Rabu, 07 Desember 2016

TADBM 416_11

Kanjeng Sunan menarik nafas dalam-dalam mendengar jawaban Pandan Wangi. Sejenak dipandanginya ketiga perempuan yang sedang bersimpuh di hadapannya itu ganti-berganti. Berbagai pertimbangan telah muncul dalam benak Kanjeng Sunan.

“Anak-anakku,” berkata Kanjeng Sunan kemudian setelah sejenak mereka terdiam, “Ketahuilah, Ki Rangga Agung Sedayu pada saat ini sedang melaksanakan tugas yang dibebankan langsung oleh Adi Prabu Panembahan Hanyakrawati untuk menangkap hidup atau mati orang  yang mengaku sebagai trah Mataram,” Kanjeng Sunan berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Untuk itu hendaknya kalian jangan memberikan beban yang berlebihan kepadanya. Masih banyak tugas yang menunggu Ki Rangga untuk diselesaikan. Semua itu dilakukan oleh Ki Rangga bukan karena mengejar pamrih pribadi, namun karena jabatan  dan tugas yang disandangnya sebagai Senapati Agul-Agulnya Mataram.”

Ketiga perempuan itu tampak mengerutkan keningnya dalam-dalam terutama Sekar Mirah. Dengan memberanikan diri, akhirnya Sekar Mirah pun mengajukan sebuah pertanyaan, “Ampun Kanjeng Sunan, bukankah suamiku sedang sakit? Bagaimana mungkin suamiku dapat melaksanakan tugasnya saat ini?”

Kanjeng Sunan tersenyum. Jawabnya kemudian, “Itulah karunia tiada terkira yang telah diberikan oleh Yang Maha Agung kepada suamimu. Sekarang ini dia sedang membantu pasukan berkuda Mataram melawan para pengikut orang yang menyebut dirinya Pangeran Ranapati  di padang rumput lemah cengkar,.”

“Lemah Cengkar?” hampir bersamaan Sekar Mirah dan Pandan Wangi mengulang sambil mengangkat kepala mereka. Sedangkan Anjani tetap bersimpuh dengan kepala tunduk.

“Apakah ada yang aneh dengan Lemah Cengkar?” bertanya Kanjeng Sunan kemudian.

Mendapat pertanyaan dari Kanjeng Sunan, barulah keduanya tersadar atas sikap deksura mereka. Dengan serta merta keduanya pun segera menundukkan wajah mereka kembali.

“Mohon ampun Kanjeng Sunan,” Pandan Wangilah yang menjawab sambil menyembah, “Mohon dimaafkan atas keterlanjuran kami. Kami berdua sangat heran. Lemah cengkar dengan Menoreh jaraknya hampir setengah hari jika berkuda terus-menerus tanpa berhenti. Biasanya jika kami melakukan perjalanan dari Menoreh ke Sangkal Putung, kami memerlukan waktu untuk  beristirahat sejenak di kali opak, sekedar memberikan kesempatan kepada kuda-kuda kami agar beristirahat dan minum.  Sehingga menjelang senja, biasanya kami baru sampai di Sangkal Putung.”

Kanjeng Sunan kembali tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Setelah merenung sejenak, barulah Kanjeng Sunan berkata, “Sekali lagi sebuah karunia yang tiada taranya telah diberikan kepada Ki Rangga Agung Sedayu. Atas seijin Yang Maha Agung, jarak bukan lagi menjadi kendala baginya.”

Ketiga orang perempuan itu serempak mengangguk-anggukkan kepala mereka. Berbagai tanggapan yang berbeda-beda telah muncul dalam benak masing-masing. Ada rasa bangga yang tiada taranya dalam dada Sekar Mirah. Rasa bangga itu berkembang menjadi sebuah angan-angan dan harapan, kelak di kemudian hari suaminya pasti  akan mendapat anugrah dan jabatan yang lebih tinggi lagi yang  berarti kebahagian dan kesejahteraan juga bagi keluarganya.

Sedangkan Pandan Wangi semakin tunduk saja wajahnya. Memang ada rasa kagum dan bangga yang menyelinap di dalam dadanya atas kemajuan yang dicapai oleh Ki Rangga, namun selebihnya Pandan Wangi lebih banyak meratapi nasibnya.

“Pilihan pertamaku memang tidak salah,” desah Pandan Wangi dalam hati, “Namun saatnya lah yang tidak tepat. Aku menjatuhkan pilihan pertamaku kepada Kakang Agung Sedayu justru pada saat dia telah mempunyai tambatan hati.”

Sementara Anjani hanya menarik nafas dalam-dalam. Wajahnya terlihat datar-datar saja. Kini dia mulai menyadari bahwa harapannya terlampau melambung. Ki Rangga adalah laki-laki yang hampir tanpa cacat dengan ilmu yang sulit untuk dijajagi. Sedangkan dirinya hanyalah perempuan tanpa sanak kadang, tanpa masa depan dan harapan serta  terlebih lagi tanpa  cinta.

“Anak-anakku,” terdengar suara Kanjeng Sunan memecah keheningan sehingga membuat ketiga perempuan itu terbangun dari mimpi masing-masing, “Pertempuran di lemah Cengkar sangat berat sebelah. Jumlah lawan hampir dua kali lipat. Untunglah pasukan berkuda Mataram adalah prajurit pilihan sehingga sampai saat ini mereka masih dapat bertahan. Namun lambat laun pertahanan itu pun pasti akan pecah dan korbanpun akan berjatuhan jika tidak segera datang bantuan. Pergilah ke Lemah Cengkar. Bantulah pasukan Mataram. Tenaga kalian sangat dibutuhkan di sana.”

Pandan Wangi dan Sekar Mirah terkejut bukan alang kepalang mendengar perintah Kanjeng Sunan. Tanpa sadar keduanya kembali mengangkat kepala mereka  sambil memandang ke arah Kanjeng Sunan dengan wajah penuh tanda tanya. Sedangkan Anjani tetap diam membisu. Dia sudah pernah mengalami perjalanan bersama Kanjeng Sunan, sehingga perintah Kanjeng Sunan untuk menyusul Ki Rangga ke lemah Cengkar itu sudah tidak asing lagi baginya.

Namun agaknya Kanjeng Sunan dapat memahami perasaan kedua perempuan itu. Maka katanya kemudian, “Dengan seijin Yang Maha Agung, aku akan mengantar kalian sampai ke lemah Cengkar. Setelah itu aku akan melanjutkan perjalanan kembali ke gunung Muria. Aku harus sudah sampai disana sebelum ayam berkokok untuk terakhir kalinya.”


Bagaikan tersiram banyu sewindu hati kedua perempuan itu begitu mendengar kesanggupan Kanjeng Sunan untuk mengantar mereka ke lemah Cengkar. 

20 komentar :

  1. Matur nuwun sanget mbah man ....

    penasaran bagaimana solusinya untuk 3 wanita cantik ini ... penasaran bagaimana Ki RAS mengalahkan Ki Singawana Sepuh ... penasaran Ki Swandaru Geni ?? Penasarana penasarana ......

    gak sabar mbah ..... mudah2x an ada wedarana lagi tombo penasaran ....

    BalasHapus
  2. Pasti pertempuran Lemah Cengkar merupakan salah satu episode terbaik TADBM...

    BalasHapus
  3. Matur nuwun mbah man
    👦👦

    BalasHapus
  4. matur nuwun mbahman, atas rontalnya. Anjani ampun hilang dipertempuran Lemah Cengkar...ngarep.

    BalasHapus
  5. Matur nuwun mbah_man....bacaan sore yang mendebarkan hehe..nunggu ilmune ki ras metu...

    BalasHapus
  6. Matur nuwun Ki Haji Panembahan Mandaraka, datang ke taman ternyata terhampar rontal yang siap disimak ..... tetap semangat !

    BalasHapus
  7. Semangat pagi.
    Matur nuwun sanget Mbah.

    BalasHapus
  8. apakah pertempuran di Lemah Cengkar merupakan akhir kehidupan Ki RAS ? meninggal dikelilingi wanita2 yg mencintainya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah.. ide yang bagus Ki Bhre Kahuripan
      Matur suwun

      Hapus
    2. Ah...ya ndak lah Ki BK....Nantinya RAS sudah disiapkan akan menjadi panglima besar perdamaian - perintis dan pembina persatuan dan persatuan untuk mengusir VOC....

      Kan masih punya ajian warisan dari RTJ.yang akan digunakan nanti setelah mendapat ijin dari Mbah_Man.....

      (Nyuwun sewu Mbah_Man ...saya tidak rela jika RAS dapat dikalahkan oleh si Pemarah itu....)

      Hapus
  9. bisa tamat atau RAS reinkarnasi .... nenggo rontal berikut.

    BalasHapus
  10. Tambah binun mentrik2 menoreh..

    BalasHapus
  11. ya allah, sehatkan MBAH MAN beserta KELUARGA.....

    Panjangkan usia BELIAU.....

    Bahagiakan BELIAU sebagaimana BELIAU yang selalu membahagiakan kami pengagum karya tulisan BELIAU....
    LAHIR BATHIN nya...
    DUNIA DAN AKHIRAT nya....

    Aaamiiin

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.