Selasa, 21 Februari 2017

STSD 02_12

Dengan langkah lebar  namun terlihat  ringan, orang tinggi besar itu segera meloncati parit dan kemudian menyusuri pematang. Batang-batang padi memang belum ditanam karena hujan memang baru turun sore tadi. Namun para petani telah menyiapkan tanah garapan mereka dengan sebaik-baiknya.

Beberapa saat kemudian,  orang itu telah mencapai pematang yang paling ujung dari tanah pesawahan yang luas itu. Kini di hadapannya terbentang tebing sebuah sungai yang tidak begitu curam. Dengan sangat cekatan dan terampil orang itu pun kemudian mulai menuruni tebing.

Sesampainya di tepian sungai, ternyata seseorang sedang menunggunya sambil duduk di atas sebuah batu.

“Engkau berhasil Ki Bango Lamatan?” bertanya orang itu sambil bangkit dari duduknya.

“Ya, Ki Gede,” jawab orang itu yang ternyata adalah Ki Bango Lamatan, “Orang ini akan sangat berbahaya jika sampai melaporkan kedatangan kami kepada orang yang menyebut dirinya Trah Sekar Seda Lepen itu.”

“Engkau benar Ki,” sahut Ki Gede memandang sesosok tubuh yang menggelantung di pundak Ki Bango Lamatan. Kemudian sambil melangkah mendekat, Ki Gede melanjutkan, “Marilah kita bawa orang ini ke Padukuhan induk Perdikan Matesih. Biarlah dia di tempatkan di salah satu bilik yang ada di gandhok kanan rumahku. Para pengawal akan menjaganya siang dan malam.”

Ki Bango Lamatan mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun beberapa saat kemudian kening Ki Bango Lamatan tampak berkerut merut. Bertanya Ki Bango lamatan kemudian, “Ki Gede, apakah para perangkat tanah Perdikan Matesih masih bisa dipercaya?”

Ki Gede menggeleng. Jawabnya kemudian, “Tidak semuanya bisa dipercaya. Untunglah keluargaku belum terpengaruh oleh rayuan Raden Mas Harya Surengpati. Namun untuk saat ini yang menjadi beban pikiranku justru Ratri, anak perempuanku satu-satunya.”

Ki Bango lamatan menarik nafas dalam-dalam. Beberapa saat tadi ketika Ki Gede telah bertemu dengan Ki Rangga dan kawan-kawan di banjar padukuhan Klangon, Ki Gede telah menyebut permasalahan yang sedang dialaminya itu. Salah satunya adalah hubungan yang sedang terjalin antara Ratri dengan Raden Mas Harya Surengpati itu.

“Dunia anak muda memang menggairahkan, apalagi kalau sudah menyangkut masalah asmara,” berkata Ki Bango Lamatan dalam hati. Walaupun Ki Bango Lamatan sendiri semasa mudanya tidak begitu tertarik dengan perempuan, namun di usianya yang sudah mendekati senja, hati Ki Bango Lamatan justru telah tertarik kepada seorang perempuan muda yang sangat cantik.

“Rara Anjani,” desah Ki Bango Lamatan dalam hati menyebut sebuah nama sambil menengadahkan wajahnya. Sekilas dipandanginya angan gelap yang masih bergelantungan di langit. Terbayang di rongga matanya seraut wajah perempuan muda  cantik jelita yang kini telah dipersunting oleh Pangeran Pati.

“Aku memang harus tahu diri,” berkata Ki Bango Lamatan kembali dalam hati, “Tidak sepantasnya aku memendam keinginan gila ini di dalam hatiku. Apa yang diajarkan oleh Ki Ajar Mintaraga beberapa saat yang lalu seharusnya telah mengendapkan hatiku ini dari segala keinginan duniawi.”

Ki Bango Lamatan menarik nafas panjang, panjang sekali. Kemudian dihembuskannya kuat-kuat melalui kedua lobang hidungnya. Seolah-olah ingin dibuangnya segala keinginan yang ngayawara itu bersama dengan hembusan nafasnya.

“Buwenging bawana gung mung kacekan lepasing wardaya,”  gumam Ki Bango Lamatan dalam hati sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Memang wejangan Ki Ajar Mintaraga itu sangat membekas di hatinya. Luasnya dunia ini sesungguhnya masih lebih luas dari  hati sanubari yang tak bertepi.

Sejenak kemudian mereka berdua telah menyusuri tepian sungai yang tidak begitu lebar. Keduanya berjalan sambil berdiam diri. Masing-masing sedang asyik tenggelam dalam dunia angan-angan.

Sambil mengayunkan langkahnya, beberapa kali Ki Gede menarik nafas dalam-dalam. Ingatannya kembali ke beberapa saat yang lalu ketika waktu sudah memasuki sirep uwong. Dengan berbekal keyakinan akan pesan singkat yang diterimanya dari orang bertopeng itu, Ki Gede pun tanpa ragu-ragu melangkahkan kakinya memasuki pringgitan.

“Silahkan Ki Gede,” sambut Ki Jagabaya pada saat itu sambil tersenyum dan bangkit berdiri. Orang-orang yang berada di ruangan itu pun ikut berdiri.

Sejenak kemudian, satu-persatu secara bergantian orang-orang yang hadir di ruangan itu menyalami Ki Gede. Sambutan yang ramah itu terasa menyejukkan hati Ki Gede yang pada awalnya sempat dihinggapi sepercik keragu-raguan.

“Ki Gede,” berkata Ki Jagabaya kemudian setelah semuanya kembali duduk melingkar di atas tikar pandan yang putih bersih, “Sebelumnya aku akan memperkenalkan para sahabat kita dari Prambanan ini.”

Mendengar Ki Jagabaya menyebut Prambanan, tampak kening Ki Gede berkerut merut. Namun segera saja sebuah senyum menghiasi bibirnya begitu Ki Jagabaya meneruskan kata-katanya, “Setidaknya itulah pengakuan mereka, para perantau yang berasal dari daerah sekitar Prambanan.”

Ki Gede mengangguk-anggukkan kepalanya. Sementara Ki Rangga dan kawan-kawannya hanya dapat saling berpandangan sambil menahan nafas.


“Ki Gede,” berkata Ki Jagabaya selanjutnya, “Di sebelah kanan Ki Gede adalah Ki Waskita, kemudian Ki Sedayu, Ki Jayaraga, dan yang termuda diantara mereka bernama Glagah Putih. Sedangkan yang terakhir adalah Ki Bango Lamatan.”

30 komentar :

  1. Matur-nuwun mBah-Man, atas rontalipun.

    BalasHapus
  2. Matur nuwun mbah man wedarannya ditunggu doublelannya

    BalasHapus
  3. matur suwun...kirang 2 rontal lagi mBah....sumbangsih aksi 212

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sumbangsih aksi 212 dan telah dihadirkan STSD 212 klop...hehehe

      Hapus
  4. Ahh...ternyata Ki Bango Lamatan orang yang besar dan mempunyai langkah lebar namun terlihat ringan rupanya...tapi...tapi..Ki Bango Lamatan sepertinya sudah sangat akrab dengan Ki Gede....tapi lagi.. diujung halaman diperkenalkan kembali oleh Ki Jagabaya.....ah sudalah hujanpun sudah berhenti pula.....

    Matur nuwun sanget Mbah Man....

    BalasHapus
    Balasan
    1. "Rara Anjani" desah Ki Bango Lamatan...engkaulah guru yang mengajarkan aku pada sosok wanita, dan engkau pulalah yang telah membuka pliridan hatiku untuk mengenal cinta ...

      Hapus
    2. sepertinya dibuat scene terbalik....berawal dari akhir

      Hapus
    3. Jadi baca dari bawah keatas dan cara baca dari kanan kekiri....ujung ujungnya Ki Bango Lamatan yang dibisiki oleh Ki Lurah..."Tidurlah Ki Bango Lamatan dan bermimpilah bertemu Rara Anyani sebelum jadi putriman Ki RAS....tepatnya Ki Rangga Adiwa Swarna....hehehe...pasti ono sing jebreti lawang sangking nesune ..gayamu!!! ...mblayuuu

      Hapus
  5. Matur nuwun sanget mbah man wedaranipun .... banjir di rumah tp ada wedaran jadi buat temen bans ... mudah mudahan banjir wedaran juga

    BalasHapus
  6. Matur nuwun Mbah Man ..... “Buwenging bawana gung mung kacekan lepasing wardaya,” ..... tetap semangat !

    BalasHapus
  7. Alhamdulillah, buka pintu pringgitan....eh, ada rontal siap saji. Matur nuwuuun.... Mbah_Man.

    BalasHapus
  8. Ternyata Bango Lamatan dg aji panglimunannya.

    BalasHapus
  9. Ternyata Bango Lamatan dg aji panglimunannya.

    BalasHapus
  10. Ternyata Bango Lamatan dg aji panglimunannya.

    BalasHapus
  11. Tombo nenggo surute banjir di bekasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ikut prihatin semoga cepat surut nggih....

      Mungkin kalau nyoblos nomor loro " Ditanggung tidak banjir" sesuai slogan kampanyene....hehehe

      Hapus
  12. perasaan kok wes suwi ora krungu suarane MENTRIK neng padepokan iki.... opo podho wedi didadhekke putri triman....

    kalau memang iya... kulo pesen setunggal hehehe.....

    BalasHapus
  13. Mantab,,ditenggo lajenganipun,,matur suwun Mbah Man,

    BalasHapus
  14. Masih di STSD 0212 situasi damai dan kondusif. Matur nuwun Mbah_Man, situasi Mataram spt ini tidak lepas dari peran sampean.πŸ™πŸ™πŸ™

    BalasHapus
  15. Matur nuwun Mbah Man atas wedarannya

    BalasHapus
  16. coba 1 rontal/hari ..koyone gayeng tenan

    BalasHapus
    Balasan
    1. STSD 212 tayang tgl 21 Februari 2017
      STSD 213 akan tayang tgl 21 Maret 2017
      STSD 214 akan tayang tgl 21 April 2017

      Dst...

      Jadi pas 1 rontal/hari..hehehe

      Hapus
  17. “Dunia anak muda memang menggairahkan, apalagi kalau sudah menyangkut masalah asmara,” berkata Ki Bango Lamatan dalam hati. Walaupun Ki Bango Lamatan sendiri semasa mudanya tidak begitu tertarik dengan perempuan, namun di usianya yang sudah mendekati senja, hati Ki Bango Lamatan justru telah tertarik kepada seorang perempuan muda yang sangat cantik.

    “Raisa Andriana,” desah Ki Bango Lamatan dalam hati menyebut sebuah nama sambil menengadahkan wajahnya. Sekilas dipandanginya awan gelap yang masih bergelantungan di langit. Terbayang di rongga matanya seraut wajah perempuan muda cantik jelita bersuara merdu yang kini sedang manggung di festival Jazz Candi Pari Jenggala-Kahuripan.

    ngapunten Mbah....
    mblayu....πŸƒπŸƒπŸƒπŸƒ

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh Raisa aku raiso menggapaimu karena Hamish sudah ada disampingmu....hanya Pak Triman lah yang baik dan rela memberi putrinya padaku sebagai putri triman...

      Hapus
  18. Hadir 222, ini baru angka pilihan. Tetap semangat, juga tetap bersabar.

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.