Namun ketika lamat-lamat Ki
Gede mendengar suara tawa Ki Jagabaya, keragu-raguan itu pun segera sirna bagaikan
kabut dini hari yang tertimpa sinar
Matahari pagi.
“Agaknya Ki Jagabaya mulai
akrab dengan mereka,” berkata Ki Gede dalam hati sambil mengayunkan langkahnya
kembali, “Persoalan yang sedang bergolak di Perdikan Matesih harus segera
dituntaskan.”
Demikianlah, Ki Gede segera
membuang jauh-jauh semua keraguan yang membelit hatinya. Dengan langkah mantap
Ki Gede pun menuju ke pringgitan.
Dalam pada itu, ketika malam telah melewati
sepi uwong dan hampir mencapai tengah malam, tampak seseorang yang berwajah keras,
sekeras batu-batu padas di gerojogan sedang berjalan mendekati pintu
gerbang Tanah Perdikan Matesih.
Beberapa pengawal yang
sedang berjaga segera berloncatan ke tengah-tengah pintu gerbang begitu melihat bayangan seseorang yang berjalan menuju ke arah mereka.
“Siapa?” bertanya salah
seorang pengawal sambil mengamat-amati wajah keras itu di bawah siraman oncor
yang tersangkut di pojok atas gerbang.
“Aku,” terdengar suara parau
mirip suara burung gagak, “Apakah mata kalian sudah lamur sehingga tidak
mengenali aku lagi?”
“O, maafkan kami Ki Lurah,”
jawab salah satu pengawal itu sambil memberi isyarat kawan-kawannya untuk
memberi jalan, “Sesuai pesan Raden Mas Harya Surengpati, kita diperintahkan
untuk meningkatkan kewaspadaan. Berita terbunuhnya seseorang yang diduga telik sandi dari
Mataram di dukuh Klangon sore tadi telah sampai kemari.”
Ki Lurah menarik nafas
dalam-dalam sambil mengangguk-angguk. Katanya kemudian, “Aku tadi sempat
singgah di padukuhan Klangon dan telah mendapat laporan dari Ki Dukuh,” Ki
Lurah berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Aku akan menghadap Raden Mas Harya
Surengpati malam ini. Ada sesuatu hal yang
sangat penting yang ingin aku laporkan.”
Para pengawal itu sejenak
saling berpandangan. Ada keinginan untuk menanyakan berita apakah yang dibawa oleh Ki Lurah itu? Namun ternyata pertanyaan itu hanya mereka simpan di dalam hati saja.
“Marilah,” berkata Ki Lurah
kemudian begitu melihat para pengawal itu hanya berdiri termangu-mangu.
Lanjutnya kemudian sambil melangkah, “Berhati-hatilah terhadap segala
kemungkinan yang dapat terjadi. Agaknya Mataram sudah mulai mencium gerakan
kita.”
“Baik Ki Lurah,” hampir
bersamaan mereka menjawab.
“Apakah Ki Lurah tidak memerlukan
kawan?” tiba-tiba salah seorang pengawal itu menyelutuk.
Ki Lurah yang sudah
mengayunkan langkahnya itu berhenti sejenak. Sambil memandang wajah pengawal
itu Ki Lurah tertawa pendek. Jawabnya kemudian, “Aku tahu maksudmu.
Bukankah jalan menuju rumah yang
ditempati Raden Mas Harya Surengpati ini melewati rumahmu?”
“Ah,” terdengar gelak tawa
kawan-kawannya, namun dengan cepat pengawal itu menyahut, “Barangkali Ki Lurah
memerlukan kawan untuk berbincang sekalian menjaga segala kemungkinan di perjalanan?”
“Terima kasih, aku dapat
menjaga diriku sendiri,” jawab Ki Lurah sambil kembali mengayunkan langkahnya
meninggalkan tempat itu.
Demikianlah, sejenak
kemudian Ki Lurah telah berjalan menyusuri lorong-lorong jalan yang telah sepi.
Ki Lurah harus melewati padukuhan kecil
yang merupakan bagian dari Tanah Perdikan Matesih yang luas sebelum memasuki
padukuhan induk. Antara padukuhan kecil dengan padukuhan induk itu dihubungkan
dengan sebuah bulak yang tidak begitu panjang.
Ketika rumah terakhir telah dilewatinya, kini di hadapan ki Lurah terhampar tanah pesawahan yang cukup
luas. Di tengah-tengah tanah pesawahan itu tampak jalur jalan yang menjelujur
dalam keremangan malam.
Tiba-tiba dada Ki Lurah
berdesir tajam. Sebagai orang yang telah kenyang malang-melintang dalam dunia
kekerasan, hatinya seolah-olah telah menerima isyarat tentang bahaya yang mungkin sedang menghadang di depannya.
“Persetan!” geram Ki Lurah
mengeraskan hatinya, “Aku bukan anak kemarin sore yang baru belajar
loncat-loncatan dalam olah kanuragan. Siapa yang tidak mengenal gegedug dari
dukuh Salam? Baru menyebut namanya saja orang-orang sudah mati berdiri.”
Dengan berbekal keyakinan
itulah, Ki Lurah pun kemudian meneruskan langkahnya menyusuri jalur jalan yang
terlihat sangat sepi dan mendebarkan.
Ketika Ki Lurah baru saja
menempuh perjalanan beberapa tombak jauhnya, firasatnya mengatakan bahwa ada
seseorang yang sedang mengikuti perjalanannya.
Dengan cepat Ki Lurah
berpaling ke belakang. Namun tidak tampak sesuatu pun di belakangnya selain
kegelapan malam. Dicobanya mengerahkan kemampuan untuk mempertajam
penglihatannya. Namun Ki Lurah benar-benar tidak melihat apapun kecuali hanya
kegelapan.
“Gila!” geram ki Lurah
sambil mengayunkan langkahnya kembali, “Mengapa aku sekarang ini menjadi seorang
pengecut?”
Dengan tanpa meninggalkan
kewaspadaan, Ki Lurah kembali berjalan menyusuri jalur jalan yang terasa sangat
ngelangut dan sepi.
Wayah drakula temawon wonten wedaran....
BalasHapusmatur nuwun...
mugi Mbah Man terus sehat....
Matur Nuwun sanget Mbah Man, saged kangge obat kangen
HapusAlhamdulillah....
BalasHapusPas... tepat saatnya. Matur nuwun Mbah_Man.
BalasHapusPas...tepat saatnya...
Hapuswayah bisik-bisik suami istri...dan rontal turun sehingga membuat bisik-bisik hilang dan terjadi kegaduhan ..."tolong nyalakan lampu kembali" ono opo mas...ono opo mas...diam!!...ono rontal tauuuu....oohhh seru si istri...aku ikutan moco yo mas....
Matur nuwun sanget Mbah Man .... ronda mampir taman bacaan malah dapet wedaran ... Alhamdulillah ... semoga Mbah Man sekeluarga sehat terussss .....
BalasHapusmatur nuwun mbah Man wedaranipun
BalasHapusmugi mbah Man pinaringan sehat wal'afiat, ugi canmen ing padepokan
Matur nuwun mbah_man..... Alhamdulillah... isuk isuk oleh rontal...
BalasHapusHadir, Ahad malam Senin sepi bocah ada wedaran, matur nuwun Mbah Man ..... tetap semangat !
BalasHapusAhhh...I don't like monday....i don't like monday....
BalasHapustapi keragu raguan itupun segera sirna bagaikan kabut dini hari yang tertimpa sinar matahari pagi ....
I like monday and I like money...work..work...suara sepatu kuda
Matur nuwun sanget Mbah Man 🙏 semoga selalu diberikan kesehatan...aamiin.
i want momday
BalasHapusTerjemahan bebas dan sebebas bebasnya...."saya ingin hari ibu"....hehehe
HapusSaya ikut ya Mom ...
HapusMatur-nuwun mBah-Man, atas wedarannya. sehat selalu,juga wifinya.
BalasHapusMatur-nuwun mBah-Man, atas wedarannya. sehat selalu,juga wifinya.... nek wifine ge trouble, saged nonggo koq ki
HapusMatur nuwun mbah
BalasHapusWeleh2 wedarane kok mbarengi gendruwo pringisane Mas Satpam
BalasHapusJam sepuluh inguk2 taman durung ana wedaran ee tibakeee
Matur nuwun sanget mbah Man.
Weleh2 wedarane kok mbarengi gendruwo pringisane Mas Satpam
BalasHapusJam sepuluh inguk2 taman durung ana wedaran ee tibakeee
Matur nuwun sanget mbah Man.
Terima Kasih Mbah Man
BalasHapus