu harimaumu"...
BalasHapusBukan begitu Ki Gede??..tidak usah ragu dengan bisikan itu, percayalah mereka adalah "Mataram Lima" kode sandinya...oh begitu...begitu seru Ki Gede jadi mereka itu sama dengan tokoh tokoh Pandawa Lima....begitulah....dan yang selalu diam itu namanya Bimakah???....bukan..bukan...itu Ki Bango Lamatan pelindung olang olangan sawah dari saran tumbak dan panah prajurit Mongol.....oh!!! begitu baiklah aku percaya seru Ki Gede...tapi agar Ki Gede lebih percaya lagi pakailah helm ber SNI..untuk amannya....bukan begitu Ki Gede...
tidak lupa pula memakai jaket anti air dan anti api.... untuk menahan aji sasra dahana dan aji segara muntab....
HapusWah kalau pakai jaket anti air dan anti api...ga bisa bikin kopi dong.....hehehe
HapusSebentar lgi jga muncul tokoh perpaduan pengging dg gunung kidul....anak MJ - RW
BalasHapusKi Gedekah??...mas aryo..
HapusShare info surat terbuka untuk Pak Presiden yang jadi viral....
Salam,Pak Jok.
Hari ini saya mengikuti perkembangan
Pilkada 2017, kami atas nama rakyat senang
atas adanya pilkada ini karna kami bisa libur
kerja dan leyeh leyeh dirumah. Sehubungan
beredarnya issue putaran ke 2 pilkada
Jakarta,kami mau nanya,apa nanti kita
Libur lagi pak?Jika libur lagi,kami rakyat
jelata siap mendukung.utk pilkada sampai
10 putaran.
Demikian surat terbuka ini pak.
Salam,
Rakyat Indonesia
Hehehe....mari kita sikapi dengan memakai helm...
Ki Adiwa Swarna, apa ga mumet kalau sampai muter sepuluh kali? Dua putaran sajalah, cukup. Lha wong kuatnya mung pindo. Hehehe perlu helm juga nih.
HapusKi Adiwa Swarna, apa ga mumet kalau sampai muter sepuluh kali? Dua putaran sajalah, cukup. Lha wong kuatnya mung pindo. Hehehe perlu helm juga nih.
Hapusbener Ki Zen... moco komen dobel2 terus wae wes mumet... opo maneh dobel ping 10
Hapusaq wes gawe helm kok Ki Lurah
HapusJangan dibikin mumet Ki Zaini...santai aja sambil leyeh-leyeh kalimat ini yang bikin adem....hehehe
HapusOjo lali ngango helm....contoh pembalap motor pakai helmnya double dikepala dan di dengkul yang wajib dilindungi...karena kadang-kadang dan juga kata orang yang Gede Ambek kalau lagi marah-marah "otak ditaruh didengkul"....kalau tawuran kepala ditutupi helm, makanya otaknya pindah kedengkul...hehehe...guyonan sore Ki..sambil nunggu Bab 10 😆😆
Matur nuwun Mbah Man, ternyata kemarin ada wedaran .....
BalasHapusMatur-nuwun mBah-Man, ada Wedaran kemarin....
BalasHapusMatur-nuwun mBah-Man, ada Wedaran kemarin....
BalasHapusMantap . .
BalasHapusSugeng ndalu sedanten .... Minggu malem nyambangi taman bacaan sambil bawa termos isi kopi jahe panassss ... tambah wajik temen ngopi .... stand by di taman bacaan sapa tahu ada yang mampir bawa gudeg ....hehehehe ...
BalasHapusMinggu wingi 4 rontal
BalasHapusTerima Kasih Mbah Man
BalasHapus