Berdesir jantung Pandan
Wangi mendengar Kanjeng Sunan mengulangi pertanyaannya. Dengan gemetar putri
satu-satu Ki Gede Menoreh itu pun segera menghaturkan sembah sambil menjawab,
“Mohon ampun Kanjeng Sunan. Sebenarnyalah apa yang sedang mereka perselisihkan
itu adalah masalah yang sangat pribadi. Hamba tidak berani mengungkapkannya
karena kedudukan hamba disini hanya sebagai saksi. Hamba mohon, sebaiknya
mereka berdua sajalah yang menjawab.”
Kembali Kanjeng Sunan
menarik nafas dalam-dalam. Pandangan matanya menatap lurus ke arah pintu
sanggar yang tertutup rapat. Beberapa saat tadi Ki Jayaraga dan muridnya
berusaha mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi di dalam sanggar. Namun
atas seijin Yang Maha Agung, doa Kanjeng Sunan telah dikabulkan sehingga Guru dan murid itu tidak mampu melihat apa
yang sebenarnya sedang terjadi di dalam sanggar.
“Nyi Pandan Wangi,” berkata
Kanjeng Sunan kemudian, “Seseorang yang sudah berani dengan penuh kesadarannya
untuk menyediakan diri sebagai saksi, harus berani mengungkapkan apa yang telah
disaksikannya dan diyakininya dengan apa adanya, tanpa terpengaruh oleh berbagai hal di sekelilingnya yang tidak
ada sangkut pautnya dengan apa yang disaksikannya,” Kanjeng Sunan berhenti
sejenak. Lanjutnya kemudian, “Sekali lagi aku ingin mengetahui, apakah yang
telah Nyi Pandan Wangi saksikan sehubungan dengan pertikaian antara Nyi Sekar
Mirah dan Ni Anjani?”
Untuk beberapa saat Pandan Wangi termenung. Ingatannya melayang ke beberapa saat yang lalu ketika
Sekar Mirah melangkah memasuki pintu sanggar.
“Nah, aku sudah menepati
janjiku untuk datang ke sanggar,” berkata Sekar Mirah begitu dia berdiri di
hadapan kedua perempuan itu, “Terserah kepada kalian. Apakah kalian akan
mengeroyokku ataukah kalian akan maju satu-persatu? Aku sama sekali tidak
berkeberatan.”
“Mirah!” tegur Pandan Wangi
dengan sedikit keras, “Jagalah ucapanmu. Aku berdiri di sini bermaksud untuk mendamaikan
kalian berdua, bukan justru sebaliknya. Permasalahan yang terjadi di antara
kalian masih bisa diselesaikan tanpa
melibatkan tajamnya ujung senjata. Marilah, kita duduk bersama dengan kepala
dingin dan hati yang ikhlas.”
“Tidak mbokayu,” jawab Sekar
Mirah dengan serta merta, “Permasalahan ini sudah menyinggung harga diri sebuah
keluarga. Keutuhan keluargaku sekarang ini sedang dipertaruhkan.”
“Aku juga berkeberatan,
mbokayu Pandan Wangi,” sergah Anjani cepat, “Aku sangat berkeberatan jika aku
dituduh telah mengganggu keluarga Ki Rangga AgungSedayu. Justru sekarang ini
kedudukanku adalah sebagai seorang tawanan, tawanan Ki Rangga Agung Sedayu.”
“Omong kosong!” bentak Sekar
Mirah. Wajahnya yang merah padam bertambah kelam, “Untuk apa suamiku menawanmu,
he?! Apakah engkau merasa terlalu cantik
sehingga suamiku telah merebutmu dari seseorang atau dari tangan calon suamimu
barangkali?!”
“Mirah..!” kembali Pandan
Wangi bersuara agak keras, “Dengarlah! Seperti yang sudah pernah aku sampaikan
kepadamu. Kakang Agung Sedayu memang sedikit banyak telah bercerita kepadaku tentang
Anjani sewaktu kami sedang bersiap menghadapi pasukan Panembahan Cahya Warastra
beberapa saat lalu di tepian kali Praga,” Pandan Wangi berhenti sejenak.
Kemudian lanjutnya, “Kakang Agung Sedayu memang pernah berperang tanding
melawan murid-murid Tal Pitu yang membalas dendam menuntut kematian guru
mereka. Mereka menuntut nyawa Ki Rangga
sebagai taruhannya. Sedangkan di pihak Ki Rangga, Anjani dijadikan sebagai taruhan jika Ki
Rangga dapat keluar sebagai pemenang. Tujuan sebenarnya dari Ki Rangga hanyalah
untuk membuat kedua murid Tal Pitu itu marah dan kehilangan penalaran, bukan
dengan tujuan yang sebenarnya. Namun karena ternyata Ki Rangga yang keluar
sebagai pemenang, maka apapun yang terjadi Ki Rangga harus menepati janjinya
untuk membawa Anjani ke Menoreh.”
“Sebentar mbokayu,” potong
Anjani sebelum Sekar Mirah sempat menanggapi kata-kata Pandan Wangi, “Aku bukan
menuntut janji Ki Rangga untuk membawaku ke Menoreh. Akan tetapi yang lebih
penting dari itu adalah, maksud yang sebenarnya di balik janji Ki Rangga untuk
membawaku ke Menoreh. Aku bukan sebuah barang yang sedemikian mudahnya dibawa
kesana-kemari kemudian untuk diletakkan di sembarang tempat. Aku adalah manusia
yang mempunyai harga diri dan nilai, walaupun mungkin orang-orang menilai diriku
tidak terlalu tinggi, namun aku tidak peduli. Yang aku tuntut adalah ketegasan
Ki Rangga, untuk tujuan apa sebenarnya aku ini dibawa ke Menoreh?”
Bagaikan bongkah-bongkah
batu padas yang berguguran dari puncak bukit, kata-kata Anjani itu pun satu-persatu
telah menghentak-hentak dada Sekar Mirah. Anak perempuan satu-satunya Ki Demang
Sangkal Putung itu pun sejenak bagaikan tersumbat jalan nafasnya. Dadanya
bergelombang naik turun namun alangkah sulitnya bagi Sekar Mirah hanya untuk sekedar
menarik nafas. Pandang matanya memerah darah, sementara tangan kanannya yang
menggenggam tongkat baja putihnya telah bergetar dahsyat menahan kemarahan yang
telah mencapai ubun-ubun.
“Apakah yang sedang engkau
pikirkan, Nyi Pandan Wangi?” tiba-tiba pertanyaan Kanjeng Sunan telah menyadarkan
Pandan Wangi dari lamunannya, “Katakanlah kebenaran itu walaupun pahit. Aku sengaja
tidak ingin bertanya kepada kedua perempuan ini yang nalar mereka untuk
sementara masih buram dan diliputi oleh kemarahan. Aku bertanya kepadamu karena
aku ingin mengetahui sisi yang sebenarnya
dari permasalahan ini.”
“Ampun Kanjeng Sunan,”
akhirnya Pandan Wangi sudah tidak dapat mengelak lagi, “Permasalahan yang
sebenarnya bersumber pada diri Ki Rangga Agung Sedayu. Sekar Mirah dan Anjani
telah membuat penilaian terhadap Ki Rangga menurut pandangan dan kepentingan
masing-masing. Menurut hemat hamba, untuk menyelesaikan permasalahan ini sebaiknya Ki Rangga harus dilibatkan, agar jelas permasalahannya.”
matur nuwun mBah-Man, mugi Sang Hyang Widi tansah paring karahayon, kasantosan, lan kesehatan dumateng kasaenan panjenengan.
BalasHapusmatur nuwun mBah-Man,atas rontalnya.
BalasHapusMatur nuwun Mbah_Man,makin seru ..... tetap semangat !
BalasHapusMatur nuwun Mbah Man
BalasHapustombo ngantuk.
Matur nuwun sanget mbah man ..... makin deg deg plassss .... penasaran gimana caranya Ki Ras menyelesaikan masalah Anjani .....
BalasHapusMatur nuwun Mbah _man, wis Jian geregetan nunggu Ki Rangga hehehe...
BalasHapusRahasia 3 wanita iki mengko dak bocorke ke Jayaraga dan GP ...lumayanlah ono mahare
BalasHapusMatur nuwun mbah.
BalasHapus👍👍
Maturnuwun mbah Man..... semoga mbah Man selalu sehat dan berkah rejekinya....
BalasHapusMatur Nuwun Mbah Man
BalasHapusSiipp...lanjutkan mbah..
BalasHapusKok jenenge kaya wong potorono
Hapustadbm 416-12 ................... ngenteni kanthi kemecer
BalasHapusMaturnuwn mbah
BalasHapusMaturnuwn mbah
BalasHapus