“Maaf Ki Jagabaya, kita
sedang mengusut sebuah rajapati yang baru saja terjadi di bulak ini,” jawab orang
bertubuh tegap itu yang ternyata bernama
Ki Senggi.
Sejenak Ki Jagabaya
mengerutkan keningnya sambil mengedarkan pandangan matanya ke wajah-wajah yang
ada di sekelilingnya. Katanya kemudian, “Aku baru saja diberi tahu tentang
rajapati ini. Nah, di mana jasad orang itu? Aku ingin melihatnya.”
Segera saja kerumunan itu
menyibak dan memberi jalan Ki Jagabaya. Dengan langkah lebar Ki Jagabaya pun kemudian mendekati jasad orang yang masih
terlihat duduk di bawah pohon itu.
Sambil membungkuk Ki
Jagabaya mencoba membuka caping itu. Sejenak kerut merut yang dalam terlihat
menghiasi kening Ki Jagabaya.
“Sebuah paser,” desis Ki
Jagabaya perlahan sambil mengamat-amati sebuah paser yang menancap dalam-dalam
di leher orang itu, “Tentu sebuah paser yang sangat beracun.”
Beberapa orang yang
mendengar desis Ki Jagabaya itu mencoba mendekat. Dengan berdesak-desakan
mereka mencoba melihat keadaan orang itu.
“Sudahlah,’ berkata Ki
Jagabaya kemudian sambil menegakkan tubuhnya dan berbalik, “Angkat jasad ini
dan bawa ke banjar padukuhan. Kita harus segera menyelenggarakan pemakaman
baginya sebelum hujan turun.”
Mendengar kalimat terakhir
Ki Jagabaya, serentak mereka yang hadir mendongakkan kepala mereka ke langit.
Mendung sudah sedemikian tebalnya serta angin yang bertiup keras terasa telah membawa titik-titik air.
“Bagaimana dengan Ki Sanak
berlima ini, Ki Jagabaya?” bertanya Ki Senggi begitu melihat Ki Jagabaya tampak
memperhatikan Ki Rangga dan kawan-kawannya yang berdiri termangu-mangu sambil
memegang kendali kuda masing-masing.
Ki Jagabaya berpaling
sekilas mendengar pertanyaan Ki Senggi. Bertanya Ki Jagabaya kemudian,
“Siapakah mereka?”
“Maaf Ki Jagabaya,” Ki
Waskita lah yang mendahului menjawab sambil melangkah mendekat dengan tetap memegangi
kendali kudanya, “Kami berlima berasal dari Prambanan dan sedang dalam
perjalanan menuju ke Perdikan Matesih,” Ki Waskita berhenti sejenak. Lanjutnya
kemudian, “Beberapa saat tadi kami menemukan orang itu sudah dalam keadaan
tidak bernyawa di bawah pohon.”
Ki Jagabaya tidak segera menanggapi kata-kata Ki Waskia.
Sepasang matanya yang mirip sepasang mata burung hantu itu menatap tajam ke
wajah Ki Waskita.
Agaknya Ki Waskita dapat
menjajagi isi hati Ki Jagabaya. Maka katanya kemudian sambil balas menatap mata
Ki Jagabaya, “Apakah Ki Jagabaya meragukan keterangan kami?”
Ki Jagabaya terkejut.
Sepasang mata Ki Waskita yang balik menatapnya itu bagaikan menyala dan telah
membuat sepasang matanya menjadi pedas bahkan mulai berair.
“Gila!” geram Ki Jagabaya
dalam hati sambil melemparkan pandangan
matanya ke arah Ki Senggi. Katanya kemudian, “Ada hubungan apakah mereka berlima
dengan peristiwa rajapati ini?”
Ki Senggi beringsut setapak.
Jawabnya kemudian, “Seseorang telah memberitahukan kepada kami bahwa mereka
berlima itulah pembunuh yang sebenarnya.”
Untuk kesekian kalinya Ki
Jagabaya mengerutkan keningnya. Tanyanya kemudian, “Di mana orang itu sekarang?”
“Dia tidak ada di sini, Ki
Jagabaya.”
Merah padam wajah Ki Jagabaya.
Katanya kemudian dengan suara sedikit keras, “Panggil orang itu ke sini
sekarang juga!”
“Aku tidak mengenalnya, Ki
Jagabaya.”
“He?” seru Ki Jagabaya
keheranan, “Bagainmana mungkin? Bukankah Ki Senggi mengenal hampir semua penghuni padukuhan
Klangon ini?”
“Ya, Ki Jagabaya,” jawab Ki
Senggi cepat, “Namun kami tidak sempat menanyakan jati diri orang itu, karena berita rajapati
itu telah mengejutkan kami.”
“Ki Senggi benar Ki
Jagabaya,” sahut yang lain, “Pada saat kami akan berangkat ke sawah, di tengah perjalanan
seseorang telah memberitahu kami tentang
rajapati ini.”
“Dan tidak ada seorang pun
dari kalian yang mengenal orang itu?’ sela Ki Jagabaya cepat.
Hampir bersamaan orang-orang
padukuhan Klangon yang hadir di tempat itu menggeleng.
Ki Jagabaya menarik nafas
dalam-dalam sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Sambil menatap satu-satu
wajah yang tertunduk itu Ki Jagabaya pun kemudian bertanya, “Atas dasar apa
kalian seenaknya saja menuduh Ki Sanak berlima ini sebagai pelakunya?”
Wajah-wajah lugu penghuni
padukuhan Klangon itupun semakin tertunduk dalam-dalam.
matur nuwun mbah Man
BalasHapusMantaap mbah Man .... matur nuwun sanget .... wedaran pagi hari buat semangat macul sawah ...
BalasHapusMatur nuwun mbah wedarannya hari ini.
BalasHapusSiip.....
BalasHapusmatur suwun Panembahan
Matur nuwun Mbah Man .....
BalasHapusSeorang Jagabaya yg bijaksana rupanya... Cerdik dan teliti. Matur nuwun Mbah_Man.
BalasHapusYang pastinya Mbah Man yang paling bijaksana,teliti dan cerdik "Atas dasar apa kalian seenaknya saja menuduh Kisanak berlima ini sebagai pelakunya?"...
HapusCoba kalau yang ngarang bukan Mbah Man pastinya sudah digeruduk..duk..duk...www.usil.com hehehelm..helm
Matur nuwun sanget Mbah Man🙏🙏
luwih rame lsg digruduk....ora mempan tapak paluning pande
HapusItulah sesorah Adipati Harya Penangsang yang diwakili oleh Raden Mas Aryo Paningset ternyata keangkuhannya atas ilmunya telah memakan diri sendiri,kiai setan kober juga sedikit tersinggung karenanya.....hehehe
HapusMatur nuwun mbah_man, kamis berkah, monggo ditambah mbah hehe
BalasHapusMatur-nuwun mBah-Man, atas rontalnya.
BalasHapusHadir, Jum'at Barakah ..... tetap semangat !
BalasHapusPagi2 dari menjelang subuh sampai sekarng hujan. Wah kalau ada wedaran asiik kuha nih.
BalasHapusPagi2 dari menjelang subuh sampai sekarng hujan. Wah kalau ada wedaran asiik kuha nih.
BalasHapusPagi2 dari menjelang subuh sampai sekarng hujan. Wah kalau ada wedaran asiik kuha nih.
BalasHapusKalau dibaca dari kanan kekiri....
HapusNih kuha asik wedaran ada kalau wah. Hujan sekarang sampai subuh menjelang dari pagi2.
..... kekiri kanan dari dibaca Kalau
Hapusasik kuha itu apa ya ? ya apa itu kuha asik ? kuha kuha .... .....
HapusHadir jemuah barokah ..... hujan hujan nunggu wedaran ..... biar gak kedinginan, lari lari muter taman ...
BalasHapus....biar kedinginan... hujan hujan lari lari muter taman....
Hapus...hehehe....besok persiapan minggu tenang....hahaha....
Kalau dibaca sambil atret....
Hapushujan muter taman lari, hujan lari...kedinginan biar aja...hehehe
heheheheehe dingiiiinnn .... lari lari aja kita ya Ki DikHar dan Ki Adiwaswa ....
HapusHari ini Mataram tanpa matahari, mendung. Bersedih karna dilarang turun kejalan 112. Hadir di TB Mbah_Man lebih afdol kali ya?.
BalasHapus...Mataram cerah oom...cuma ngelangut nunggu rontal...
Hapus...hehehe....
112 hadir di TB Mbah_Man? Mataram tenang, adem ayem. Kita tetap bersabar menunggu rontal berikutnya.
BalasHapusMenghapus bayangan semu yg selalu ikut tampil...
BalasHapusMenghapus bayangan semu yg selalu ikut tampil...
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
HapusBayang semu sudah terhapus oleh pengarangnya....tapi menchungul kembali bayangan berikutnya...ah bayanganmu selalu mengejar...sehingga jari ini seakan bergetar...seharus terpencet hanya satu "tut"...karena selalu dikejar bayangan sehingga terpencet "tut..tut"
Hapus....hehehe
....Padepokan Sekar Keluwih saat ini adalah yang terkuat di antara padepokan yang lain....para Cantrik nya yang relative angkatan muda sudah pada memiliki ajian kakang kawah adi ari ari dan - pengangen-angen - dan ajian penggandaan koment....apalagi para seniornya....
Hapus...hehehe....
www.kangenmbahman.com
Nggeh Mbah.... poro cantrik sampun lulus ajian komen ganda.... sakmeniko lagi tirakat matek aji rontal dobel....
HapusWajah-wajah lugu penghuni pedukuhan Klangon itupun semakin tertunduk dalam-dalam....
Hapusdan tak lupa sembari geleng-geleng kepala begitu dahsyat ilmu semu yang diperagakan oleh Ki Waskita...bisa membuat sesorah sesorah bisa kembar siam bahkan menjadi ganda campur baur...hehehelm...helm
Terima Kasih Mbah Man
BalasHapus