Malam baru saja lewat sirep
bocah. Angin malam yang bertiup cukup keras telah menggugurkan daun-daun
kering pepohonan yang tumbuh di halaman istana Kepatihan. Di ruang dalam,
tampak lima orang sedang duduk terpekur menunggu titah Ki Patih Mandaraka.
Tidak ada seorang pun yang
berani membuka suara. Masing-masing sedang tenggelam dalam lamunan yang
mengasyikkan. Berbagai kenangan telah hilir mudik dalam benak mereka.
Satu-persatu kenangan itu bagaikan air hujan yang turun membasahi bukit-bukit
berbatu. Mengalir di sela-sela bebatuan susul menyusul saling berebut hingga akhirnya sampailah air itu di kaki
bukit kenangan mereka.
“Ki Rangga,” tiba-tiba
terdengar Ki Patih berkata membuyarkan lamunan mereka, “Bagaimanakah rencana Ki
Rangga selanjutnya sehubungan dengan lolosnya orang yang menyebut dirinya
Pangeran Ranapati itu.”
Ki Rangga Agung Sedayu
beringsut setapak ke depan sambil menyembah. Jawabnya kemudian, “Ampun Ki
Patih. Pangeran Ranapati telah lolos dari medan pertempuran lemah Cengkar
karena ditolong oleh Gurunya, Ki Singawana Sepuh. Menurut perkiraan hamba,
mereka kemungkinan besar telah pulang ke Kademangan Cepaga. Hamba mempunyai
rencana untuk menyusul mereka.”
Untuk beberapa saat Ki Patih
termenung. Ingatannya kembali ke masa puluhan tahun yang silam ketika seorang
pemuda yang bernama Jaka Suta bersama Pamannya singgah di padepokan Selagilang,
di lereng utara gunung Merapi.
Sejenak suasana kembali
sepi. Ki Patih sedang terbawa kenangan sewaktu Panembahan Senapati masih muda
dan lebih dikenal dengan nama Raden Sutawijaya.
“Tugas untuk melacak
keberadaan pangeran Ranapati itu masih tetap berada di pundakmu, Ki Rangga,”
berkata Ki Patih kemudian memecah kesunyian, “Namun yang perlu engkau waspadai,
Ki Ageng Selagilang atau yang lebih dikenal dengan nama Ki Singawana Sepuh,
tentu akan melindungi orang yang sudah dianggap seperti cucunya sendiri itu. Ki
Ageng Selagilang mempunyai ketinggian ilmu yang tak terukur. Engkau harus
benar-benar siap lahir maupun batin jika ingin berurusan dengannya lagi,” Ki
Patih berhenti sejenak. Setelah menarik nafas panjang Ki Patih melanjutkan,
“Tidak menutup kemungkinan jika Ranapati masih dapat bertahan dan selamat, dia akan
menyusun kekuatan lagi dengan mempengaruhi dan bergabung dengan para Adipati di
pesisir yang sekarang ditengarai sedang bergolak.”
Ki Rangga tidak menjawab.
Hanya kepalanya saja yang tampak terangguk dalam-dalam.
“Nah, Ki Rangga. Untuk
sementara persoalan Ranapati itu kita kesampingkan dulu sambil menunggu
perkembangan dari para petugas sandi. Mereka telah disebar untuk memantau
keberadaan Ranapati.”
Mereka yang hadir di ruang
dalam Kepatihan itu hanya dapat mengangguk-angguk tanpa mengucapkan sepatah
katapun.
“Sekarang aku akan
menyampaikan sesuatu hal tentang Kademangan Sangkal Putung,” berkata Ki Patih
kemudian sambil membetulkan letak duduknya.
Ki Rangga yang mendengar
Kademangan Sangkal Putung disebut, tanpa sadar telah mengangkat wajahnya. Namun
begitu disadari Ki Patih sedang memandang ke arahnya, dengan cepat segera ditundukkan
kembali wajahnya.
"Mataram sedang
mempersiapkan serat kekancingan bagi Kademangan Sangkal Putung,” berkata Ki
Patih selanjutnya, “Ki Swandaru telah berjasa ikut menjaga kedaulatan Mataram
dari tangan-tangan segolongan orang yang tidak bertanggung jawab. Bentuk penghargaan
itu sedang dipikirkan. Mungkin kademangan Sangkal Putung akan ditingkatkan
kedudukannya menjadi sebuah tanah Perdikan yang tidak mempunyai kewajiban
membayar upeti, namun kewajiban untuk tunduk dan patuh kepada Mataram tetap
ada.”
Berdesir jantung orang-orang
yang hadir di ruang dalam Kepatihan itu. Selama ini Ki Demang Sangkal Putung dalam tugas sehari-hari telah diambil alih oleh Ki
Swandaru karena kesehatan ki Demang yang sudah menurun serta usianya yang sudah
sedemikian sepuh. Sepeninggal Ki Swandaru, Kademangan Sangkal Putung harus
segera menunjuk seseorang untuk membantu tugas Ki Demang atau bahkan sekalian mengangkat
seorang Pemangku sementara untuk menjalankan tugas sehari-hari sampai saatnya
nanti Ki Demang mengundurkan diri.
“Apakah Kademangan Sangkal
Putung sudah memutuskan siapa Pemangku sementara untuk membantu Ki Demang yang
sudah tua dan sakit-sakitan itu?” tiba-tiba Ki Patih bertanya seolah-olah
mengerti apa yang sedang mereka pikirkan.
Orang-orang yang hadir di
ruang dalam Kepatihan itu untuk sejenak saling berpandangan. Ki Rangga lah yang
akhirnya menjawab, “Ampun Ki Patih, beberapa saat yang lalu Pandan Wangi telah
menyampaikan rencananya kepada hamba. Bayu Swandana anak laki-laki satu-satunya
Ki Swandaru rencananya akan dibesarkan oleh ibunya di Tanah Perdikan Menoreh.”
Ki Patih mengerutkan
keningnya dalam-dalam. Sambil berpaling ke arah Ki Rangga, Ki Patih pun
bertanya, “Mengapa Pandan Wangi memilih pulang ke Tanah Perdikan Menoreh?”
Ki Rangga yang melihat Ki
Patih telah berpaling ke arahnya segera menyembah sambil menjawab, “Mohon ampun
Ki Patih. Hamba telah memberikan beberapa pertimbangan kepadanya, namun Pandan
Wangi lebih memilih untuk pulang ke Menoreh.”
Kembali Ki Patih mengerutkan
keningnya. Sebagai seorang yang telah kenyang makan asam garamnya kehidupan, Ki
Patih segera maklum apa yang dimaksud oleh Ki Rangga.. Katanya kemudian sambil
menghela nafas panjang, “Ya, aku bisa memaklumi sikap Pandan Wangi. Sepeninggal
suaminya, Pandan Wangi tentu merasa lebih tenang membesarkan anaknya di tanah
kelahirannya sendiri. Sementara di Menoreh, Ki Argapati pun juga memerlukan
pendamping untuk menjalankan tugasnya sehari-hari.”
Orang-orang yang hadir di
ruangan itu kembali mengangguk-angguk. Agaknya Tanah Perdikan Menoreh juga
mempunyai persoalan yang sama dengan Kademangan Sangkal Putung. Sampai akhir
hayatnya pun Ki Swandaru sebagai anak menantu Ki Argapati dan sekaligus pewaris
satu-satunya Tanah Perdikan Menoreh,
sama sekali belum menyentuh tanah kelahiran istrinya itu.
Matur nuwyn mbah. Babak baru kehidupan orang2 disekitar RAS sdh dimulai
BalasHapusMaturnuwun Mbah Man . . . .
BalasHapusMasukkan komentar Anda...top markotop, lg jalan ke tanah borneo lgsngvdpt wedaran...
BalasHapusHadir, matur nuwun Ki Haji Panembahan Mandaraka, STSD 1 telah lauching ..... tetap semangat !
BalasHapusMasukkan komentar Anda...
BalasHapusMatur-nuwun mBah-Man, atas Wedaran pertama STSD...mugi'' sehat,lancar sedoyonipun. Aamiim.
dari tulisan awal mbahman...sepertinya akan banyak persoalan di tanah perdikan menoreh dan sangkal putung, tentunya akan menyeret ke RAS dalam persoalan ini, akan seru sekali, di menoreh masih ada Argajaya ,Prastawa dan keturunannya....api membakar lagi apakah di menoreh, apakah disangkal putung, hanya Panembahan Mandaraka yang tau pasti....matur nuwun mbahman
BalasHapusNggih Ki Edy....Pusaran sengketa kekuasaan akan membuat tegang daiam serial STSD ini karena banyak melibatkan perseteruan Trah seperti Tran Sekar Seda Lepen vs Trah Mataram kemudian Trah Ki Swandaru vs Trah Sekar Mirah yang mana akan semangkin meruncing karena kenaikan status Kademangan Sangkal Putung jadi Tanah perdikan akan membangkitkan lagi gelora makar antara Argajaya vs Argapati yang dimasinisi oleh Ki Prastawa mungkin dalam hal ini yang paling damai masinis sepur kluthuk tidak mengikuti persaingan itu karena motonya ejes...ejes...ojo jajan..ojo jajan suatu ujud keprihatinan karena perseteruan ini diikuti juga oleh Argobromo vs Argolawu....hehehe....gojekan biar tegang.....
HapusMatur nuwun sanget Mbah Man...
makin penasaran dengan murid kanjeng sunan yang bernama ki TANPA ARAN, seperti diketahui kyai Tanu metir adalah ahlinya dalam menyamar menyembunyikan diri, dalam kitab SHM tidak ada saksi yang mendampingi kalau kyai TM meninggal, apakah ki Tanpa Aran itu adalah kyai Gringsing yang sekarang menjadi pengasuh Radenmas Rangsang ? dan yang tau sepertinya cuma kanjeng sunan dan Panembahan Mandaraka....karena sepak terjang ki RAS selalu di dipantau oleh Kanjeng Sunan,mangga mbah dibaba,biar cantrik mentrik Dong. Kyai Gringsing, Sukra alias Gatra Bumi.
BalasHapusWedaran perdana STSD. Matur nuwun mbah man.
BalasHapusMatur nuwun mbah_man... Edisi perdana...😂😂
BalasHapus....“Sekarang aku akan menyampaikan sesuatu hal tentang Kademangan Sangkal Putung,” ....
BalasHapus....Selama ini "teka teki" Mbah_Man selalu membuat
penasaran dan tidak dapat ditebak oleh para CA/MEN yang
paling pintar sekalipun....
Namun dari petikan pembicaraan di atas...terang benderang bahwa tidak seorangpun "yunior" Menoteh dan Sangkal Putung yang terlibat dalam penugasan khusus menengok Rara Anjani.....
...karena tugas itu telah dipercayakan kepada
1. RAS. selaku pimpinan rombongan
2. Ki Temanggung AW
3. Raden Mas A
4. Ki Lurah TT
5......... Ki DP sebenarnya menyatakan diri ingin ukut serta...tetapi karena belum saatnya mecungul...maka sedang dicarikan penggantinya......
Nyuwun sewu Mbah......mblayu.....ndelik uadoooh buaaanget....
Salam hormat untuk Mbah_Man , Ki Satpam dan para kadang sadaya...
Ki DP biar belum waktunya mengcungul tapi berhak mencungul walau sekedar ingak inguk karena ada hubungannya dengan jabang bayi yang yang dikandung Rara Anjani yang konon Raden Mas Rangsang ikhlas putranya di beri nama Raden Parikest.....sreet mblayuu...
Hapushehehe saya mengikuti saja ceritanya mbah man seperti apa ... luar biasa ceritanya penuh intrik yang bisa berkembang liar kesana kemari .... mbah man memang juaraaaaaa
HapusMatur nuwun sanget Mbah Man wedaran perdana seri baru STSD .... penasaran tingkat dewa .... dipun tenggo lanjutanipun Mbah ,,,,,
BalasHapussemangaaat lan sabaarrr
Matur nuwun Mbah_Man wedaran perdana STSD. Mugi Mbah_Man tansah sehat lan saged wedar lanjutanipun...
BalasHapusNuwun
Maturnuwun Mbah Man
BalasHapus