Ki Rangga menarik nafas
dalam-dalam sambil mengangguk-angguk. Namun di dalam hati kecilnya, terasa ada
suatu yang kurang pada tempatnya sehubungan dengan rencana yang disampaikan
oleh Ki Waskita. Maka katanya kemudian, “Ki Waskita, Kita datang ke padukuhan
Klangon ini berlima, sedangkan yang akan berkunjung ke kediaman Ki Gede Matesih
hanya bertiga. Apa kata Ki Dukuh Klangon nanti jika dia mendapat laporan
tentang hal ini?”
“O, masalah itu sudah aku
pikirkan, ngger,” jawab Ki Waskita, “Besuk pagi-pagi sekali kita berdua harus
sudah meninggalkan tempat ini. Akan ada seseorang yang menjemput kita karena ada
keluarga kita di Prambanan yang sedang sakit.”
“Siapakah yang akan
menjemput kita berdua besuk pagi-pagi sekali?” tiba-tiba pertanyaan itu
terlontar begitu saja dari bibir Ki Rangga.
Mendapat pertanyaan itu, Ki
Waskita kembali tidak menjawab. Hanya senyumnya saja yang kembali menghiasi
bibirnya.
Melihat ayah Rudita itu
hanya tersenyum ke arahnya, Ki Rangga menjadi berdebar-debar. Secara samar Ki
Rangga dapat meraba maksud Ki Waskita. Tentu dengan mengetrapkan bayangan semu,
Ki Waskita akan mempengaruhi para pengawal yang berjaga di gardu depan sehingga
mereka berdua akan dapat lolos dari banjar padukuhan Klangon besuk pagi-pagi
sekali.
“Jika tidak ada perubahan
rencana, Ki Jagabaya akan datang bersama utusan dari Ki Gede Matesih besuk pagi
menjelang pasar temawon,” berkata Ki Waskita kemudian membuyarkan lamunan Ki
Rangga.
Ki Rangga
mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya kemudian sambil bangkit dari tempat
duduknya, “Marilah, Ki Waskita. Kita bergabung dengan yang lainnya di ruang
dalam. Kita perlu menyampaikan rencana kita kepada mereka.”
“Ya, ngger,” jawab Ki
Waskita sambil bangkit berdiri dan kemudian mengikuti Ki Rangga yang telah
melangkah meninggalkan pringgitan.
Setibanya mereka berdua di
ruang dalam, ternyata ki Jayaraga dan Glagah Putih belum tidur. Mereka berdua
tampak sedang berbincang-bincang.
“Silahkan,” berkata Ki
Jayaraga sambil menggeser duduknya, “Kita sedang membicarakan sesuatu yang
tidak sewajarnya yang ada di ruangan ini.”
“Apakah itu, Ki?” hampir
bersamaan Ki Rangga dan Ki Waskita bertanya.
Ki Jayaraga tersenyum
terlebih dahulu sebelum menjawab. Katanya kemudian sambil menunjuk ke arah
dinding sebelah utara, “Lihatlah. Di sudut dinding sebelah utara itu ada sebuah
lubang yang kelihatannya memang sengaja dibuat.”
Hampir bersamaan Ki Rangga
dan Ki Waskita berpaling ke arah yang ditunjukkan oleh Ki Jayaraga. Dengan
bergegas keduanya pun segera menghampiri tempat itu. Benar saja, sebuah lubang
yang tidak begitu besar agaknya dengan sengaja telah dibuat di sudut dinding
sebelah utara itu.
“Lubang ini kelihatannya
belum lama dibuat,” desis Ki Waskita sambil mengamat-amati lubang di sudut
dinding itu, “Mungkin lubang ini dibuat pada saat kita di pringgitan bersama Ki
Gede dan Ki Jagabaya.”
“Dugaanku juga demikian Ki,”
sahut Ki Jayaraga yang kemudian juga ikut mendekat dan mengamat-amati lubang
itu, “Namun apakah tujuan sebenarnya?”
“Untuk membunuh kita,” jawab
Ki Rangga yang membuat semua orang terperanjat. Glagah Putih pun ikut berdiri
dan mendekat.
“Ya, untuk membunuh kita
atau paling tidak salah satu dari kita,” berkata Ki Rangga selanjutnya begitu
melihat orang-orang itu hanya berdiri diam termangu-mangu.
“Paser beracun,” tiba-tiba
hampir bersamaan terdengar mereka berdesis perlahan.
“Ya, paser beracun,” berkata
Ki Rangga. Kemudian sambil tangannya menunjuk lubang di sudut dinding itu Ki
Rangga melanjutkan, “Dari lubang inilah sumpit itu akan dimasukkan. Sementara
kita sedang tertidur lelap, sebuah paser beracun akan mematuk dada salah satu
dari kita, atau bahkan mungkin orang itu akan meniup sumpitnya berkali-kali
untuk menghabisi kita semua.”
“Curang!” geram Glagah
Putih, “Ini pasti pekerjaan orang yang telah membunuh petugas sandi kita di
bulak siang tadi. Kita harus membuat perhitungan.”
Orang-orang tua yang mendengar
Glagah Putih menggeram telah tersenyum. Mereka bisa memaklumi perasaan Glagah
Putih. Kematian salah satu petugas sandi dari Mataram itu agaknya telah membuat
Glagah Putih waringuten.
“Sebaiknya kita segera
tidur,” berkata Ki Rangga sambil memberi isyarat kepada kawan-kawannya. Kemudian sambil melangkah ke tengah-tengah ruangan dia melanjutkan,
“Aku akan berbaring di sisi paling utara. Silahkan yang lainnya menyesuaikan.”
Agaknya orang-orang itu segera memahami maksud Ki Rangga. Mereka sengaja memancing kehadiran orang itu. Maka sejenak kemudian orang-orang
itu pun mulai menempatkan diri untuk tidur berjajar-jajar di tengah-tengah
ruangan itu. Tidur hanya dengan beralaskan tikar.
Glagah Putih yang tidur di
paling ujung berseberangan dengan kakak sepupunya masih sempat menggerutu
sebelum membaringkan tubuhnya.
“Orang-orang padukuhan
Klangon memang keterlaluan,” geram suami Rara Wulan itu sambil menyelimuti
tubuhnya dengan kain panjang, “Tidak ada amben, tidur hanya beralaskan tikar
usang, banyak nyamuknya lagi!”
Mereka yang mendengar gerutu
Glagah Putih hanya dapat menahan senyum. Sementara Ki Rangga yang berbaring di
sisi paling utara bersebelahan dengan Ki Waskita segera menyilangkan kedua
tangannya di depan dada.
Sejenak kemudian ruang dalam
itu pun segera menjadi sunyi. Yang terdengar kemudian hanyalah suara tarikan
nafas yang teratur diselingi oleh suara dengkuran Glagah Putih.
Dalam pada itu malam telah jauh meninggalkan pusatnya. Angin yang berhembus terasa dingin menusuk tulang.
Sesekali di langit terdengar petir bersabung di udara. Agaknya hujan akan turun lagi karena sisa mendung yang
bergelayutan di langit terlihat semakin hitam menggumpal.
Ketika tetes-tetes air hujan
satu-persatu mulai berjatuhan, sesosok bayangan tampak berjalan mengendap-endap
mendekati dinding ruang dalam sebelah utara yang bersebelahan dengan
longkangan.
MAtur nuwun Mbah Nan ada dobelan hari ini .... semoga sehat terus Mbah Man
BalasHapusRacun lagi.
BalasHapusRacun lagi.
BalasHapusAlhamdulillah semakin seru.. Terimakasih mbah man.
BalasHapusMatur nuwun Mbah Man, dobelan untuk weekend .....
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusHmmmm.... paser beracun, belum tahu dia siapa yg menjadi targetnya, yg memiliki otot kawat walung wesi.... dan makanannya masih digarap di papua sana.
BalasHapusHmmmm.... paser beracun, belum tahu dia siapa yg menjadi targetnya, yg memiliki otot kawat walung wesi.... dan makanannya masih digarap di papua sana.
BalasHapusLomba komen dobel.... yg menang dapat helm ...
BalasHapussementara diikuti oleh Ki Urip , Ki Jokowono dan Ki Yacub....
Hapusayo monggo siapa lagi yang mau ikut...
Matur-nuwun mBah-Man, atas tripelannya.
BalasHapusTerima Kasih Mbah Man
BalasHapus